JEMBER, BANGSAONLINE.com - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KHA Hasyim Muzadi berharap Muktamar NU yang digelar di alun-alun Jombang, Jawa Timur, menjadi kunci bagi organisasi Islam itu tetap berada di relnya.
"Saat ini NU didesak kiri dan kanan untuk keluar dari relnya, sehingga harapan saya momentum muktamar bisa menjaga NU tetap berada di relnya," kata Kiai Hasyim usai menyampaikan pidato kebangsaan di Universitas Jember, Jawa Timur.
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
Pengasuh dua Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok Jawa Barat itu mempersilakan siapapun maju memimpin organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asyari itu. "Semua boleh maju, asalkan dia orang NU. Harapan saya pemimpin NU nantinya bisa membangun kembali organisasi itu di atas relnya, dan bukan di luar relnya," tuturnya.
Ketua Umum PBNU nantinya, lanjut dia, harus mampu mengendalikan NU untuk kembali kepada jalan organisasi yang benar karena PBNU nantinya akan menjadi urusan negara, bukan hanya warga nahdliyin.
"NU itu pemikiran keagamaan disatukan dalam kebangsaan berdasarkan Pancasila dan NKRI. Kalau di negara ada yang salah, maka diperbaiki, bukan dibongkar negaranya, sedangkan organisasi lainnya kan tidak," papar ulama yang kini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU, KH. Cholil Nafis, PhD menilai bahwa kini banyak pengurus NU yang mulai jarang bahkan tak membaca kitab-kitab pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Akibatnya banyak diantara mereka yang tak menghargai dan tak sepaham dengan ajaran NU sesuai garis Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Padahal mereka adalah pimpinan NU, termasuk pimpinan PBNU.
”Mereka sudah jarang baca Qonun Asasi (NU), Risalah Ahlussunnah Waljamaah dan buku-buku Kiai Hasyim Asy’ari,” kata Kiai Cholil Nafis kepada BANGSAONLINE.com.
Ia memberi contoh pengurus NU yang tertarik terhadap Syiah. ”Padahal Kiai Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Risalah Ahlussunnah Waljamaah sudah menyinggung soal Rafidhah (Syiah),” katanya.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Artinya, dalam pandangan Kiai Hasyim Asy’ari, Rafidhah masuk dalam kategori 71 sekte yang dianggap sesat. ”Jadi mereka itu NU biologis, bukan NU idelogis,” tegas dosen Universitas Indonesia ini.
Mereka, menurut dia, secara paham keagamaan bukan NU, tapi malah menganut paham lain seperti Syiah, Wahabi, Islam Liberal, Hizbut Tahrir dan sebagainya ”Padahal Syiah itu secara ushul (aqidah) kan berbeda dengan NU,” katanya.
Artinya, perbedaan NU dan Syiah bukan perbedaan furuiyah (cabang) seperti yang diyakini Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, tapi perbedaan aqidah yang tak bisa diterima oleh NU.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Sebelumnya, Kiai Cholil Nafis menuturkan bahwa KH Said Aqil Siradj membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Universitas al-Musthafa al-’Alamiyah, Qom, Iran. Qom adalah sebuah kota yang merupakan ibukota Provinsi Qom di Iran. Qom menjadi sebuah kota suci bagi penganut Islam Syi'ah. Kota ini merupakan pusat pendidikan Syi'ah terbesar di dunia.
Menurut Kiai Cholil Nafis, dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Rais Am Syuriah PBNU yang saat itu dijabat KHA Sahal Mahfudz. Dokumen tertanggal 27 Oktober 2011 itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia.
”Saya kopi yang berbahasa Indonesia karena saya gak begitu paham bahasa Persia,” kata Kiai Cholil Nafis yang Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah ini. BANGSAONLINE.com juga menerima dokumen MoU tersebut dalam versi bahasa Indonesia.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Menurut Cholil Nafis, Kiai Said Aqil tak bisa mengelak karena sudah ada dokumen resmi yang dia temukan. ”Di PBNU ada, di Universitas al-Mustafa juga ada (dokumen perjanjian PBNU dengan Universitas al-Musthafa al-’Alamiyah,red),” tegas dosen Universitas Indonesia (UI) itu ketika ditanya dapat dari mana dokumen tersebut. Ia mengaku pernah sekali berkunjung ke Universitas al-Mustafa al-‘Alamiyah. ”Saya kesana mewakili UI dalam urusan akademik,” katanya.
Sementara menjelang Muktamar NU ke-33 yang akan berlangsung pada 1 – 5 Agustus 2015 mendatang, muncul beberapa kandidat Ketua Umum PBNU. Mereka adalah KH Said Agil Siradj (ketua umum PBNU); KH Salahudin Wahid (Gus Solah), pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang; Mashuri Malik, Ketua Laziznu dan M Nuh, mantan Mendiknas. Hanya saja M Nuh yang dikenal sebagai orang kepercayaan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini tampaknya terganjal AD/ART karena belum pernah menjadi pengurus PBNU.
Sedangkan untuk calon Rais Am Syuriah mengarah pada dua nama, yaitu KH Hasyim Muzadi dan KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang kini Rais Am PBNU. Namun hingga berita ini ditulis nama Kiai Hasyim Muzadi paling banyak disebut PWNU dan PCNU di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
Sementara dari Surabaya dilaporkan bahwa dalam Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya yang berlangsung di Pesantren Al-Fatich Jalan Tambak Osowilangun Surabaya terpilih KH Mas Sulaiman sebagai Rais Syuriah dan Ali Burhan sebagai Ketua Tanfidziah PCNU Surabaya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News