BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Kandungan gas yang ada di lapangan unitisasi Jambaran - Tiung Biru (JTB) di Kabupaten Bojonegoro diperkirakan sebesar 2 triliun kaki kubik. Hanya saja, yang bisa terangkat sekitar 1,2 triliun kaki kubik. Hal ini diungkapkan Direktur Utama Pertamina EP Cepu (PEPC) Ardiansyah.
"Cadangan gas yang ada tersebut diperkirakan mampu memenuhi kebutuhan gas dengan jangka waktu tahun 2019 hingga 2030," ujar Ardiansyah, Senin (14/9).
Baca Juga: Dorong Petani Mandiri, EMCL Adakan Program Sekolah Lapang Pertanian
Dia mengatakan, pengerjaan fisik di lapangan JTB itu mulai dilakukan pada awal 2015 lalu. Beberapa hal yang saat ini sudah berjalan. Persiapan well pad dan pembebasan lahan juga sudah hampir selesai. "Saat ini proses pengadaan (procurement) yang berjalan paling lama, sekitar 11 bulan. Setelah itu tinggal pengerjaan pembangunan fisik," terangnya.
Lapangan JTB ini ditargetkan mulai produksi sebesar 227 juta kaki kubik gas per hari pada kuartal pertama 2019-2020. Kandungan gas yang ada di lapangan JTB ini menurutnya agak mahal. "Kandungan gas agak mahal karena CO2 dan H2S-nya tinggi. Paling kecil kandungannya sebanyak 34 persen, belum lagi gas sulfurnya," terangnya.
Sementara, produksi gas JTB itu rencananya akan digunakan untuk produksi pupuk kujang dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun, sejauh ini kesepakatan harga gas antara operator dengan pihak Perusahaan Pupuk Kujang masih deadlock.
Baca Juga: APBD Bojonegoro Bisa Rp 7,5 Triliun, Sayang Bupati-Wakil Bupati Bertengkar depan Publik
Menurut Direktur Utama, PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC), Bambang Cahyono, saat ini rencana pembangunan pabrik pupuk kujang di Bojonegoro masih menemui deadlock pada pembahasan harga gas. Pertamina EP Cepu (PEPC) menawarkan harga senilai US$8 per million metric british thermal unit (MMbtu) dengan eskalasi 3% per tahun terhitung sejak 2012.
Sedangkan PT Pupuk Kujang minta harga gas US$7 per MMbtu dengan eskalasi 2% per tahun terhitung sejak gas mulai digunakan. Dalam rapat terdapat opsi eskalasi 2% tetapi terhitung sejak 2012. Sehingga, lanjut dia, untuk menyelesaikan persoalan tersebut, saat ini pembahasan harga gas tersebut masih dalam perundingan di meja Menteri ESDM.
"Persiapan lahan sudah berjalan, tender, peralatan sudah berjalan. Kuncinya pada harga gas yang belum ada kesepakatan. Makanya deadlocknya disini, jika harga gas mahal harga pupuk juga mahal, sehingga memberatkan petani," terangnya.
Baca Juga: SMAN 1 Tuban Juarai Kompetisi Student Company Regional EMCL
Diperkirakan, produksi pupuk kujang di Bojonegoro ini mampu menyumbang kebutuhan pupuk di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Produksinya diperkirakan mencapai 1,1 ton per tahun. Dengan produksi tersebut dapat memperkuat produksi pupuk nasional yang saat ini berkapasitas 8,8 juta ton dan yang beroperasi 7,7 juta ton per tahun.
"Sedangkan jumlah produksi sebesar itu (1,1 ton pertahun)hanya membutuhkan gas sebesar 85 mmscfd," terangnya.
Pabrik pupuk kujang akan dibangun di Bojonegoro dengan kebutuhan lahan seluas 50 hektare, dan telah menyiapkan lahan hutan pengganti seluas 200 ha. "Pabriknya dibantu oleh pemerintah, atau tanahnya diperluas kami bekerjasama dengan Perhutani," pungkasnya. (nur)
Baca Juga: 200 Pemuda Ring 1 Blok Cepu Gelar Demo, Ini Beberapa Tuntutannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News