Kiai Asep dan Syaikh dari Libanon Ceramah Pendidikan Islam di Pesantren Muslimah Tuban

Kiai Asep dan Syaikh dari Libanon Ceramah Pendidikan Islam di Pesantren Muslimah Tuban Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA dan Syaikh Ibrahim Al-Jailani dari Lebanon dalam acara Doa Bersama, Istighatsah dan Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE di Pondok Pesantren Modern Muslimah Tuban, Selasa (1/8/2023). Foto: M Mas'ud Adnan/bangsaonline

TUBAN, BANGSAONLINE.com – Pondok Pesantren Modern Muslimah Tuban menggelar acara Doa Bersama, Istighatsah dan Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan karya M Mas’ud Adnan, CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE, Selasa (1/8/2023). Pesantren yang diasuh Gus Anshori Muhammad itu kini memiliki 300 santri.

Pesantren ini baru berdiri. “Pondok ini berdiri lima tahun lalu,” kata Gus An – panggilan Anshori Muhammad.

Hadir dalam acara itu Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA dan Syaikh Ibrahim Al-Jailani dari Lebanon. Syaikh Ibrahim adalah kerurunan ke-28 Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani yang populer sebagai Sulthanul Auliya’.

Hadir juga Ketua DPRD Tuban Miyadi dan Kepala Kemenag Tuban Ahmad Munir serta M Mas’ud Adnan selaku penulis buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan.

Menurut Gus An, Miyadi selama ini banyak berperan dalam pendirian dan pengembangan pondok pesantnren Muslimah. Bahkan Miyadi inilah yang mengawal sejak awal berdiri.

Kepada BANGSAONLINE, Miyadi juga mengaku banyak membantu. “Ya memang saya sejak awal membantu,” kata ketua DPC PKB Tuban itu kepada BANGSAONLINE usai acara.

Dalam taushiahnya, Syaikh Ibrahim menekankan pentingnya istiqamah dalam mengelola pendidikan. Menurut dia, meski santrinya sedikit dan tidak populer, tapi jika istiqamah, kelak akan besar pada akhirnya.

“Yang penting dapat ridla Allah,” katanya.

Yang menarik, Syaikh Ibrahim Al Jailani langsung tertarik berkunjung berkunjung ke Pondok Pesantren Amanatul Ummah ketika berkenalan dengan Kiai Asep. Syaikh Ibrahim memang sempat bercakap-cakap pakai bahsa Arab dengan Kiai Asep saat bertemu di panggung acara.

Bahkan usai acara Syaikh Ibarahim masih menemui Kiai Asep saat pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah itu makan bersama rombongan.

Syaik Ibrahim mengaku akan berkunjung ke Amanatul Ummah. Bahkan Syaikh Ibrahim sempat mendoakan Kiai Asep agar selalu sehat dan panjang umur.

Kiai Asep mengaku sangat setuju dengan pendapat Syaikh Ibrahim Al-Jailani. Menurut dia, mengelola pendidikan atau pesantren memang harus istiqamah.

“Saya sendiri selalu istiqamah mengajar santri tiap pagi,” kata ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.

Kiai Asep mengaku mengaji kita-kitab sederhana. Yaitu Shorof, Fathul Qorib.

Selain dua kitab tersebut Kiai Asep juga membaca kitab Mukhtarul Ahadits di depan ribuan santrinya.

“Karena santrinya memang kecil-kecil, tapi mereka menguasai bahasa Inggris, matematika, bahasa Arab dan lainnya,“ katanya.

Kiai Asep mengaku tak hanya mengaji. Menurut Kiai Asep, di tengah memberikan pengajian kitab itu Kiai Asep selalu memberikan motivasi.

“Ada penyemangatan, “ kata Kiai Asep.

Diantaranya mereka diajak mengikrarkan visi misi Amanatul Ummah di sela-sela pengajian kitab. Sehingga mereka punya motivasi kuat untuk belajar.

Pada sesi dialog ada dua perempuan mengajukan pertanyaan. Pertama, bagaimana menyelamatkan pendidikan NU terutama di wilayah pinggiran dari pengaruh HTI dan Wahabi.

Kedua, bagamana dengan lembaga pendidikan modern tapi masih belum memasukkan unsur-unsur modern seperti bahasa Inggris.

Kiai Asep mengatakan bahwa lembaga pendidikan NU harus menguatkan pelajaran Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja). Ia juga mengungkap tentang keputusan Bahtsul Masail pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984.

Saat itu terjadi perdebatan apakah sistem pendidikan pesantren tetap pada sistem sorogan dan bandongan atau akan mengambil sistem klasikal. Pengajian bandongan adalah kiai membaca kitab sedang santri menyimak dan memaknai kitabnya masing-masaing.

Sedang sorogan adalah santri membaca kitab yang dkaji, sementara kiai menyimak untuk mengontrol atau mengoreksi bacaan santrinya.

Menurut Kiai Asep, bahtsul masail muktamar ke-27 NU di Situbondo memutuskan mempertahankan sistem lama yang dianggap baik dan mengambil sistem atau metode baru yang dianggap lebih baik.

“Para kiai peserta bahtsul masail berpegang pada kaidah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah,” kata Kiai Asep. Artinya emelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.

Gus An mengaku sangat bersyukur Kiai Asep bisa menghadiri acara pesantren yang diasuhnya. Ia mengaku sudah lama ingin dihadiri Kiai Asep. Ia mengaku ingin mendapat barakah.

“Maturnuwun Yai,” kata Gus An sembari mencium tangan Kiai Asep. (MMA)