SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Gorontalo H Mansur Basir , MA, mengomentari pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama yang tanpa disertai Konferensi Besar (Konbes) yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Sabtu (14/6/2015) lalu. Menurut dia, elit PBNU sengaja meniadakan Konbes untuk menghindari jajaran Tanfidziah. ”Yang paling aktif berdiskusikan memang Tanfidziah,” kata H Mansur Basir kepada BANGSAONLINE.com tadi malam (Jumat, 28/6/2015)
Ia menjelaskan bahwa elit PBNU punya kepentingan untuk mengegolkan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) untuk pemilihan Rais Am dalam Munas tanpa Konbes itu. ”Indikasinya jelas sekali. Karena itu tanpa Konbes,” katanya.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Dengan demikian, kata dia, hanya jajaran para kiai Syuriah yang dihadirkan. Nah, kalau para kiai yang hadir, kata dia, tak bakal banya bicara. ”Paling ya gimana baiknya sajalah,” katanya,.
Ia menolak AHWA diberlakukan pada Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang. Sebab selain tak sesuai dengan AD/ART juga memangkas partisipasi para pengurus NU di daerah dalam Muktamar.
“Memlilih Rais Am lewat para Rais Wilayah dan Cabang itu bagian dari kecintaan dan partisipasi wilayah dan cabang dalam Muktamar. Kalau hanya diwakili 9 orang gimana. Bisa-bisa mereka tak hadir dalam Muktamar kalau merasa sudah diwakili dalam memilih pemimpinnya,” tegasnya sembari mengatakan bahwa istilah head to head atau kiai diadu dengan kiai yang dijadikan alasan AHWA sangat tidak tepat karena sejak dulu pemilihan langsung sudah diberlakukan NU dan tak ada pernah ada masalah.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
”Istilah itu diciptakan PBNU untuk mendukung AHWA aja,” katanya..
Ia menegaskan bahwa pemilihan Rais Am dan Ketua Umum PBNU seperti yang diatur dalam AD/ART selama ini sebenarnya sudah mencerminkan AHWA. Ia mencontohkan representasi umat Islam di Gorontalo.
”Jumlah umat Islam Gorontalo 1.100.000 orang. Wajar kan kalau dalam Muktamar NU nanti diwakili Rais dan Ketua Wilayah dan Cabang,” katanya sembari menegaskan bahwa di Gorontalo ada 6 PCNU. Berarti 1.100.000 umat Islam itu diwakili 7 wakil pemilih, yaitu 1 Rais PWNU dan 6 PCNU.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
“Jadi Rais dan Ketua PWNU dan PCNU ini represestasi dari warga NU di wilayahnya masing-masing,” katanya.
Ia mengutip pendapat KH Masdar Farid Mas’udi, Rais Syuriah PBNU yang mengatakan bahwa pada era sahabat Abu Bakar jumlah umat Islam masih sangat sedikit. Jadi wajar kalau pemilihan pemimpin saat itu diwakil 6 atau 7 orang. ”Sekarang jumlah warga NU 80 juta sampai 90 juta,” katanya.
Menurut dia, PWNU yang mendukung AHWA hanya sedikit. ”Hanya DKI, Jawa Barat, Jawa Timur. Jawa Timur pun pecah,” katanya.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Sekedar informasi, dalam Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) PWNU Jawa Timur pada 13 Juni 2015 sebanyak 40 PCNU dari 44 PCNU se-Jawa Timur menolak AHWA. ”Kalau (PWNU) di luar Jawa menolak (AHWA) semua,” katanya.
(Baca juga: 40 PCNU dari 44 PCNU se-Jawa Timur Menolak AHWA dalam Musker PWNU Jatim)
Meski demikian ia mengingatkan agar para peserta Muktamar tidak lengah. Menurut dia, pengalaman kasus Munas yang direkayasa sedemikian rupa, maka dalam Muktamar pun bisa jadi juga direkayasa. Apalagi lokasi Muktamar yang tak terkonsentrasi pada satu tempat. Bahkan lokasi Muktamar berpencar ke empat pesantren, di samping pembukaan dan pleno di alun-alun Jombang.
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
”Melihat tempat sidang komisi yang berjauhan dengan tempat penginapan, bisa jadi penjemputan peserta nanti telat. Lalu sidang belum kuorum sudah didok dengan alasan tak ada peserta,” katanya.
Seharusnya, kata dia, cara-cara tak etis dan tak sesuai dengan ahklak NU jangan dilakukan, meski ingin memenangkan jagonya. ”Semoga saja ada keajaiban,” doanya.
Kabarnya, sidang komisi organisasi ditempatkan di Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang. Sementara sidang komisi yang tak penting seperti rekomendasi ditempatkan di Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: Muktamar NU, Yahya Staquf, Birahi Politik, dan Sandal Tertukar
Dari serangkaian rekayasa yang selama ini sudah terjadi semakin jelas, calon mana yang ambisi dan mana yang lillahi ta’ala untuk memperbaiki dan memajukan NU. ”Seharusnya, meski takut kepada seorang tokoh (calon) tertentu, jangan melakukan like and dislike secara berlebihan,” katanya sembari menegaskan bahwa ia secaa pribadi cenderung mendukung KHA Hasyim Muzadi sebagai Rais Am .
Ia menilai bahwa dalam Muktamar inilah nanti akan ditentukan. Menurut dia, pertarungan dalam Muktamar dipastikan sengit. Apalagi kalau PBNU dan panitia memaksakan kehendak melawan aspirasi mayoritas Muktamirin. ”Bisa jadi nanti terjadi people power dan walk out. Karena itu saya berpentingan hadir untuk menyaksikan,” tegasnya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News