Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'i
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr KH A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Abiya: 34-35. Selamat mengikuti.
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
AL-ANBIYA’ : 34-35
TAFSIR
Setelah Allah SWT menegaskan eksistensi-Nya sebagai Tuhan satu-satunya yang mesti disembah dengan mengemukakan argumen-argumen wujudnya alam ini, langit, bumi, matahari, rembulan, malam, siang dan lain-lain, kini Tuhanmenjawab ocehan mereka terhadap diri Rasulullah SAW.
Mereka terus mengolok-olok Rasulullah SAW dengan berbagai cara. Dituduh sebagai tukang sihir, gila hormat, panyair dan lain-lain, “..Halah, Muhammad itu tidak ada apa-apanya, tak ubahnya seperti penyair Bani Fulan, penyair kampung. Biarkan saja, nanti akan mati sendiri…”. “ … sya’ir natarabbash bih raib al-manun”.
Kemudian Tuhan menjawab ocehan mereka itu dengan turunnya ayat ini. Dalam artian, bahwa kematian pasti menimpa setiap makhluq bernyawa. Nabi-nabi terdahulu juga mati dan tidak ada yang kekal, hidup terus sepanjang masa. Tidak terkecuali Rasulullah Muhammad SAW. Mosok, kamu (wahai Muhammad) mati, sementara rasul-rasul sebelum-mu hidup terus. ”..afa’in mitta fahum al-khalidun”.