GRESIK, BANGSAONLINE.com - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Fajar Trilaksana (FT), Andi Fajar Yulianto, menyikapi gugatan sengketa pemilu presiden 2024 yang diajukan Paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Setelah mencermati materi gugatan yang dilayangkan paslon 01 dan 03 ke MK dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilpres 2024, Fajar meyakini gugatan kedua paslon akan ditolak atau tak diterima oleh MK.
Baca Juga: Bawaslu Kabupaten Pasuruan Rekom Pemecatan 2 Sekretariat PPS Pendukung Paslon 02
Ia menganalogikan PHPU hasil pemilu presiden 2024 di MK seperti pertandingan perlombaan catur, tidak lebih dari perebutan kepastian juara 2 dan 3.
"Artinya apa, PHPU kali ini adalah bentuk perjuangan menekan jumlah hasil pilpres yang telah diumumkan resmi KPU RI agar upaya paksa perolehan Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka turun di bawah 50 persen, dan akhirnya masuk klasifikasi pertandingan 2 putaran. Ini dasarnya pasal 5 huruf a Peraturan Mahkamah Konstutusi (PMK) nomor 4 tahun 2023," bebernya.
Ia menjelaskan bahwa setiap keberatan dan protes atas setiap kebijakan keputusan pihak penyelenggara pemilu sudah sangat gamblang dan terang benderang diatur dalam perundangan yang berlaku.
Baca Juga: Debat Terakhir Pilkada Nganjuk 2024, Setiap Paslon Gelar Konferensi Pers
Fajar pun lantas menjelaskan seputar pokok- pokok penyelesaian sengketa/pelanggaran pemilu;
Pertama, upaya hukum atas penolakan terhadap pengumuman hasil pemilu oleh KPU sudah disediakan oleh aturan main berupa peraturan perundangan yang berlaku untuk itu. Semua mekanisme pelaporan pelanggaran terhadap jalanya proses pemilu mulai pendaftaran bacalon sampai calon haruslah memenuhi dari segi syarat formil maupun materiilnya.
Khusus capres-cawapres, kata Fajar, KPU telah melakukan verifikasi sesuai tahapan yang diamanatkan oleh Pasal 230 s/d Pasal 238, UU nomor 7 tahun 2017 dan/atau Perpu nomir 1 tahun 2022 tentang pemilu dan aturan lain yang bertalian dengan teknis yang disediakan untuk itu, termasuk PMK nomor 4 tahun 2023 tentang penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Pascadebat Pamungkas, Ketua KPU Kota Kediri Ajak Masyarakat Datang ke TPS pada 27 November 2024
"Sehingga, jika muncul tidak setuju dengan calon, maka ada ranah upaya protes lapor ke bawaslu (badan pengawas pemilu). Jika upaya itu telah keluar penetapan dan masih tidak terima, maka bisa gugat pembatalan terhadap penetapan tersebut di pengadilan tata usaha negara (PTUN). Nah, apakah ini memang sudah dilakukan oleh pihak pasangan capres-cawapres baik 01 dan 03, pada saat tahapan yang disediakan untuk itu?" tuturnya.
Kedua, jika pelanggaran pemilu yang mengarah pada pidana pemilu, maka juga ke bawaslu diteruskan ke gakumdu, dan proses pidana tuntutan oleh jaksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri (PN).
"Ini pun telah disediakan regulasinya sebagaimana pasal 476 sd. 487 UU nomor 7 tahun 2017 dan/atau Perpu nomor 1 tahun 2022 tentang pemilu dan aturan pelaksana lain yang bertalian dengan pidana pemilu tersebut.
Baca Juga: Elemen Masyarakat Jatim Dukung Putusan MK soal Netralitas ASN dan Polisi dalam Pilkada 2024
Ketiga, jika sengketa hasil pemilu, maka ranah Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menyampaikan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang dibuktikan dengan putusan pelanggaran pada tahapan sebelumnya.
"Dengan catatan, ini betul-betul dapat mempengaruhi nilai angka-angka secara kalkulasi perolehan hasil pemilu yang signifikan dan dapat merubah hasil pemilu dan nyata sebuah kesalahan dan kurang cermatnya KPU mengeluarkan pengumuman hasil pemilu tersebut," bebernya.
"Hal ini menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menangani perkara perselisihan perolehan hasil pemilihan umum (PHPU). Berdasarkan UU nomor 24 tahun 2003 dan perubahannya tentang kedudukan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dan berikut Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) nomor 4 tahun 2023 tentang tata beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden," bebernya.
Baca Juga: KPU Bangkalan Gelar Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada 2024
"Pada pokok inti kewenangan MK adalah objek PHPU sesuai aturan PMK nomor 4 tahun 2023, tentang obyek, pasal 5 disebutkan pokok intinya obyek dalam perkara PHPU presiden dan wakil presiden adalah keputusan termohon (KPU) tentang penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden yang memengaruhi," teranya.
"Oleh karena itu, PHPU di MK sudah jelas, bukan lagi mempersoalkan tentang sah dan tidaknya syarat pencalonan capres-cawapres, adanya kecurangan, hingga alasan adanya pelanggaran pidana pemilu, dan proses pelaporan terhadap persoalan itu semua sudah terlewatkan. Artinya, isu- isu persoalan yang disampaikan dalam permohonan PHPU oleh paslon 01 dan 03 telah kedaluwarsa dan bukan lagi ranah wilayah kewenangan MK," pungkasnya. (hud/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News