BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bojonegoro KH Achmad Maimun Syafii mengingatkan agar Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang pada 1 – 5 Agustus 2015 jangan sampai berujung ramai hanya karena memaksakan sistem pemilihan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) untuk Rais Am.
”Yang repot, pada waktu itu juga Muhammadiyah mengadakan Muktamar. Kalau (Muktamar) kita rame, sedang Muktamar Muhammadiyah berlangsung kondusif, kan malu kita,” kata Kiai Achmad Maimun Syafii kepada BANGSAONLINE.com kemarin malam (Minggu, 24/5/2015).
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
Menurut dia, untuk menghindari konflik atau rame sebenarnya mudah. Semua pihak harus istiqamah dan kembali kepada pedoman organisasi.
”Setiap organisasi kan ada Qur’an dan Haditsnya,” katanya. Artinya, setiap organisasi sudah ada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
”Kalau tak sesuai dengan AD/ART jangan dipaksakan,” katanya sembari menyatakan AD/ART yang sudah jelas tak usah ditafsir lagi dengan berbagai penafsiran.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Ia mengaku hadir dalam dua pertemuan yang digelar PWNU Jawa Timur, baik di Ploso Kediri maupun di Sidogiri Pasuruan. ”Kiai Miftah (Miftahul Achyar-red) menyampaikan AHWA dengan alasan-alasannya,” katanya.
Diantaranya untuk menangkal riswah. “Tapi orang yang menolak AHWA kan berpendapat bahwa AHWA tidak bisa menjamin bersih dari riswah,” katanya.
Lagi pula, menurut dia, juga sulit mencari figur kiai yang akan didudukkan sebagai anggota AHWA. ”Personelnya siapa. Sekarang kan sulit. Misalnya anggota AHWA harus adil, harus mujtahid mutlak. Tapi apa ada manusianya,” katanya.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Karena itu ia mengingatkan agar AHWA jangan dipaksakan kalau tak disepakati mayoritas PCNU atau Muktamirin. Sebab NU bisa rame dan berlarut-larut sehingga mengganggu kesolidan organisasi.
Ia bercerita saat pertemuan di Sidogiri Pasuruan, PWNU Jawa Timur memberi pemahaman bahwa AHWA adalah hasil keputusan Munas di Jakarta. ”Saya sendiri kan tidak tahu karena tak hadir dalam Munas,” katanya.
Menurut dia, dalam pertemuan di Sidogiri itu semua PCNU seolah sudah bulat mendukung AHWA. ”Tak tahu diluar Jawa Timur, apakah seperti itu,” katanya.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Namun ternyata dalam perkembangannya, banyak PCNU yang menggelar pertemuan di wilayahnya masing-masing. Mereka mengkaji AHWA secara obyektif dari berbagai perspektif. Termasuk mencari informasi apa benar AHWA adalah hasil keputusan Munas.
Akhirnya, ”pertemuan itu sekarang tak bulat,” katanya. Karena masing-masing PCNU kini sudah punya dasar sendiri dan punya informasi sendiri tentang AHWA.
Ia mengaku prihatin dengan kenyataan Muktamar NU ke-32 di Makassar yang berlangsung penuh riswah (uang sogok).
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
”Tapi waktu itu saya masih Mustasyar, belum di Syuriah. Jadi saya tak dapat undangan,” katanya. Ia berharap Muktamar NU ke-33 di Alun-Alun Jombang jangan sampai mengulang kasus Muktamar NU di Makassar. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News