SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Ternyata banyak sekali kejanggalan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Sabtu (14/6/2015) lalu. Berbagai kejanggalan ini diungkap dalam Kompasiana oleh Agus Kurdiono. Ia mencontohkan round down acara Munas yang hanya dipersiapkan dalam waktu 2 jam.
”Jadwal dan round down acara Munas dirancang hanya 2 jam, antara 19.30-22.30 WIB. Cukup kilat untuk sebuah acara permusyawaratan yang katanya tingkat nasional,” tulis Agus Kurdiono.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Agus Kurdiono bahkan mengungkap 17 kejanggalan Munas. Diantaranya adalah waktu pelaksanaan Munas dipaksakan. Padahal Muktamar NU sudah dekat, yaitu 1 - 5 Agustus 2015. Selain itu pelaksanaan Munas pincang karena dilaksanakan tanpa Konferensi Besar (Konbes).
Agus Kurdiono juga mempersoalkan bahwa Munas yang merupakan forum syuriah justeru di-pawangi oleh jajaran tanfidziyah yang mendominasi forum, seperti Ketua Umum PBNU, Sekretaris Jendral, Bendahara Umum, dan ketua-ketua lajnah/lembaga. "Loh, ini acaranya syuriyah apa tanfidziyyah?," tulisnya.
Ia juga mengungkap soal mobilisasi kiai di tingkat PCNU agar ikut Munas. Padahal menurut AD/ART peserta Munas dan Konbes adalah PWNU. Ketika kiai itu ditanya siapa yang memobiliasi kiai PCNU, ia menjawab Ansor. Ini Munas NU atau Ansor? Kok bisa Ansor ikut-ikutan mau mengendalikan NU.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Selain itu, menurut dia, kiai-kiai di jajaran Syuriah PBNU banyak yang tak hadir dalam Munas itu. Katib Am Syuriah PBNU Prof Dr KH Malik Madani tak datang. Bahkan Rais Syuriah KH Masdar F Mas’udi yang dijadwalkan mimpin sidang juga tak hadir sehingga digantikan KH Ahmad Ishomuddin.
Jadi hanya sedikit kiai jajaran Syuriah yang hadir. Yang banyak justru jajaran Tanfidziah. Mulai Ketua Umum PBNU Dr KH Said Aqil, Sekjen PBNU Marsudi Suhud, sampai Bendahara Umum PBNU Bina Suhendra dan lainnya hadir semua.
Sebelumnya, BANGSAONLINE.com memberitakan bahwa dalam Munas itu peserta yang menolak AHWA tak bisa bicara leluasa. Ketua PWNU Banten KH Makmur Masyhar mengungkapkan bahwa setiap PWNU berbicara langsung dipotong oleh pimpinan sidang jika arahnya menolak Ahwa. Karena itu ia menilai Munas telah direkayasa secara vulgar.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
(Baca Juga: PWNU Banten Ungkap Kecurangan Munas NU: Setiap Mau Ngomong Dipotong)
Bahkan Rais Syuriah Sulawesi Tengah Dr KH Jamaluddin Maryajang menilai PBNU telah merendahkan PWNU dan PCNU, terutama karena memaksakan AHWA dalam Munas. Kiai Jamaluddin menilai bahwa penolakan AHWA yang massif tapi tak digubris oleh PBNU bakal berimplikasi serius bagi PBNU.
(Baca juga: Dr KH Jamaluddin, Rais Syuriah Sulteng: PBNU Langgar Organisasi dan Lecehkan AD/ART)
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Penilaian hampir serupa disampaikan KH Drs. H. A. Ghozali Masruri, salah seorang tokoh NU pelaku sejarah AHWA dalam Muktamar NU ke-27 pada 1984 di Situbondo. Ia menyayangkan langkah PBNU menggelar Munas yang ternyata direkayasa untuk menggiring peserta kepada AHWA pada Sabtu (14-15/6/2015). ”Ini kondisioning,” kata Kiai Ghozali Masruri kepada BANGSAONLINE.com, Senin (15/6/2015). Kini Kiai Gozali menjabat sebagai Ketua Lajnah Falakiah PBNU. ”Kalau ada apa-apa saya tak bertanggungjawab terhadap Allah Swt,” katanya. (tim)
(Baca juga: KH Ghozali Masruri: Munas Kondisioning, Saya tak Bertanggung Jawab kepada Allah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News