JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Petisi menolak rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang diinisiasi oleh sejumlah guru besar, ekonom, hingga purnawirawan TNI, kini meluas. Bahkan telah diteken lebih dari 24 ribu orang hingga Kamis (10/2).
Pada Kamis (10/2) pagi, petisi dengan judul 'Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara' itu tercatat sudah diteken oleh 24.459 orang.
Baca Juga: Aksi Heroik Relawan Jalan Kaki ke IKN, Khofifah Titipkan Udeng Madura
Para inisiator yang terdiri dari mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, serta ekonom senior, Faisal Basri, mendorong warga Indonesia untuk mendukung penolakan pemindahan IKN. Dengan petisi tersebut, mereka berharap Jokowi menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan IKN baru di Kalimantan Timur.
(Faishal Basri. foto: ekonomi bisnis.com)
Menurut mereka, pemindahan ibu kota di tengah situasi pandemi Covid-19 merupakan langkah yang tidak tepat.
Baca Juga: Berantas Tindak Pidana Pertanahan, Kementerian ATR/BPN Gandeng Menhan dan BIN
"Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara," tulis petisi tersebut.
Mereka menilai, pemerintah saat ini seharusnya fokus menangani varian baru virus corona yakni Omicron yang membutuhkan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut mereka, pemerintah juga punya utang luar negeri yang cukup besar, defisit APBN melebar di atas 3 persen, dan penerimaan negara turun.
Baca Juga: Menuju IKN, AHY Hadiri Peresmian dan Penyerahan Sertifikat Istana Garuda
"Adalah sangat bijak bila presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut," ucap para inisiator.
Sebelumnya, salah satu cendekiawan muslim yang ikut menginisiasi petisi, Azyumardi Azra, mengatakan petisi dibuat sebagai bentuk keprihatinan.
"Ya, itu pada dasarnya petisi keprihatinan yang dengan berbagai alasan logis mengimbau Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak membangun IKN baru," ujar Azyumardi.
Baca Juga: Menparekraf Sebut Investasi IKN dari Luar Negeri Sentuh Angka Rp1 Triliun
Terkait hal ini, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, mengatakan bahwa rencana pemerintah memindahkan IKN merupakan upaya untuk menunjukkan Indonesia bukan hanya Pulau Jawa. Budi menyebut, dengan keputusan pemindahan ibu kota ini, Jokowi ingin mengurangi kesenjangan antara Pulau Jawa dan pulau lain.
"Pemerintah ingin mengubah stigma bahwa Indonesia hanya pulau Jawa, bahwa Indonesia memiliki luas yang melimpah dengan ekosistem yang luar biasa. Bapak Presiden ingin tidak ada kesenjangan antara pulau Jawa dan lainnya," kata dia dalam keterangannya dilansir CNNIndonesia.
Budi Gunawan juga mengungkap implikasi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Dengan pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur, Kepala BIN menyebut memiliki implikasi penguatan pertahanan.
Baca Juga: Menteri AHY Siapkan Baseline Program Pertanahan dan Tata Ruang Untuk Transisi Kepemimpinan
Salah satunya dari aspek geostrategi, pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur akan membuat Indonesia akan memiliki 'strategic depth' yang lebih dalam.
“Mengingat Pulau Kalimantan memiliki luas 6 kali pulau Jawa," kata Budi Gunawan dilansir Antara, Kamis (10/2).
Bukan hanya itu, menurut Kepala BIN, akan memungkinkan terbangunnya klaster industri pertahanan yang terintegrasi sebagai syarat terwujudnya ‘Indigenous defense productions’ atau produksi alutsista mandiri buatan dalam negeri.
Baca Juga: Menteri AHY Terbang ke IKN Hadiri Renungan Suci HUT RI ke-79
Pemindahan IKN, memungkinkan Indonesia memanfaatkan dinamika geopolitik di Indo Pasifik dengan mendayung di antara aliansi-aliansi regional.
“Seperti Five Power Defence Arrangements (FPDA), AUKUS, dan OBOR atau BRI China," jelas Budi Gunawan.
(Kepala BIN Budi Gunawan. foto: REQnews.com)
Baca Juga: Usai Sidang Tahunan DPR RI, Menteri AHY Bertolak ke Kaltim Hadiri Upacara HUT RI ke-79
Selain dibentuknya AUKUS, juga hadirnya kekuatan beberapa anggota NATO di kawasan yang semakin menegaskan bahwa konstelasi geopolitik kekuatan negara-negara di dunia bergeser ke Asia Pasifik.
"Ini merupakan sinyal kuat bagi negara-negara di kawasan, termasuk Indonesia untuk mencegah,” ucapnya.
Sekaligus, kata dia, bersiap terjadinya peningkatan eskalasi hingga kemungkinan terburuk adanya perang terbuka.
Baca Juga: Kenakan Pakaian Adat Sulsel, Menteri AHY Hadiri Upacara Penurunan Bendera Merah Putih di IKN
“Sebagaimana adagium klasik, yaitu Si Vis Pacem, Para Bellum (jika ingin perdamaian, bersiaplah untuk perang)," katanya.
Meski, secara resmi AS, Inggris dan Australia mengumumkan dibentuknya AUKUS adalah untuk mendorong stabilitas keamanan di kawasan Indo Pasifik dan tidak untuk melanggar Traktan Non-Proliferasi Nuklir di kawasan.
Namun menurutnya, tidak ada jaminan bahwa kapal selam nuklir tidak akan hilir mudik di ALKI dan Laut Teritorial Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia perlu aktif berperan dalam memperkuat diplomasi pertahanan di kawasan.
Tujuannya, untuk meningkatkan rasa saling percaya (confidence building measures) dan pengembangan kapasitas (capacity building).
Sebab, Indonesia memiliki posisi yang unik karena memiliki berbagai kerja sama strategis. Baik itu di bidang ekonomi, maritim dan keamanan, baik dengan negara-negara anggota AUKUS, FPDA, dan China.
“Keunikan ini dapat menjadi keuntungan Indonesia untuk berperan secara diplomatik, baik untuk mendorong ASEAN membuat ‘Joint Statement’.
“Ataupun secara mandiri untuk memastikan semua pihak tidak memicu adanya konflik terbuka dan perlombaan senjata di kawasan,”ucapnya.
Khususnya, dalam mematuhi kewajiban untuk menjaga kawasan yang bebas nuklir, menjaga stabilitas keamanan dan menghormati hukum internasional.
Diketahui, untuk membangun Istana Negara di IKN saja bakal menelan anggaran Rp 2 triliun. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai anggaran Rp 2 triliun untuk membangun Istana Negara tidaklah masuk akal.
Hal itu disampaikan Ridwan dalam acara Pro Talk Series #02 dengan tema “Arsitektur sebagai Artefak Peradaban dalam Prespektif Istana Negara”, yang diselenggarakan oleh Ikatan Arsitek Indonesia.
“Istana negara harganya mencapai Rp 2 triliun. Ini gak masuk akal karena membelanjakan dana sebesar itu hanya untuk satu fungsi bangunan sangat berlebihan,” ujar pria yang juga seorang Arsitek ini.
Rincian biaya konstruksi istana negara ini disampaikan langsung oleh sang perancang dalam wawancara di kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored, Minggu (23/1/2022).
Seperti diketahui, sebelumnya I Nyoman Nuarta menyebut hitung-hitungan kasar pembangunan kawasan istana membutuhkan Rp 2 triliun.
"Kalau perkiraan kasar paling juga Rp 2 triliun," kata Nyoman.
Namun, ia menegaskan jumlah pengeluaran yang pasti baru akan diketahui setelah dilakukan Detail Engineering Design (DED) oleh pemenang tender pembangunan IKN. Perkiraan kebutuhan biaya hingga mencapai Rp 2 triliun ini menurut Nyoman karena menggunakan perhitungan biaya untuk membangun hotel bintang lima dengan luasan tertentu.
"Nanti itu yang jelas DED-nya ada baru bisa, kalau perkiraan rencana anggaran biaya (RAB), RAB estimasi itu kalau kita melihat orang membangun hotel-lah, sekarang kalau hotel bintang 5 dengan luasan sekian ya kurang lebih mirip lah (kebutuhan biayanya)," jelasnya.
Kawasan Istana Negara akan berdiri di atas lahan seluas 55 hektar. Padahal semula hanya disediakan lahan seluas 32 hektar. Nantinya, kompleks Istana Negara akan berisi beberapa bangunan seperti kantor presiden, Istana Negara, lapangan upacara, pavilion untuk presiden, gedung wisma negara dan gedung pendukung utilititas.
Sementara Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung upaya tokoh bangsa yang mengajukan permohonan uji materi UU Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia juga mendukung langkah yang diambil sebagian masyarakat dalam menggunakan petisi menolak pemindahan ibu kota.
Ia pun berharap para hakim MK dapat menggunakan jiwa kenegarawanannya dengan mengabulkan permohonan tersebut. Sebab, menurutnya, salah satu syarat yang dimiliki hakim MK adalah negarawan.
"Dan saya berharap sembilan hakim MK yang ada sekarang akan memaksimalkan sifat kenegarawanan tersebut. Sehingga hakim MK terbebas dari kepentingan ataupun pressure politik, dan mengadili perkara tersebut secara objektif," kata HNW dalam keterangannya, Kamis (10/2).
Ia pun menyebut pemerintah idealnya memberlakukan asas prioritas. Menyelamatkan warga dari pandemi, tambahnya, lebih mempunyai urgensi dibanding membuat proyek baru yang membebani APBN.
"Padahal lebih bagus kalau anggaran tersebut (bila ada), digunakan untuk selamatkan rakyat dan negara untuk recovery dari COVID-19 dan dampak-dampaknya," tegasnya.
HNW menilai, persetujuan UU IKN bermasalah secara formil dan materiil. Seperti tidak ditemukannya urgensi dalam perpindahan tersebut, serta pembahasan yang terburu-buru. (mer/rmol/kcm/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News