BANJARMASIN, BANGSAONLINE.com – Kasus Mardani Maming, Mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan (Kalsel), yang diduga tersangkut dugaan korupsi peralihan izin usaha pertambangan (IUP) operasi batu bara terus berkembang.
Lucky Omega Hasan, kuasa hukum terdakwa Dwidjono Putrohadi Sutopo, kini sedang mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum terhadap pengacara Mardani H. Maming, Irfan Idham. Lucky tak terima kliennya disebut berada di bawah tekanan Haji Isam selama proses persidangan dan pembelaan.
Baca Juga: Tokoh NU Heran, Gus Salam Cucu Pendiri NU Dipecat, Mardani Maming Memalukan NU Dibiarkan
“Oleh karena itu, kami sedang mempertimbangkan untuk mengambil langkah pengaduan kepada organisasi advokat atas pelanggaran kode etik yang dilakukan Irfan Idham atau langkah hukum berupa laporan pidana pencemaran nama baik,” kata Lucky Omega Hasan kepada Tempo, Rabu 15 Juni 2022.
Menurut dia, apa yang diungkapkan Irfan di media bukan pembelaan terhadap Mardani yang sedang berhadapan dengan proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi justru upaya menyerang kliennya, Dwidjono.
Sekedar informasi, Irfan Idham semula adalah kuasa hukum terdakwa Dwidjono. Tapi kemudian Dwidjono mencabut kuasanya pada Irfan Idham. Dwidjono kemudian mempercayakan penanganan kasus hukumnya kepada Lucky Mega Hasan.
Baca Juga: Mardani Divonis 10 Tahun, Gus Salam: Pelajaran Mahal bagi NU, Posisi Bendum Percayakan ke Gus Yahya
“Di pemberitaan yang mengatakan bahwa klien kami selama proses persidangan dan pembelaan berada di bawah tekanan dari H. Isam. Itu adalah pernyataan tidak berdasar, dan cenderung sentimen kepada klien kami,” ujar Lucky.
Lucky menegaskan bahwa apa yang diungkap dan dinyatakan terdakwa Dwidjono di dalam fakta persidangan merupakan fakta hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi, kata Lucky, kasus itu sudah dibuka dan diselidiki oleh KPK.
Lucky menyatakan bahwa pernyataan Irfan Idham itu cenderung mengalihkan opini proses hukum di KPK. Ia bahkan menganggap Irfan Idham secara vulgar menyerang terdakwa Dwidjono yang notabene mantan klien Irfan. Menurut Lucky, hak setiap terdakwa mengganti siapa penasihat hukumnya dalam peradilan pidana.
Baca Juga: Adik Mardani Maming Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap Izin Usaha Pertambangan
“Jadi kalau Irfan Idham sakit hati karena dicabut kuasanya oleh Raden Dwidjono, maka seharusnya cukup berdiam diri dan berlapang dada saja, serta evaluasi diri. Jangan limpahkan sakit hati tersebut kepada pernyataan yang menyerang, cenderung sentimen, dan tidak berdasar mantan kliennya di media,” tegasnya.
Bagaimana tanggapan Irfan Idham? Dikonfirmasi Tempo.co ia menjawab singkat atas protes Lucky Omega Hasan. “Saya bicara sesuai fakta dan ada bukti,” jawabnya.
Seperti diberitakan Tempo.co, terdakwa Dwidjono melalui nota pembelaannya mengungkap bahwa eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming diduga terlibat sejumlah dugaan korupsi terkait perpanjangan dan penerbitan Surat Keputusan IUP.
Baca Juga: Gus Yahya Pertahankan Mardani, PWNU Jatim Deklarasi Anti Korupsi
Ia menguliti kasus-kasus itu dalam pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin 13 Juni 2022. Eks Kadis Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu itu sebagai terdakwa dalam kasus korupsi peralihan IUP PT Bangun Pratama Karya Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Kasus lain yang menjerat Mardani H Maming:
1. Perpanjangan IUP PT Usaha Bratama Jesindo (UBJ)
Baca Juga: Kiai-Kiai Minta Rais Am dan Gus Mus Bersikap Atas Pernyataan Gus Yahya Tak Pecat Mardani
Dwidjono mengaku pernah diminta menemani pemilik PT UBJ untuk bersua Bupati Mardani H Maming.
"Pada saat itu saya juga membawa draft Surat Keputusan yang akan ditandatangani oleh Bupati. Ketika saya menyerahkan SK untuk ditandatangani, Bupati menaruhnya di atas meja dan seperti tidak ada gerakan menandatanganinya,” kata Dwidjono.
“Kemudian saya menyampaikan, jika di dalam bagasi mobil pemilik perusahaan tersebut, ada uang sebanyak 1 meter atau Rp 1 miliar," kata dia.
Baca Juga: Heran Dijadikan Buron, Mardani Akhirnya Muncul di Gedung KPK
Mendengar ada uang Rp 1 miliar, kata Dwidjono, Mardani langsung menyuruh ajudan mengecek dan mengambil uang tersebut. Setelah mendapat jawaban dari ajudan jika barangnya sudah diterima, Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan itu menandatangani draft SK yang diajukan oleh terdakwa Dwidjono.
2. Aliran dana dari PT BMPE senilai Rp 51,3 miliar
Dia juga menguliti soal aliran dana lainnya kepada Mardani H Maming dari PT Borneo Mandiri Prima Energi (PT BMPE) miliknya. Aliran dana itu dilakukan ke perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) tersebut.
Baca Juga: Malu Bendum PBNU Buron, Tokoh IPNU Minta Rais Am-Ketum PBNU Pecat Mardani
Dia menyatakan bahwa Mardani menerima aliran dana melalui PT Toudano Mandiri Abadi (TMA) sebesar Rp 25.000 /MT batu bara, PT Bina Indo Raya (BIR) sebesar Rp 75.000 /MT batu bara, PT Rizki Batulicin Transport (RBT) sebesar Rp 25.000 /MT batu bara, dan kepada PT Duo Kota Laut (Dokola) sebesar Rp 50.000 /MT batu bara.
“Jadi total keseluruhan perusahaan ini mendapat sebesar Rp 171.000 /MT dari total produksi PT BMPE lebih dari 400.000 MT, dan yang masuk ke perusahan tersebut sekitar 300.000 MT dari total produksi PT BMPE lebih dari 400.000 MT. Jadi total uang yang telah diterima kurang lebih sebesar Rp 51.300.000.000," ucap Dwidjono.
3. Penerbitan kilat IUP milik keluarga Mardani
Baca Juga: Gugatan Praperadilan Mardani Ditolak, Denny Indrayana Tuding KPK Sabotase
Ia juga membongkar penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru yang dimiliki keluarga dari Bupati Mardani H Maming, seperti IUP PT Anugrah Putra Borneo (PT APB) dan PT Suryangjati. IUP PT Suryangjati sekarang dijual dan berganti nama jadi PT Global Borneo Resource.
Menurut Dwidjono, penerbitan IUP baru dengan mempergunakan kode wilayah dari IUP yang sudah mati atau habis masa berlakunya. Ini semua atas perintah dan paksaan dari Bupati Mardani H Maming.
"Khusus PT Suryangjati ini diterbitkan dalam waktu satu hari selesai. Berkas IUP yang tidak ditandatangani Bupati, disuruh ditinggalkan di kediaman Bupati," ujar Dwidjono.
Dwidjono berkata bahwa apa yang ia lakukan benar-benar di luar kendali dan keleluasaan untuk bertindak, akibat adanya paksaan dari pimpinan. Terdakwa Dwidjono berharap putusan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim nantinya memberi keadilan sejati.
Merespons nota pembelaan Dwidjono, Irfan Idham kepada Tempo, Senin 13 Juni 2022, mengatakan: “Keterangan Pak Dwi berubah-ubah. Semoga tidak ada tekanan dari pihak-pihak tertentu." (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News