BANGSAONLINE.com - KHA Muchith Muzadi adalah tipikal kiai NU tulen. Kenapa? Mbah Muchith -panggilan Kiai Muchith Muzadi- selain dikenal punya pikiran strategis tentang NU juga sangat sederhana dan suka humor. Mbah Muchith sering ngobrol santai dengan anak-anak muda NU. Dan saat itulah humor-humor segarnya muncul.
Suatu ketika anak-anak muda ngobrol soal NU dan Muhammadiyah. Ketika mereka lagi serius bicara NU-Muhammdiyah, tiba-tiba Mbah Muchith nyeletuk. ”Loh, saya justru keluar-masuk Muhammadiyah,” katanya.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
Anak-anak muda NU yang lagi ngerumpi langsung diam. Mereka bertanya-tanya, masak iya Mbah Muchith pernah masuk Muhammadiyah. Padahal, menurut pengetahuan mereka, Mbah Muchith itu aktivis NU sejak remaja. Bahkan Mbah Muchith dikenal sebagai santri Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.
”Istri saya kan Muhammadiyah. Jadi saya keluar-masuk Muhammadiyah,” jelas Mbah Muchith yang langsung disambuat tawa para anak muda NU. Nyai Siti Farida, isteri Mbah Muchith, memang berasal dari keluarga Muhammadiyah. Namun setelah nikah dengan Mbah Muchith ia jadi anggota muslimat NU.
Mbah Muchith juga suka humor yang terkait dengan NU. Seperti dikutip Suara Nahdliyin dari NU Online, suatu ketika Mbah Muchith dapat nasihat dari salah satu sesepuh NU, KH Munasir Ali. “Chith, dulu orang-orang tua masuk NU, niat ndandakno awak (memperbaiki diri),” kata Kiai Muchith menirukan ucapan Kiai Munasir.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Namun, sayangnya pesan tersebut kini banyak tak dijalankan para warga NU. “Orang (sekarang,-red) masuk NU itu bukan ndandakno awak tapi rebutan iwak (berebut ikan yakni kedudukan),” kata Kiai Muchith.
Mbah Muchith waktu remaja nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Ia santri langsung Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Setamat dari Tebuireng, ia mendirikan Madrasah Salafiyah (1946) di Tuban Jawa Timur. (Baca juga: Berkilah Cuma Juru Ketik, Mbah Muchith, Kiai Penggagas Khitah 26 Itu telah Pergi)
Pada 1952, Mbah Muchith mendirikan Sekolah Menengah Islam (SMI) dan 1954 mendirikan Madrasah Muallimin Nahdlatul Ulama. Pada 1961, Muchith muda diangkat sebagai pegawai di IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta dan Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Dari Yogyakarta, ia kemudian ditugaskan di IAIN Malang tahun 1963, disamping tetap merintis pendidikan di lingkungan NU, dengan mendirikan SMP NU.
Saat mendapat kepercayaan sebagai Pembantu Dekan II di IAIN Sunan Ampel Jember, ia mendirikan Madrasah Tsanawiyah NU. Nah, dalam perjuangan di NU dan pendidikan itulah ia dipertemukan dengan sahabatnya sesama alumnus Pesantren Tebuireng, KH. Achmad Shidiq.
Ketika KH Achmad Shidiq menjabat Rais Am Syuriyah PB NU, Mbah Muchith dipercaya membuat rumusan konseptual mengenai ahlus sunah wal jamaah. Ia juga dipercaya membuat rumusan hubungan Islam dan negara, serta mencari rumusan pembaruan pemikiran Islam.(habis)
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News