BANDUNG, BANGSAONLINE.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), membuka konferensi internasional pertama tentang Pendaftaran Tanah Ulayat di Indonesia, Kamis (5/9/2024).
Acara yang diselenggarakan selama 4 hari, 4-7 September, di Kota Bandung ini, mengangkat tema "Best Practices of Ulayat Land Registration in Indonesia and ASEAN Countries: Socialization of Ulayat Land in Indonesia".
BACA JUGA:
- Buka Konferensi Internasional Penilaian Dampak Sosial, AHY: Utamakan Keadilan pada Pengadaan Tanah
- Peringati Hantaru 2024, Kantor ATR/BPN Tuban Gelar Donor Darah
- Sekjen Kementerian ATR/BPN Gelar Sosialisasi Sertifikat Tanah Elektronik ke Praktisi dan Akademisi
- Menteri AHY Serahkan Sertifikat TORA untuk Masyarakat eks Timor Timur yang Setia pada NKRI
Pendaftaran tanah ulayat menjadi milestone penting dalam mewujudkan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat di Indonesia.
Dalam konferensi ini, jajaran Kementerian ATR/BPN akan berbagi kisah praktik terbaik dalam upaya melakukan pendaftaran tanah ulayat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia.
Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT), Asnaedi, mengatakan kegiatan ini juga menjadi sarana Kementerian ATR/BPN menyosialisasikan pentingnya keterlibatan aktif seluruh pihak terkait dalam melakukan pendaftaran tanah ulayat di Indonesia.
Sehingga, apa yang dilakukan oleh Menteri AHY bersama jajaran Kementerian ATR/BPN merupakan bagian dari komitmen menjalankan arahan Presiden Joko Widodo untuk percepatan Reforma Agraria, seperti redistribusi tanah.
"Tujuannya tak lain agar program dapat dilaksanakan dengan baik, serta tepat dan cepat, sehingga semakin mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," ujar Asnaedi.
Dengan demikian, masyarakat hukum adat di Indonesia akhirnya dapat memiliki kepastian hukum atas tanah yang didiami oleh mereka secara turun-temurun sejak beratus tahun lalu.
"Ini bentuk upaya negara untuk bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat hukum adat yang selama ini seakan-akan termarjinalkan dari lingkungan sekitarnya," tutur Asnaedi.
Untuk diketahui, konferensi internasional ini diikuti oleh utusan-utusan dari pemerintah berbagai negara yang juga concern terhadap tanah ulayat masyarakat hukum adat, seperti Thailand, Malaysia, Timor Leste, Laos, dan Filipina.