BANJARMASIN, BANGSAONLINE.com – Mardani Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu (2010-2018), yang kini Bendahara Umum PBNU, akhirnya menjadi saksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Dwidjono Putrohadi Sutopo, eks Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin 25 April 2022.
Lalu apa hubungannya dengan Machfud Arifin, mantan Kapolda Kalsel yang pernah menjadi Calon Wali Kota Surabaya?
Baca Juga: Tokoh NU Heran, Gus Salam Cucu Pendiri NU Dipecat, Mardani Maming Memalukan NU Dibiarkan
Seperti dilaporkan Tempo.co, Mardani dicecar aneka pertanyaan soal dugaan gratifikasi terdakwa Dwidjono, teknis penerbitan SK Bupati peralihan IUP Operasi Produksi PT BKPL ke PT Prolindo Cipta Nusantara pada 2011, dan awal perkenalan saksi Mardani dengan Henry Seotijo selaku Direktur Utama PT PCN.
"Ketika saksi mengenal Henry itu setelah menjabat bupati atau sebelum menjabat?" tanya kuasa hukum terdakwa Dwidjono kepada Mardani Maming.
Mardani mengenal Henry Soetijo pada rentang waktu 2011-2012 yang dikenalkan oleh Kepala Polda Kalimantan Selatan saat itu, Brigjen Machfud Arifin. Dari perkenalan ini, Mardani Maming yang saat itu Bupati Tanah Bumbu, tahu Henry Seotijo pemilik PT PCN yang bergerak di bidang pertambangan.
Baca Juga: Mardani Divonis 10 Tahun, Gus Salam: Pelajaran Mahal bagi NU, Posisi Bendum Percayakan ke Gus Yahya
"Sesuai BAP, saya mengenal Henry pas selamatan di rumah Haji Isam, yang diperkenalkan oleh pak Machfud Arifin. Yang disampaikan bahwa dia (Henry) pengusaha tambang," kata Mardani Maming di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin 25 April 2022.
"Pak Machfud Arifin ini siapa," tanya kuasa hukum.
"Mantan Kapolda Kalsel," jawab Mardani Maming. Adapun Henry Seotijo saat ini sudah meninggal dunia.
Baca Juga: Adik Mardani Maming Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap Izin Usaha Pertambangan
Mardani Maming mengakui telah menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.
Menurut dia, penandatanganan SK setelah melalui kajian teknis Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu.
Baca Juga: Gus Yahya Pertahankan Mardani, PWNU Jatim Deklarasi Anti Korupsi
ILUSTRASI. Perwakilan LBH GP Ansor, Banser, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU dan HIPMI yang selalu siap mengawal sidang Mardani H. Maming. Foto: ist)
Mardani menerima SK peralihan IUP di meja kerja, setelah lebih dulu diparaf oleh kabag hukum, asisten dua, sekretaris daerah, dan terdakwa Dwidjono selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
"Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia datang membawa SK ke saya," kata Mardani H Maming. Tahap selanjutnya, kata dia, permohonan peralihan IUP diserahkan ke Pemprov Kalsel untuk dilanjutkan ke Kementerian ESDM.
Baca Juga: Kiai-Kiai Minta Rais Am dan Gus Mus Bersikap Atas Pernyataan Gus Yahya Tak Pecat Mardani
Perihal ada larangan peralihan IUP sesuai Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, Mardani Maming menjawab tidak tahu. Ia menyerahkan teknis perijinan tambang kepada terdakwa Dwidjono sebagai bentuk pendelegasian tugas.
Ketua Majelis Hakim, Yusriansyah, tegas menyatakan bahwa peralihan IUP tambang tidak dibolehkan karena menabrak UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
"Menurut kami tidak sesuai undang-undang karena ada ketentuan yang melarang itu. Bertentangan dengan undang-undang. Kenapa dulu tidak dicabut saja. Harusnya dicabut dulu. Pelajari undang-undangnya. Jangan sampai keliru," kata Yusriansyah kepada Mardani Maming.
Baca Juga: Heran Dijadikan Buron, Mardani Akhirnya Muncul di Gedung KPK
"Apakah ada permohonan langsung ke saudara?" tanya Yusriansyah.
"Saya lupa. Saya ingat hanya SK saja," kata Mardani.
Sementara terdakwa Dwidjono membantah kesaksian Mardani Maming. Dwidjono mengaku dikenalkan kepada Henry Seotijo oleh Mardani Maming di Jakarta. Selain itu, Dwidjono berkata Mardani Maming menandatangani lebih dulu SK peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN, lalu paraf menyusul setelahnya. Kemudian, ia menerima perintah langsung dari Mardani Maming agar membantu peralihan IUP PT BKPL ke PT PCN.
Baca Juga: Malu Bendum PBNU Buron, Tokoh IPNU Minta Rais Am-Ketum PBNU Pecat Mardani
(H Sulhan Mukhlis, pengasuh PPIslahuddiny, Kediri, Lombok Barat doa bersama dengan para santri untuk Mardani Maming. Foto: ist)
Kuasa hukum terdakwa sempat mengutip secuil BAP Henry Seotijo karena telah dibacakan di persidangan sebelumnya. Dari salinan BAP itu, Henry Seotijo diperkenalkan ke Dwidjono oleh Mardani Maming di sebuah hotel di Jakarta. Sontak, hakim Yusriansyah meluruskan bahwa BAP Henry Seotijo belum dibacakan.
Baca Juga: Gugatan Praperadilan Mardani Ditolak, Denny Indrayana Tuding KPK Sabotase
Mardani Maming pun membantah keterangan Dwidjono saat dikonfirmasi langsung oleh hakim Yusriansyah. "Tidak betul."
Agenda sidang turut memeriksa dua orang saksi ahli dari Kementerian ESDM dan PPATK. Sidang lanjutan turut dihadiri massa GP Ansor Kalsel dan PWNU Kalsel sejak pagi hari. Kejaksaan Agung telah menetapkan Dwidjono Putrohadi Sutopo sebagai terdakwa atas dugaan suap dan gratifikasi dalam bentuk hutang yang disamarkan senilai Rp 27 miliar. Dwidjono pernah menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu periode 2011-2015.
Hingga tulisan ini diturunkan, Tempo masih berupaya meminta untuk penjelasan dari Machfud Arifin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News