SUMENEP, BANGSAONLINE.com - Kepemimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekarang berbeda dengan PBNU periode-periode sebelumnya. Jika PBNU di bawah kepemimpinan Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari dan periode-periode selanjutnya punya akhlak mulia dan sangat menghargai para kiai yang jadi pengurus PWNU, PCNU dan MWCNU, serta kepengurusan NU di bawahnya, maka kepengurusan NU hasil Muktamar NU ke-32 di Makassar ini sudah tak menghargai aspirasi dan keberadaan PWNU, PCNU, MWCNU serta kepengurusan NU di bawahnya. Bahkan mereka berusaha untuk meniadikan eksistensi PWNU dan kepengurusan NU di bawahnya sesuai kehendak hati dan kepentingannya.
Penilaian itu disampaikan Kaum Muda Nahdliyin (KAUMAN) Madura Raya usai konsolidasi bersama puluhan kader muda NU di Sumenep Madura Jawa Timur, Rabu (10/6/2015). Para anak muda NU itu mencontohkan kasus ngototnya PBNU yang akan menggelar Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama (Munas NU) di Jakarta pada 14-15 Juni 2015. Mereka menilai Munas ini tanpa konsep dan digelar hanya untuk kepentingan politik mereka. Mereka bahkan menilai Munas NU tersebut kental nuansa politis.
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
"Kami menolak pelaksanaan Munas NU," terang Koordinator KAUMAN Madura Raya, Rusman Hadi, pada wartawan, usai konsolidasi bersama puluhan kader NU di Sumenep, Rabu (10/6/2015).
Menurut dia, penolakan itu dilakukan karena Munas hendak memaksakan sistem Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) dalam pemilihan Rais Am pada Muktamar ke-33 NU di Jombang awal Agustus mendatang.
"Sejumlah pengurus NU tingkat wilayah dan cabang sebenarnya telah menolak pemberlakukan sistem AHWA. Munas NU yang ketiga kalinya ini jangan dijadikan momentum untuk memaksakan sistem AHWA," paparnya.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Ia menambahkan, PBNU tidak boleh mengabaikan aspirasi pengurus NU di tingkat bawah. Rusman mengaku prihatin atas kondisi kepengurusan PBNU. Pasalnya, NU seolah-olah hanya milik segelintir elit pengurus NU tingkat pusat.
"Bukti kalau PBNU sekarang sudah tidak aspiratif ini adalah dengan memaksakan sistem AHWA. Ingat, NU ini bukan hanya milik pengurus pusat, tapi juga pengurus wilayah dan cabang serta warga NU di bawah," ucap Mantan Ketua Umum PC PMII Sumenep ini.
Salah seorang aktivis KAUMAN yang lain mengungkapkan bahwa sikap PBNU yang memaksakan kehendak ini semakin menguatkan citra buruk kepemimpinan PBNU era sekarang. "Kita sudah mendengar dari PCNU dan PWNU kalau Muktamar NU di Makassar adalah Muktamar NU terburuk karena penuh dengan riswah (money politics). Makanya tak heran jika produk pengurusnya seperti sekarang. Mereka tak mau menghargai kiai (PWNU dan PCNU) di daerah dan hanya nuruti nafsu kepentingannya sendiri," katanya.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Para elite PBNU bahkan mau merombak struktur kepengurusan NU secara radikal, diantaranya, dengan cara menghilangkan Katib Am, A’wan, Mustasyar, dan mengganti PWNU dengan Konsul yang pengurusnya ditunjuk langsung oleh PBNU.
”Tapi setelah draft ini ramai ditolak, kini mereka bilang tak pernah ada niatan seperti itu. Padahal jajaran Syuriah PBNU sudah tahu karena difloorkan dalam rapat dan Munas. Bahkan draft itu sudah terlanjur beredar. Sekarang kok malah gak ngaku. Ini kan akal-akalan. Masak NU diurus orang tak jujur dan tak amanah seperti ini,” katanya.
Dalam rapat pleno PBNU beberapa waktu lalu, diputuskan bahwa Munas NU akan diselenggarakan setelah menyaksikan mayoritas PWNU seluruh Indonesia menolak AHWA. Oleh karena itu, agenda utama Munas NU pertengahan Juni nanti, yakni sosialisasi sistem AHWA.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, Katib Am Syuriah PBNU KH Malik Madani mengakui bahwa Munas NU kali ini digelar setelah sosialisasi AHWA gagal dan mendapat penolakan. "Makanya, PBNU akan mengadakan Munas lagi untuk ketiga kalinya," ujar KH Malik Madani kepada BANGSAONLINE.com.
Dalam tiga acara Pra Muktamar NU yang digelar di Lombok, Makassar, dan Medan, para PWNU dan PCNU yang hadir menolak AHWA. Bahkan, tak hanya menolak AHWA secara lisan, beberapa PWNU dan PCNU yang hadir juga telah menyiapkan surat penolakan berkop resmi PWNU dan PCNU lengkap dengan tanda tangan dan stempel. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News