PAMEKASAN, BANGSAONLINE.com - Oknum Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta sekertaris desa terindikasi melakukan pemalsuan dokumen sertifikat tanah yang berstatus milik Negara di Desa Majungan, Kecamatan Pademawu, Pamekasan.
Kasus itu berawal dari tanah yang berstatus tanah kas desa (TKD) dari 1986 sampai 2014. Namun, terdapat perubahan pengalihan hak sebagian tanah yang di sisi bagian timur dengan luas 10 hektare pada 2015.
Baca Juga: Tegas Ingatkan soal Netralitas ASN, Pj Bupati Pamekasan: Bawaslu Bisa Melacak secara Digital
Oleh karena itu, pemerintah desa menggugat ke pengadilan negeri (PN) karena hal tersebut tidak sesuai, pasalnya tanah tersebut berstatus percaton. Bahkan, dalam berkas yang terbit tahun 2016 banyak kejanggalan yang terjadi salah satunya yang bertandatangan bukan kepala desa melainkan sekertaris desa yang sudah meninggal dunia.
Pada 8 Mei 2024, PN Pamekasan mendatangi lokasi yang digugat oleh pihak desa untuk mengetahui titik-titik yang digugat bersama petugas dari BPN. Mengejutkan, saat pengecekan tersebut terdapat patok yang bertuliskan BPN, namun petugas terkait tidak merasa meletakkannya.
Kepala Desa Majungan, Subhan, menduga adanya indikasi pemalsuan Warkah di sebagain tanah TKD yang dialihkan. Sehingga, ia menggugat ke PN yaitu pembeli oknum anggota Kejari dan BPN serta Notaris.
Baca Juga: Menantu Tega Tusuk Mertua di Pamekasan
"BPN kami gugat karena tidak sesuai prosedur. Kami menduga adanya mafia tanah yang bermain dalam pengalihan tanah ini. Yang dibeli tanahnya ini sekitar Rp 125 juta. Ini pengakuan dari penjualnya itu oknum sekertaris Desa yang saat ini sudah meninggal dunia," katanya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan tanah itu sebelum sebagian dijual oleh oknum Sekdes disewakan ke tambak garam untuk pembangunan Desa oleh masyarakat. Sertifikat punya pembeli itu baru terbit tahun 2016. Sebelumnya sertifikat TKD terbit tahun 1999. Kami ada semua buktinya.
"Kami mengalami kerugian atas pengalihan tanah itu baik dari materi dan juga hasil produksi garam menurun. Kami harap ke PN Pamekasan tanah ini bisa kembali ke Pemerinqh Desa Majungan. Kami akan tetap upaya sampai tingkat pusat untuk memperjuangkan tanah milik desa," tuturnya.
Baca Juga: Calon Wakil Bupati Pamekasan dari Pasangan Kharisma Hadir dalam Video Dugaan Money Politic
Selain itu, Kuasa Hukum dari Pemerintah Desa Tajul Arifin menjelaskan Kasus tumpang tindih itu berawal tanah kas desa dengan luas 50 ribu atau sekitar lima hektar yang sudah bersertifikat di tahun 1999, namun di tahun 2015 diatas tanah tanah negara itu muncul sertifikat baru hak milik Nurahman, oknum pegawan kejari pamekasan dengan luas 10 ribu.
"Dalam proses pembuktian secara data prosedur penerbitan sertifikat tanah milik oknum Kejari nomor 399 itu terdapat pemalsuan, biasanya di tandatangani oleh kepala desa malah dilakukan oleh mantan sekertaris desa setempat dengan mengatas namakan kepala desa, sedangkan saat itu dijabat oleh Plt," paparnya.
Ia juga menegaskan, Selain itu juga tanda tangan saksi juga dipalsukan, karena para saksi yang juga mantan perangkat desa tidak merasa menandatangani soal penerbitan sertifikat tersebut. Pihaknya menilai kasus tumpang tindih atara tanah kas desa yang di sertifikat hak milik perorangan ini ada mafia tanah dan kami curiga antara terlapor dan BPN.
Baca Juga: Didampingi Pj Bupati, UK Petra Serahkan Proyek Hibah Teknologi Biogas di Taneyan Lanjhang Pamekasan
"Langkah dan harapan dari kami pengacara penggugat yaitu kepala Desa Majungan, bagaimna tergugat untuk mengembalikan tanah tersebut ke desa yang seharusnya milik negara (percaton)," tutupnya. (dim/mar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News