SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sidang agenda eksepsi kasus perampokan rumah Dinas Wali Kota Blitar, Santoso dengan terdakwa Samanhudi Anwar, sempat diwarnai drama negosiasi.
Setelah hakim memberikan ultimatum terhadap tim pengacara terdakwa, agenda tersebut akhirnya berlangsung, Jumat (28/7/2023).
Baca Juga: Usai Ditangkapnya 3 Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur, PN Surabaya Dipenuhi Karangan Bunga
Sama seperti sebelumnya, sidang kembali digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Sidang tersebut berlangsung sekitar pukul 9.00 WIB. Tim pengacara saat itu, membacakan 10 lembar nota eksepsi. Poin-poinnya pihak pengacara, termasuk terdakwa tak terima perkara tersebut disidangkan di PN Surabaya.
Pihak pengacara menilai, Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa Samanhudi Anwar.
Baca Juga: OTT Kasus Suap Perkara Ronald Tannur, 3 Hakim PN Surabaya Dikarantina 14 Hari
Sebab, menurutnya dalam surat dakwaan penuntut umum dijelaskan terdakwa Samanhudi Anwar memberikan keterangan seluk-beluk rumah dinas Wali Kota Blitar sehingga 5 terdakwa lain melakukan aksi perampokan.
Dalam keterangannya, pembela terdakwa menyebut perkara itu paling pas kalau diadili di PN Blitar.
"Perkara yang didakwakan kepada klien kami bukan tindak pidana ekstra ordinary crime seperti; terorisme, SARA ataupun ujaran kebencian. Menurut kami, pengalihan sidang di PN Surabaya sangat subyektif dan tidak berdasar jika karena alasan keamanan," ucap Irfana Jawahirun Maulida, salah seorang penasihat hukum Samanhudi.
Baca Juga: Tim Kurator PT GML dan KPKNL Malang Digugat Pemegang Saham
Irfana meyakini, alasan keamanan tidak masuk akal karena perkara ini pernah juga disidang di PN Blitar. Terdakwa pernah mengajukan praperadilan di sana.
Saat itu, kata Irfana, semua berlangsung aman-aman saja.
Sementara itu, Mia Amiati Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pernah mengatakan bila sidang digelar di PN Blitar terlalu beresiko mengganggu keamanan.
Baca Juga: Dituntut 2,6 Tahun, Begini Pledoi Samsudin Blitar Dalam Sidang Pembelaan
Mengingat latar belakang terdakwa dan korban adalah tokoh. Terdakwa Samanhudi mantan Wali Kota Blitar dua periode, sedangkan korban Santoso berstatus wali kota aktif.
Kasus Samanhudi ini melibatkan 5 residivis perampok. Di antaranya Mujiadi, Ali Jayadi, Asmuri, Okky Suryadi dan Medi alias Ando (Buron). Mereka ketemu saat sama-sama menjalani hukuman di Lapas Sragen.
Selama di Lapas Sragen, Mujiadi sering ngobrol dengan Samanhudi. Terutama saat semua napi diizinkan keluar blok. Sampai pada akhirnya keduanya bertukar cerita tentang topik kenapa bisa masuk penjara.
Baca Juga: Terdakwa Kasus Narkoba asal Karang Empat Surabaya Divonis 1 Tahun Penjara
Politisi PDIP itu menduga, dirinya masuk penjara karena dijebak wakilnya, Santoso.
Ia menyebut, sakit hati terhadap Santoso. Kemudian, Samanhudi melanjutkan obrolan dengan menceritakan situasi dan kondisi rumah dinas Walikota Blitar yang tengah ditempati Santoso.
Samanhudi mengatakan, di rumah dinas tersebut ada uang tunai sekitar Rp800 Juta-Rp1 Miliar yang disimpan Santoso di dalam brankas yang berada di kamar santoso. Sementara itu, Santoso sendiri tidak pernah menyimpan uang tersebut di kantor, sebab rawan terkena OTT KPK.
Baca Juga: Dua Kurator Divonis 2 Tahun Penjara, Bukti Adanya Mafia Kepailitan dan PKPU di Pengadilan Niaga
Samanhudi dalam kasus ini bisa dikatakan otak perampokan, akibatnya didakwa dengan Pasal 365 ayat 2 ke 1 dan ke 2 KUHP dan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. (rus/sis)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News