
BANGSAONLINE.com - Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka Setiawan menyatakan temuan Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektar yang berada di kawasan laut Sidoarjo adalah bukti kekacauan pengelolaan tata ruang di Jawa Timur dan pelanggaran serius terhadap sejumlah regulasi.
“HGB seharusnya hanya berlaku untuk wilayah daratan dengan peruntukan yang jelas. Namun, citra satelit menunjukkan bahwa sejak 2002 hingga sekarang, kawasan ini selalu berupa laut, bukan daratan. Klaim bahwa kawasan ini dulunya daratan harus dibuktikan secara transparan oleh BPN,” ujar Wahyu, Selasa (21/1/2025).
Baca Juga: Sertijab Wali Kota Madiun, Ketua DPRD: Mari Kita Kawal Agar Sesuai RPJMD
Menurut Wahyu, penerbitan HGB tersebut melanggar berbagai aturan, termasuk Perda RTRW Jawa Timur 2023 (Perda No. 10/2023) yang menetapkan wilayah Sedati sebagai zona perlindungan mangrove, zona tangkapan ikan, serta area pertahanan dan keamanan.
Hal ini juga dikuatkan oleh Perda RT/RW Sidoarjo 2019 (Perda No. 4/2019), yang menyebut kawasan tersebut sebagai area konservasi pesisir dan perikanan.
Selain itu, regulasi nasional seperti PP No. 18/2021 dan Permen ATR No. 18/2021 menyatakan bahwa HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah daratan.
Baca Juga: Sepulang Retret, Khofifah-Emil Siap Sinergikan Nawa Bhakti Satya dan Asta Cita untuk Jatim
Ditambah lagi, Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir menegaskan pentingnya konservasi kawasan pesisir, sedangkan Putusan MK No. 3/PUU-VIII/2010 secara tegas membatalkan pemberian hak pengelolaan perairan karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Wahyu juga mengungkap adanya kasus serupa di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep, di mana Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 20 hektar diterbitkan di wilayah pesisir.
Lahan tersebut rencananya akan digunakan untuk reklamasi dan pembangunan kawasan ekonomi, namun rencana ini mendapatkan penolakan keras dari masyarakat, khususnya nelayan tradisional, yang khawatir akan dampak buruknya terhadap ekosistem dan mata pencaharian mereka.
Baca Juga: Sidak di Pasar Soponyono Jelang Ramadan, Wagub Emil: Pemprov Jatim Siap Gelar Operasi Pasar Murah
“Baik di Sedati maupun Sumenep, kasus ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap masyarakat pesisir dan lingkungannya. Kami mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas,” kata Wahyu.
Walhi Jatim meminta Kementerian ATR/BPN segera mencabut izin HGB di Sedati dan SHM di Sumenep, serta mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk lebih tegas menegakkan aturan tata ruang.
“Kami juga meminta Presiden RI mengevaluasi kinerja Kementerian ATR/BPN dan mengusut dugaan praktik korupsi dalam penerbitan izin-izin ini. Ketidakberesan tata ruang ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlanjutan masyarakat pesisir,” ujarnya. (van)
Baca Juga: Menteri Kependudukan Kunjungi Madiun, Sapa Masyarakat dalam Program Grebek Pasar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News