JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Sidang lanjutan dalam dugaan penggelapan cincin kawin dengan terdakwa Yeni Sulistiyowati (78), yang dilaporkan mantan menantunya sendiri yakni, Diana Soewito, memasuki agenda keterangan saksi.
Dalam agenda sidang lanjutan yang digelar di ruang Kusuma Atmaja, Pengadilan Negeri (PN) Jombang, pada Kamis (14/12/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU), menghadirkan 2 saksi, satu dari pihak notaris yakni Heryanto Tjang dan satu lagi saksi ahli hukum asal Univesitas Brawijaya (UB) Malang, Priyo Djatmiko.
Baca Juga: Pria dari Tuban Tewas Tersangkut Kabel Putus di Jombang
Dalam sidang tersebut, dipimpin Ketua Majelis Hakim Muhammad Riduansyah beserta hakim anggota Ida Ayu Masyuni dan Bagus Sumanjaya. Tampak pula JPU Aldi Demas, serta penasihat hukum terdakwa, Sri Kalono Dkk.
Sedangkan, terdakwa Yeni Sulistiyowati (78), hadir melalui daring dari rumahnya. Begitu juga dengan saksi ahli dari UB Malang, DR Priyo Djatmiko hadir melalui daring.
Saksi dari pihak notaris yang pertama memberikan keterangan dalam sidang tersebut. Ia menjelaskan secara panjang lebar tentang Surat Keterangan Waris (SKW), yang ia terbitkan pada Januari 2023. Dan mengatakan pernah didatangi Diana Soewito di kantor notaris miliknya.
Baca Juga: Satresnarkoba Polres Jombang Amankan 2 Pengedar Narkoba Beserta 81,12 Gram Sabu
Kedatangan Diana yaitu untuk mengurus surat keterangan waris. Sejumlah persyaratan pun dibawa di antaranya, identitas atau KTP Diana dan almarhum suaminya, kutipan akta nikah, akta kematian Subroto (suami Diana) serta Kartu Keluarga(KK).
"Pihak kami kemudian menyurati Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) terkait ada tidaknya surat wasiat dari almarhum. Ternyata di Depkumham belum ada surat wasiat," terang Heryanto.
"Atas dasar tersebut, kantor kami kemudian menerbitkan SKW untuk Diana Soewito. Karena segala persyaratannya sudah terpenuhi," imbuhnya.
Baca Juga: Ujicoba Pembelian dengan QR Code, Konsumen Pertalite di Jombang Beri Apresiasi
Sementara, saat saksi ahli hendak memberikan keterangan, pihak JPU lebih dulu menerangkan contoh kasus kepada Priyo terkait kasus yang melibatkan menantu dan mertua itu.
Diungkapkan JPU, bahwa A (Diana) dan B (Suaminya) menikah secara agama Budha pada 2016. Hal itu dikuatkan dengan kutipan akta perkawinan pada 19 Apil 2016. Pernikahan keduanya tidak dikaruniai anak.
Dalam perkawinan tersebut juga tidak ada perjanjian pra-nikah. Harta mereka bercampur. Ayah kandung A kemudian memberikan perhiasan cincin putih bertahta berlian dengan harga Rp89 juta sebagai hadiah. Sedangkan, keduanya membeli sepasang cincin kawin emas seharga Rp15 juta.
Baca Juga: Jadi Gunjingan Warga, Oknum Kades di Jombang Gadaikan Mobil Siaga Desa dan Motor Dinas
Dari perjalanan perkawinan tersebut, suami Diana kemudian sakit dan pulang kerumah orang tuanya yakni Yeni. Saat sakit dan akhirnya meninggal dunia, ia menitipkan barang-barang berharga kepada ibunya, yakni cincin berlian, sepasang cincin kawin dan HP.
Setelah suami Diana meninggal dunia, terbitlah akta waris bahwa Dianalah ahli waris satu-satunya. Pertanyaannya, cincin dan HP tersebut siapa yang berhak memiliki?
"Berdasarkan hukum keperdataan, kalau sudah kawin, hadiah perkawinan tersebut merupakan haknya istri. Kalau si B meninggal, maka harta itu haknya A sebagai ahli waris. Jika dikuasi oleh orang lain maka masuk pada ranah penggelapan atau pasal 372 KUHP. Karena barang tidak diserahkan kepada A," ucap Priyo.
Baca Juga: Perangkat Desa di Jombang Ditangkap Usai Terlibat Illegal Logging
Menurutnya, kuwajiban Yeni harus mengembalikan kepada ahli waris barang-barang tersebut. "Karena suami sudah meninggal, maka hak waris tunggal adalah istri," terang Priyo menandaskan.
Dikatakan Priyo, dalam kasus ini unsur pidana penggelapan sudah terpenuhi. Karena menguasai hak orang lain dengan cara melawan hukum. "Pertama yang dimiliki adalah barang milik orang lain, baik secara formil maupun materiil," tegasnya.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Sri Kalono menanyakan bahwa terdakwa sudah memiliki itikad untuk mengembalikan barang-barang tersebut. Namun pelapor tidak mau menerima. Namun dalam sidang tersebut dipatahkan. Karena upaya pengembalian tersebut setelah kasus ini menggelinding ke ranah hukum atau sudah ditangani kepolisian.
Baca Juga: Polisi Kantongi Identitas Perampok Minimarket di Jombang
"Artinya perbuatan melawan hukumnya itu ada. Pasal 372 itu unsurnya kumulatif. Yakni, memiliki, sengaja, barangnya milik orang lain. Kalau ingin mengembalikan barang ketika kasus ini sudah masuk ke polisi, dan korban tidak mau menerima, itu nanti kebijakan penyidiknya. Ketika korban meminta tapi tidak diserahkan itu menjadi kebijaksanaan hakim terkait sanksi pidananya," ujar Priyo.
Terpisah, Kuasa hukum Diana Soewito, yakni Andri Rochmad Martanto mengatakan, bahwa fakta persidangan yang diungkapkan oleh dua saksi sangat jelas. Baik itu diungkapkan oleh saksi notaris maupun ahli hukum.
"Dari keterangan saksi sangat jelas. Sehingga kami yakin apa yang telah kami laporkan 99,9 persen terbukti pidananya. Kita sudah dengarkan sendiri bagaimana keterangan saksi-saksi tadi," pungkasnya. (aan/mar)
Baca Juga: Perampokan Minimarket di Jombang, Rp62 Juta Amblas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News