Oleh: Mohammad Sulthon Neagara
SURABAYA, BANGNSAONLINE.com - Tisu basah memiliki peran penting bagi para pendaki. Ketika kalian eksplorasi alam yang minim sumber air, tisu basah bermanfaat untuk menghilangkan rasa lengket di kulit akibat keringat selama perjalanan.
Baca Juga: Bolehkah Menggunakan Celana Jeans saat Mendaki Gunung?
Namun saat ini penggunaan tisu basah telah dilarang di sebagian gunung. Hal ini dikarenakan sampah tisu basah banyak berserakan di gunung. Beberapa gunung yang telah melarang penggunaan tisu basah diantaranya Gunung Semeru, Sindoro, Sumbing, Prau, dan beberapa gunung lainnya. Bahkan jika ketahuan menyelundupkan tisu basah saat pendakian, para rangers akan memberikan sanksi berupa denda.
Memang tisu basah dapat menggantikan peran air, khususnya saat kondisi darurat. Tapi efektifkah larangan ini untuk para pendaki? Mari kita ulas lebih dalam untuk tahu dampak positif, negatif, hingga fakta-fakta di lapangan.
Tentang Tisu Basah
Baca Juga: Mengapa Disarankan untuk Tidak Mendaki di Malam Hari?
Tisu basah merupakan alat pembersih yang terbuat dari bahan poliester, yakni bahan yang sama dengan pembuatan plastik dan kain. Artinya tisu basah sama dengan bahan plastik yang membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk benar-benar terurai. Dalam penggunaannya, tisu basah sering dibawa oleh para pendaki untuk membersihkan tubuh, termasuk ketika selesai buang air kecil maupun besar. Permasalahannya adalah, sering kali pendaki membuang sembarangan tisu basah yang telah digunakan. Kadang dibuang di tempat camp, di tengah jalur pendakian, dan di tepi jurang dengan alasan yang penting tidak terlihat sampahnya.
Larangan Penggunaan Tisu Basah dan Fakta di Lapangan
Larangan penggunaan tisu basah sebenarnya telah lama dilakukan, seperti di gunung Sindoro, Sumbing, Prau, Semeru, Gede Pangrango, Merbabu, dan gunung lainnya. Kebijakan ini dilakukan langsung oleh pihak Taman Nasional dan rangers warga setempat.
Baca Juga: Mampu Gantikan Peran Tenda, Ini Dua Keunggulan Jas Hujan Ponco saat Mendaki Gunung
Naun walaupun sudah dilarang, fakta yang terjadi masih banyak sampah tisu basah berserakan. Berdasarkan temuan di lapangan, ternyata beberapa pendaki memilih untuk menyelundupkan tisu basah di sela-sela tas mereka dan membuangnya di gunung ketika turun untuk menghilangkan bukti seolah dia tidak membawa tisu basah dari awal.
Kebijakan yang Tepat?
Tisu basah memang memiliki manfaat. Namun seiring perjalanannya, dampak negatif penggunaan tisu basah mulai nampak. Jelas hal ini bukan karena produk tisu basahnya, melainkan karena penggunanya. Kampanye agar para pendaki tidak meninggalkan sampahnya sudah sering dilakukan, namun cara ini bagaikan angin lalu yang kurang efektif.
Baca Juga: Rawan Bencana, Bolehkah Mendaki Gunung di Musim Hujan?
Melarang pendaki membawa tisu basah untuk saat ini adalah langkah yang tepat. Namun untuk kasus yang telah terjadi, pihak rangers perlu memperketat barang bawaan para pendaki. seperti yang telah dilakukan rangers gunung Sindoro via Kledung. Para rangers mendata satu persatu dengan cara menggeledah semua barang bawaan pendaki dan mencatatnya. Tujuannya agar mudah mendata kembali sampah-sampah mereka saat turun. Setidaknya cara ini lebih efektif dibanding hanya kampanye membawa turun sampah.
Adakah Pengganti yang Lebih Ramah Lingkungan?
Memang banyak sampah lain selain tisu basah. Contohnya seperti sampah plastik bekas logistik, namun beberapa sumber mengatakan bahwa sampah terbanyak yang ditemui di gunung saat dilakukan pembersihan adalah sampah tisu basah.
Baca Juga: Cara Packing Carrier, Tak bikin Pegal dan Antibasah Saat Hujan
Selain itu, penggunaan tisu basah masih bisa digantikan dengan benda lain seperti buff atau bandana. Hanya saja tidak sesegar tisu basah. Namun buff dan bandana bukan benda sekali pakai. Artinya kalian bisa mencucinya kembali.
Untuk soal kebersihan setelah buang air, kalian bisa melakukan cara yang telah diajarkan Islam ketika kondisi darurat air. Yaitu dengan istinja yakni membersihkan dengan batu atau bisa juga dengan tisu kering untuk kemudian dipendam bersama di lubang pembuangan.
Kesadaran masyarakat kita terkait sampah memang masih sangat minim. Salah satu cara agar mereka patuh adalah memperketat kebijakan, atau dikenakan biaya tambahan untuk biaya kebersihan. Mungkin sebagian masyarakat keberatan dengan ini, tapi demi keasrian lingkungan, langkah ini diharapkan mampu membangun kesadaran mereka. Mereka akan berpikir, dari pada harus membayar, lebih baik membawa turun sampah kita.
Baca Juga: Sering Dianggap Sama, ini Perbedaan Gunung dan Bukit yang Perlu Diketahui
Mohammad Sulthon Neagara adalah alumnus Pesantren Tebuireng, UINSA Surabaya dan Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip) Jurusan Magister Imu Lingkungan Semarang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News