Dahlan Iskan Tak Bisa Dirikan Koran di Denpasar Bali, Banjarmasin dan Bandung, Kenapa?

Dahlan Iskan Tak Bisa Dirikan Koran di Denpasar Bali, Banjarmasin dan Bandung, Kenapa? Dahlan Iskan

Di Unlam kak Alwy jadi aktivis mahasiswa. Ia terpilih jadi ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi. Pidatonya selalu menarik. Dalamnya pengetahuan agama cocok untuk lingkungan .

Setelah jadi ketua senat, Kak Alwy terpilih lagi menjadi ketua Dewan Mahasiswa Unlam. Ia jadi aktivis. Nama Alwy As sangat terkenal. Sebagai aktivis mahasiswa kak Alwy juga sering memimpin demo. Bahkan tidak lama setelah meletus G-30-S/PKI, Kak Alwy mendirikan KAMI - Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Kalsel. Di sini Kak Alwy mengenal tokoh-tokoh nasional KAMI seperti Willy Karamoy, Nono Anwar Makarim, dan Ismet Hadad –yang kelak jadi mentor saya juga.

Selama di KAMI itulah Kak Alwy mendirikan buletin mingguan KAMI. Isinya: mengganyang PKI dan Orde Lama. Menjatuhkan Bung Karno. Karena rajin demo, Kak Alwy sering ditahan tentara. Sampai tiga kali –yang pertama selama 40 hari.

Waktu itu di Jakarta sudah berdiri Harian KAMI. Dipimpin Nono Anwar Makarim –ayahanda Mendikbud sekarang. Sudah berdiri pula Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI). Pimpinannya sama: Nono Anwar Makarim. Kakak saya, Sofwati, juga aktif di IPMI –belakangan mengajak saya bergabung ke situ.

Dari bentuk buletin stensilan, Kak Alwy mendirikan harian Mimbar Mahasiswa di . Ikut saja yang dilakukan Nono Makarim di Jakarta. Di Mimbar Mahasiswa, Kak Alwy punya dua wartawan yang hebat: Djok Mentaya dan Anang Adenansi. Mereka dua mahasiswa asli Banjar.

Kak Alwy pun kian jadi tokoh muda ternama di . Nama Alwy As sudah jadi jimat. Sampai-sampai jarang yang tahu kalau ''As'' di belakang nama Alwy itu kependekan dari Alaydrus.

Seperti juga Nono dan Ismet, Alwy memang keturunan Arab.

Begitu seriusnya jadi aktivis, kuliah kak Alwy sendiri ''telantar''. Sudah delapan tahun belum juga lulus. Tinggal skripsi sebenarnya –tapi tidak kunjung selesai. Kelak, ia baru jadi sarjana setelah pindah lagi ke Samarinda. Ia dipaksa oleh rektor Universitas Mulawarman Samarinda: Sang legendaris Sambas Wirahadikusumah.

Kak Alwy memang meninggalkan . Suatu hari kak Alwy bertemu tokoh yang lagi menjabat gubernur baru Kaltim: Brigjen A Wahab Syahrani. "Ikam bulik Samarinda lah. Bantu aku," ujar sang gubernur.

Maka Kak Alwy pulang ke Samarinda. Tanpa ijazah sarjana. Gubernur ingin Alwy baru di Samarinda. Yang seirama dengan misi Orde Baru.

Sebenarnya sudah banyak koran mingguan di Samarinda. Tapi semuanya milik tokoh nasionalis yang juga Sukarnois.

Maka didirikanlah harian Mimbar Masyarakat –mirip Mimbar Mahasiswa yang ia dirikan di .

Saya baru tahu sekarang ini cerita seperti itu. Nasib Mimbar Mahasiswa sendiri, sepeninggal kak Alwy, kurang baik. Pecah. Bertengkar. Antara Djok Mentaya dan Anang Adenansi.

Rupanya diperlukan satu orang Bugis untuk menengahi dua orang Banjar yang hebat-hebat.

Nono Makarim turun tangan. Alwy dipanggil ke . Akhirnya diambil keputusan tegas. Ditenderkan secara kekeluargaan: siapa di antara dua tokoh itu yang mau menjadi pemilik Mimbar Mahasiswa. Tentu dengan membelinya. Uang hasil penjualan dibagi rata.

Djok Mentayalah yang punya uang. Djok yang membelinya. Yang kelak nama Mimbar Mahasiswa itu ia ubah menjadi Post.

"Dua orang itu memang berbeda aliran," ujar Kak Alwy mengenang. "Djok itu berorientasi bisnis. Anang itu idealis," tambahnya.

Post berkembang menjadi koran terbesar di Kalsel. Anang Adenansi belakangan juga sendiri: Media Masyarakat. Tidak pernah bisa mengalahkan B-Post.

Anang sendiri tidak terlalu fokus di media. Ia jadi politisi. Jadi tokoh Golkar. Jadi anggota DPR.

Djok, yang lahir di Mentaya, fokus di bisnis.

Zaman itu banyak tokoh mahasiswa di daerah masing-masing. Rahman Tolleng bikin Mimbar Demokrasi di . Agil Haji Ali mendirikan Mingguan Mahasiswa di Surabaya –kelak menjadi harian Memorandum dan diserahkan ke saya. Tokoh mahasiswa Makassar, Alwy Hamu mendirikan harian Fajar –kelak juga diserahkan ke saya.

Hubungan istimewa Djok Mentaya dengan kak Alwy itulah yang membuat saya tidak berkutik. Biar pun saya berhasil baru di banyak kota di Indonesia saya tidak bisa masuk . "Dahlan, ikam jangan bikin koran di lah," pinta Djok pada saya. Ia tidak ingin B-Post punya pesaing kelas berat.

Saya baru berani di setelah Djok sendiri menjual B-Post ke Kompas. Telat. Gara-gara tenggang rasa dengan teman itu saya telat masuk Kalsel. Saya pun tidak pernah berhasil mengalahkan B-Post.

Kisah yang sama terjadi di ,, dan di . Saya tidak bikin koran di dua kota itu. Saya diwanti-wanti teman sekelas saya yang jadi wartawan di Post: jangan bikin koran di. Saya juga diminta pak Atang Ruswita, pendiri Pikiran Rakyat yang saya hormati, agar jangan masuk .

Itulah sebabnya saya juga telat bikin koran di dan . Yakni setelah teman sekelas saya itu tidak bekerja lagi di Post. Juga setelah Pak Atang Ruswita meninggal dunia.

Kini persaingan seperti itu tidak diperlukan lagi. Yang menyaingi dan yang disaingi sudah sama-sama sulit. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sekap WNA Ukraina, Lima Bule di Denpasar Mengaku Polisi Internasional':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO