Julukan Baru Jokowi, Presiden Pelemah KPK, Benarkah?

Julukan Baru Jokowi, Presiden Pelemah KPK, Benarkah? Presiden Joko Widodo mengucapkan selamat kepada Firli Bahuri usai dilantik sebagai ketua KPK di istana presiden Jakarta, Jumat (20/12/2019). Foto: Antara/detik.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ternyata tatanan negara - di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo banyak mengalami kerusakan parah. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (), salah satu institusi negara yang semula berperan sangat strategis dalam pemberantasan korupsi, dilumpuhkan oleh Jokowi. Padahal merupakan anak kandung reformasi. Bahkan didirikan lantaran kepolisian dan kejaksaan dianggap tak memadai dalam upaya pemberantasan korupsi.

Belum lagi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurut majalah Tempo melahirkan “anak haram konstitusi” yaitu Cawapres Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.

Baca Juga: KPK Periksa Bupati Karna di Polres Bondowoso, Sejumlah Nama ini Turut Masuk Jadwal

Majalan Tempo bahkan kini memberikan julukan baru pada Jokowi. Yaitu sebagai presiden paling jago dalam melemahkan .

“Dalam hal melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Joko Widodo memang jagonya,” tulis opini Majalah Tempo edisi 18-24 Desember 2023.

Menurut catatan Tempo, berkali-kali pemeritah dan DPR berusaha merevisi Undang-Undang sejak 2010. Baru pada akhir periode pertama pemerintahan Jokowi sukses melemahkan . Perubahan Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 disahkan DPR pada 17 September 2019 dengan mengabaikan penolakan publik secara yang masif. Bahkan, ironisnya, Undang-Undang itu hanya dibahas dua pekan.

Baca Juga: Peringatan Harkodia di Pasuruan, Pj Gubernur Jatim Tekankan Pilar Utama Pencegahan Korupsi

“Sejak itulah independensi hilang,” tulis Tempo.

Lembaga anti rusuah itu berada di bawah presiden dengan anggota Dewan Pengawas dipilih oleh kepala pemerintahan. Gilanya, para penyidiknya pun jadi aparatur sipil negara.

“Pengajuan Firli Bahuri sebagai calon Ketua semakin membuktikan pelemahan itu,” tulis Tempo lagi.

Baca Juga: Alasan PDIP Pecat Jokowi dan Kelucuan Pidato Gibran Para-Para Kiai

Firli adalah jenderal polisi yang banyak melakukan pelanggaran etik saat menjabat Deputi Penindakan pada 2018-2019.

Menurut Tempo, keinginan melemahkan datang dari Jokowi sendiri. Ia menganggap terlalu kuat sehingga mengganggu pembangunan. Menurut dia, banyak program kepala daerah macet karena diawasi . Waktu itu baru saja menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebagai tersangka korupsi proyek infrastruktur yang memakai dana otonomi khusus.

Baca Juga: Menteri ATR/BPN Hadiri Puncak Hakordia 2024

Sikap Jokowi menolak mempertahankan independensi hari-hari ini menjadi penting di tengah kontroversi Ketua 2015-2019 . Kepada Kompas TV, Agus diminta Jokowi menghentikan penyidikan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elekronik yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto. Menjelang pemilihan presden 2019, Jokowi tengah membangun koalisi dengan Partai Golkar yang kala itu dipimpin Setya.

Permintaan Jokowi itu membuktikan bahwa Presiden telah bergerak melemahkan Komisi sebelum Undang-Undang direvisi. Untuk memperkuat pemerintahannya, Jokowi rela membiarkan korupsi merajalela.

Pembangunanisme Jokowi mengantarkannya pada hipotesis sungsang: makin ketat pembangunan dijaga dari para maling, makin tertatih-tatih roda pembangunan. Jokowi tampak setuju pada adagium politikus bahwa korupsi adalah oli pembangunan.

Baca Juga: Sidang Restitusi, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Tuntut Rp17,5 M dan Tagih Janji Presiden

Analisis lain menyebutkan Presiden sedang memberi gula-gula agar DPR menyeujui usul pemerintah membentuk Undang-Undang Cipta Kerja. Aturan ini mengoreksi hampir 90 undang-undang yang dianggap menyulitkan investasi. Disahkan DPR pada Oktober 2020, Undang-Undang Cipta Kerja secara brutal mengabaikan tata kelola, termasuk peraturan yang menjaga lingkungan, atas nama pembangunan.

Dalam banyak wawancara dengan media di awal periode kedua pemerintahannya pada 2020, Jokowi mengatakan akan memprioritaskan pembangunan melalui investasi seraya menomorduakan perlindungan lingkungan dana hak asasi manusia. Omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja adalah cara Jokowi mewujudkan keinginannya itu.

Dengan kata lain, argumentasi itu memperkuat fakta bahwa pembangunanisme Jokowi adalah biang keladi pelemahan . “Keladi” lain adalah kepentingan politikus DPR. Selama 20 tahun usia , lembaga ini mengungkap 344 kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR – terbanyak ketiga setelah pengusaha dan pejabat pemerintah.

Baca Juga: JPU KPK Kabulkan Pembukaan Rekening Gus Muhdlor

Kekuasaan, tulis sejarawan Inggris, Lord Acton, dalam suratnya kepada Gereja Katholik Roma pada 1887, cenderung korup. Karena itu, kekuasaan – di tangan Jokowi atau bukan – cenderung tak suka pada pemberantasan korupsi. Kini nasi sudah basi dan tak sekedar jadi bubur. Ke depan, penguatan kembali membutuhkan kerja keras yang tak mudah.

Soal pemberantasan korupsi, tiga kandidat presiden 2024-2029 baru sekedar menanam tebu di bibir. Disokong partai yang punya rekam jejak dalam pemberantasan korupsi, siapapun yang terpilih tahun depan tak akan bisa berbuat banyak. Pembiayaan politik yang kotor dan tak transparan juga akan menyandera mereka setelah nanti terpilih.

Yang menyedihkan bukan tak mungkin terjadi: diam-diam presiden terpilih berterimakasih kepada Jokowi karena telah melempangkan jalan bagi penguatan korupsi.

Baca Juga: Rocky Gerung Ajak Pemuda di Surabaya Kritis Memilih Pemimpin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO