SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah Dr Muhammad Adnan mengatakan bahwa AD/ART NU hasil Muktamar Makassar 2010 menegaskan pemilihan Rais Am Syuriah dan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU diserahkan kepada peserta muktamar (muktamirin). Menurut mantan ketua Tanfidziah PWNU Jateng itu, AHWA yang diklaim disepakati Munas NU untuk pemilihan Rais Aam dapat dibatalkan di acara muktamar di Jombang, Agustus mendatang. ”Logika hukum dan organisasi kesepakatan Munas bisa dianulir,” ujar Adnan.
Sekedar informasi, PWNU Jawa Tengah selama ini dikenal sebagai pendukung AHWA. Bahkan PWNU Jawa Tengah sudah punya konsep tersendiri tentang AHWA. Namun PWNU Jawa Tengah kini berbalik menolak AHWA setelah ada indikasi rekayasa untuk kepentingan politik menggusur calon Rais Am tertentu demi mempertahankan incumbent.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
(Baca juga: 25 PWNU se-Indonesia Menolak AHWA, Ketua PWNU Jateng: Kalau Seperti itu ya Monggo)
Pemilihan Langsung, menurut Adnan, berdasarkan AD NU hasil Muktamar Makassar, proses pemilihan Rais Am diserahkan sepenuhnya kepada muktamirin. Demikian halnya dengan pemilihan ketua umum tanfidziah PBNU. ”Keputusan tetap di muktamar, bukan di munas,” ujar Adnan yang menjadi kandidat Ketua Umum Tanfidziyah PBNU.
Muktamirin, menurut dia, adalah 565 PWNU dan PCNU (kabupaten/kota seluruh Indonesia) ditambah perwakilan luar negeri. Masing masing Pengurus cabang dan wilayah dapat menyampaikan pandangan sekaligus mengusulkan nama calon.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
”Muktamar adalah forum musyawarah tertinggi dalam NU. Sebab itu di dalam muktamar dapat menetapkan perubahan anggaran dasar (AD). Muktamar pula dapat mengubah mekanisme dan tata cara pemilihan Rais Am dan Ketua Tanfidz.”
Ditegaskan pula oleh Adnan, semua pihak harus paham, sebelum ada keputusan di muktamar maka segala peraturan tetap hukum tetap harus merujuk pada hasil muktamar sebelumnya.
Sementara Arif Zamhari, jubir Jamiyah Thoriqoh Muktabaroh Annahdliyah (JATMAN) menilai klaim kesepakatan munas soal pemilihan Rais Aam itu dipaksakan. Sebab, sebelumnya telah terjadi penolakan pada tiga acara pra muktamar NU yang digelar di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Medan (Sumatera Utara). Dalam pra Muktamar di tiga tempat itu, mayoritas PWNU dan PCNU yang hadir sepakat monolak sistem AHWA.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
(Baca juga: Pra-Muktamar di Lombok, PWNU NTT: AHWA Sudah Pernah Ditolak di Munas-Konbes!)
(Baca juga: muktamar-nu-di-makassar-hujan-interupsi-10-pwnu-kompak-menolak" target="_blank">Bahas AHWA, Pra Muktamar NU di Makassar Hujan Interupsi, 10 PWNU Kompak Menolak)
(Baca juga: muktamar-nu-di-medan" target="_blank">Lagi, PWNU dan PCNU Tolak AHWA dalam Pra Muktamar NU di Medan)
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Seperti diberitakan, Munas Alim Ulama yang digelar PBNU diklaim menyepakati Rais Aam PBNU dipilih lewat AHWA. "Pemilihan Rais Aam secara otomatis akan diterapkan dalam Muktamar yang akan dilaksanakan bulan Agustus mendatang," ungkap pimpinan sidang Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Ishomuddin, dalam siaran pers yang diterima, Senin (15/6/2015). (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News