>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saat Kecil Saya Hina Allah dengan Kata Tak Pantas, Sekarang Saya Merasa Ketakutan
Assalamualaikum wr wb. Pak Yai, saya mau bertanya. Kurban apa harus sapi atau kambing jantan? (Tomo, Trenggalek)
Jawaban:
Dalam melakukan ibadah kurban, hewan yang akan dikurbankan itu mempunyai syarat-syarat khusus dari sisi jenis, umur, kualitas (tidak cacat) dan cara/waktu penyembelihannya. Maka, tersirat dari pertanyaan di atas tidak semua binatang dapat dijadikan qurban yang harus dipenuhi oleh orang yang akan melakukan ibadah kurban. Namun, tidak hanya sebatas jantan atau betina, sapi, kambing atau unta bahkan lebih luas dari itu.
Baca Juga: Suami Abaikan Saya di Ranjang, Ingin Fokus Ibadah, Bolehkah Saya Pisahan?
Dalam perihal binatang kurban, yang sah untuk dijadikan kurban harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh syariat. Pertama, binatang itu merupakan an-Na’am / al-An’aam (hewan ternak) yaitu unta, sapi dan kambing atau domba. Hal ini didasarkan pada firman Allah yang berbunyi :
ولكل أمة جعلنا منسكا ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka. (Qs. Al-Hajj:34)
Baca Juga: Istri Sudah Saya Talak 3, Saya Ingin Menikahi Lagi, Apa Bisa?
Jadi kata-kata bahiimatul an’aami itu menurut bahasa Arab bermaksud unta, sapi dan kambing. Dan demikian pula penjelasannya dalam kitab-kitab tafsir mengartikannya dengan unta, sapi dan kambing. Maka dari sini tidak diperbolehkan berkurban dengan selain bahiimatul an’aami seperti ayam, bebek dan lain-lainnya.
Kedua, usia binatang kurban tersebut harus sudah mencapai batas yang ditentukan oleh syariat, yaitu sudah musinnah kecuali domba boleh jadza’ah. Hal ini didasarkan hadis laporan sahabat jabir ra yang berbunyi :
لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْن
Baca Juga: Sejak Bayi Saya Ditinggal Ayah, Mau Nikah Saya Bingung
“Jangan kalian sembelih kecuali musinnah (hewan yang telah berusia dua tahun, namun jika kalian sulit mendapatkannnya maka sembelihlah domba jadza’ah (hewan yang sudah berusia setahun belum mencapai dua tahun)”. (Hr. Muslim : 5194)
Istilah musinnah ini sama dengan istilah saniah. Dalam mu’jam lughotil fuqoha’ disebutkan bahwa saniah adalah hewan yang gigi serinya sudah tanggal atau dalam istilah jawa adalah binatang yang sudah poel, yaitu sudah ada yang patah giginya.
Dalam masalah musinnah atau poel atau tanggal giginya itu berbeda-beda dari setiap binatang kalau dikonversikan kepada umur binatang tersebut. Unta dapat dikatakan musinnah/poel itu minimal sudah genap berusia lima tahun. Dan sapi dapat dikatakan sudah musinnah/poel kalau sudah genap berusia dua tahun. Domba dapat dikatakan poel harus genap berusia minimal setahun.
Baca Juga: Saya Sudah Tidak Ada Hasrat Lagi dengan Suami, Harus Bagaimana?
Ketiga, binatang kuban tersebut harus terbebas dari empat cacat sebagaimana yang disampaikan rasulullah dalam laporan al-Barro’ bin Azib :
العرجاء البين ظلعها والعوراء البين عورها والمريضة البين مرضها والعجفاء التي لا تنقي
“empat penyakit itu adalah binatang yang jelas-jelas pincang kakinya, binatang yang jelas buta sebelah, binatang yang jelas-jelas sakit dan binatang kurus yang tak bersum-sum”.
Baca Juga: Ketidakpuasan di Ranjang, Bisa Mendorong Istri Mencari Kepuasan Ilegal
Jadi binatang yang akan dikurbankan itu harus terhindar dari empat hal di atas, tidak sembarang binatang dapat digunakan untuk berkurban. Poin ini yang terkadang masyarakat lupa bahwa binatang yang akan dikurbankan adalah binatang yang sempurna dan sehat tidak ada cacatnya.
Keempat, binatang tersebut berstatus halal secara hukum kepemilikan bagi yang berkurban atau diberikan kuasa oleh pemiliknya untuk digunakan berkurban atas nama fulan (seumpama). Maka, tidak sah kurban dari binatang curian atau rampasan atau meminta dengan paksa dari orang lain. Tidak dibenarkan suatu ibadah kurban yang mengandung unsur taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah dicampur dengan perbuatan maksiat secara fi’li (perbuatan), binatangnya tidak haram namun cara mendapatkan binatang itulah yang haram alias dilarang.
Kelima, binatang tersebut disembelih pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat, yaitu setelah shalat ied sampai terbenamnya matahari dari hari tasyrik terakhir tanggal 13 Zul Hijjah. Maka waktu penyembelihan binatang kurban itu ada empat hari tanggal 10, 11, 12 dan 13 Zul Hijjah. Jadi barang siapa yang menyembelihnya di luar waktu-waktu itu tidak dianggap sembelihan kurban hanya dianggap sembelihan binatang biasa begitu saja.
Baca Juga: Saya di Malaysia, Saat Lockdown, Istri Minta Cerai Terus, Bagaimana Ustadz?
Begitu juga binatang yang disembelih pada hari ke sepuluh namun sebelum melakukan salat ied maka tidak dikatakan sembelihan kurban dan tidak dianggap ibadah. Hal ini di dasarkan pada sebuah hadis laporan sahabat Al-Barra; bin Azib bahwa rasulullah besabda “bahwasannya yang kita mulai pada hari ini adalah salat kemudian kita pulang dan menyembelih binatang kurban, maka yang telah berbuat demikian ia telah sesuai dengan sunnah kami dan barang siapa yang menyembelih sebelum salat ied maka itu adalah daging yang diberikan untuk keluarganya dan tidak termasuk nusuk (ibadah). (Hr. Bukhari:5225)
Dan diperkuat lagi dengan sebuah hadis laporan Jundab yang berbunyi :
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيَذْبَحْ أُخْرَى مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّه
Baca Juga: Tanya-Jawab: Gaji Bulanan, Mobil, Motor, Rumah Apa Wajib Zakat?
“barang siapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaknya ia menggantikannya dengan sembelihan binatang yang lain sebagai gantinya, barang siapa yang belum menyembelih (berkorban) maka sembelihlah (berkorbanlah) dengan nama Allah”. (Hr. Bukhari: 7400)
Adapun dalil untuk hari-hari tasyriknya adalah hadis laporan Nusyaibah al-Hudzali yang berbunyi :
أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“hari-hari tasyriq adalah hari untuk makan dan minum”. (HR. Muslim:2733)
Maka dari itu, sapi atau kambing jantan tidak semerta-merta pasti sah digunakan untuk berkorban tapi juga harus sesuai dengan syarat-syarat yang dianjurkan oleh syariat, dan waktunya pun harus tepat sesuai dengan petunjuk. Demikianlah caranya kita bertaqorrub kepada Allah dengan sembelihan binatang kurban. Wallahu a’lam. (bangsaonline)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News