Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
83. Wayas-aluunaka ‘an dzii alqarnayni qul sa-atluu ‘alaykum minhu dzikraan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Zulqarnain. Katakanlah, “Akan aku bacakan kepadamu sebagian kisahnya.”
84. Innaa makkannaa lahu fii al-ardhi waaataynaahu min kulli syay-in sababaan
Sesungguhnya Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi dan Kami telah memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
85. Fa-atba’a sababaan
Maka, dia menyusuri suatu jalan.
TAFSIR AKTUAL
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Awal kali menafsir surah al-kahf ini, sudah dikemukakan lebih dulu empat tokoh yang ada pada surat tersebut. Pertama, pemuda goa (ashab al-kahf). Kedua, sosok konglomerat. Ketiga, Khidir dan Musa, dan keempat, representasi pejabat, yakni Dzu al-Qarnain.
Orang-orang kafir Makkah usil banget terhadap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah menanyakan siapa sesungguhnya raja hebat tempo dulu yang berjuluk Dzu al-Qarnain itu?
Soal ini sejatinya bisikan dari seorang pendeta senior kepada al-Nadlr ibn al-Haris guna menguji: apakah Muhammad SAW itu nabi beneran atau abal-abal?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Jadi, kayak iseng, tapi serius. Andai Rasulullah SAW bisa menjawab, maka mereka biasa-biasa saja dan belum tentu mau beriman. Tapi kalau tidak, maka mereka memaki dan menghabisi. Makanya, awal ayat ini dibuka dengan kata tanya, “wa yas’alunak ‘an Dzi al-qarnain...”.
Mengetahui nabi utusan-Nya dikerjai oleh para penggede kafir, Tuhan turun langsung dan menyuruh nabi-Nya agar menjawab dan menyanggupi: “Qul sa’atlu ‘alaikum minh dzikra...”. Oke, jangan khawatir, akan saya jelaskan tuntas. Dan benar seperti pada penuturan ayat berikutnya.
Prolog ini mengajari kita, bahwa nonmuslim itu tidak akan pernah berhenti menyoal dan mencari-cari kelemahan agama islam. Meskipun dengan cara iseng seperti pada sabab nuzul di atas, tapi kita harus siap dan serius menjawab setiap kali ada usilan dari luar. Islam itu agama terbuka dan menantang. Terbuka untuk dikoreksi dan menantang untuk berdialog dengan baik.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Persoalan siapa Dzu al-Qarnain, silang pendapat di antara para mufassirin tidak menemukan titik temu. Tapi ketemu dalam pesan besarnya. Bahwa dia adalah seorang pemimpin besar yang super adil, serba mampu, dan mensejahterakan.
Terhitung ada sekian nama: Hurmus, Hirdis, Sha’b bin Dzi Yazin, dan yang paling populer adalah Iskandar. Tapi itu dibantah, karena Raja Iskandar dari suku Iskandariah berkebangsaan Yunani Maqdunia itu nonmuslim. Sedangkan Dzu al-Qarnain seorang muslim.
Juga masa hidupnya, ada pada era kapan: zaman Nabi Ibrahim, zaman Nabi Musa dan yang terdekat adalah era setelah Nabi Isa A.S. Apakah berkebangsaan Arab, Romawi atau Persia, juga tidak selesai. Dzu artinya pemilik, qarn artinya tanduk. Qarnain, dua tanduk. Sang pemilik dua tanduk.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tentu bukan tanduk beneran kayak tanduk rusa atau banteng. Ini bahasa kiasan, karena manusia tidak punya tanduk. Tanduk adalah bahasa kiasan dari kekuatan. Dzu al-Qarnain, raja yang menguasai dua wilayah besar, Romawi dan Persia, atau dunia barat dan dunia timur waktu itu. Walhasil, dialah raja besar, di mana raja-raja kecil tunduk pada perintahnya.
Jika difisiskan dalam mode, katanya raja Dzul al-Qarnain ini gaya rambutnya model chioda, digelung atau dikuncit dua. Di bagian atas sebelah kanan dan satunya di sebelah kiri, kayak model pendekar cewek China - Saolin. Itu semua tak penting, yang penting adalah esensinya. Begitulah al-Qur’an yang memang bukan buku cerita, tapi pesan ilahi yang filosufis dan mendidik.
Tuhan memberi Dzul Qarnain dua pilar plus satu sebagai penguasa digdaya dan energik. Pertama, Tamkin, “inna makkanah fi al-ardl”. Posisinya di bumi ini sangat kokoh. Ada tamkin pada dirinya, kekuatan serba unggul dan bisa melakukan banyak hal.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Kedua, fadl, “wa atainah min kull syai sababa”. Tuhan menanugerahi kelengkapan kepadanya: kekuasaan, dana, ilmu, teknik, power, kecerdasan, akhlak, dll. Dan ketiga, “fa atba’a sababa”. Memanfaatkan semua kelebihan yang dimiliki untuk umat dengan perencanaan dan strategi yang tepat.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News