TUBAN, BANGSAONLINE.com - Komisi I DPRD Tuban kembali mengadu ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terkait penataan birokrasi yang dilakukan Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky.
Setelah sebelumnya mendatangi Kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN), kali ini rombongan yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Tuban Fahmi Fikroni disambut Asisten Anggota Pengawas Bidang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Wilayah I, KASN Sumardi.
Baca Juga: Rektor IIKNU Tuban Pastikan Kesiapan Lulusan Profesi Bidan dan Ners
Dalam pertemuan itu, pertanyaan serupa disampaikan anggota Komisi I DPRD Tuban kepada KASN, yakni munculnya permasalahan yang timbul akibat perampingan Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di lingkungan Pemkab Tuban.
Untuk itu, hadirnya Komisi I DPRD Tuban tersebut bermaksud menanyakan apakah tindakan Pemkab Tuban tersebut telah dikonsultasikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban ke KASN mengenai tata cara seleksi. Selanjutnya, apakah KASN telah menerbitkan rekomendasi terhadap hasil seleksi.
"Kami ke sini untuk meminta penjelasan apakah Pemkab Tuban pernah konsultasi kepada KASN mengenai pelantikan SOTK baru dan penurunan eselon dan nonjob akibat SOTK dibenarkan menurut perundang-undangan dan menurut merit sistem," ujar Ketua Komisi I DPRD Tuban, Fahmi Fikroni kepada BANGSAONLINE.com, Selasa (8/2).
Baca Juga: Warga Enggan Dievakuasi, Dandim Tuban Siagakan Prajurit TNI Bantu Warga Terdampak Banjir
Menanggapi pertanyaan itu, Asisten Anggota Pengawas Bidang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Wilayah I, KASN Sumardi menjelaskan, terkait reorganisasi baik itu merger (dari besar ke kecil) atau epoan (kecil ke besar) tidak ada masalah jika kuotanya tersedia. Sesuai dengan PP 11 Tahun 2011 kalau terjadi merger maka memang pasti terjadi korban karena kursinya berkurang, kotak jabatannya berkurang, semestinya pengisian SOTK baru harus dibicarakan dengan DPRD.
"Mestinya ada Perda dan Perbup-nya sebagai landasan kebijakan, prinsip dasarnya kalau terjadi merger (penggabungan OPD) yang wajib didahulukan dan diberikan tempat adalah para pejabat yang terimbas dari penggabungan,"
Menurut Sumardi, pengisian SOTK di konsultasikan ke kemendagri, termasuk perubahan eselon 4 yang di jadikan fungsional, dan itu sesuai dengan rekomendasi kemendagri dirjen otoda dan rekomendasi itu terbit by name by address jabatannya. Selanjutnya, tinggal Pemkab Tuban mengikuti rekomendasi Kemendagri.
Baca Juga: Hakim PN Tuban Vonis Penebang Kayu Jati Milik Perhutani 10 Bulan dan Denda Rp500 Juta
Penurunan eselon dibolehkan sepanjang ada argumentasi hukumnya contoh mengundurkan diri, sudah 5 tahun sekolah S2, S3, kalau dia tugas belajar dia harus diberhentikan dari jabatannya, tapi kalau biaya sendiri tidak.
"Tapi kalau menurunkan dengan cara-cara melanggar aturan itu tidak boleh. Misalnya tidak ada salahnya, tidak ada pelanggarannya tahu-tahu diturunkan gak boleh, dan itu akan memberikan atensi untuk melakukan investigasi karena masih mengumpulkan data dan itu merupakan tugas kami dan kami akan melakukan investigasi ke sana," urainya.
"Semestinya menyelamatkan yang ada dulu, bukannya gak boleh memberhentikan tapi ada tata caranya. Jadi yang sudah ada diamankan dulu. Kalau sdah diamankan gak ada tempat ya sudah, berarti tadi ada sisa yang tidak mendapatkan tempat. Ada yang nyelonong naik itu yang problem, yang duduk eselon tiga kabid misalnya, dia malah turun atau berhenti itu problem. Nah, tentu saya bisa jawab karena jawabnya pakai data," imbuhnya. (gun/ian)
Baca Juga: Dua Hari, Dua Pohon Tumbang, Masyarakat Tuban Diminta Waspada
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News