
Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie
Rubrik Tafsir Al-Quran Aktual ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 91: Perawan Ting-Ting itu Melahirkan
Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 91. Selamat mengaji serial tafsir yang banyak diminati pembaca.
91. Wal-latī aḥṣanat farjahā fa nafakhnā fīhā mir rūḥinā wa ja‘alnāhā wabnahā āyatal lil-‘ālamīn(a).
(Ingatlah pula Maryam) yang memelihara kehormatannya, lalu Kami meniupkan (roh) dari Kami ke dalam (tubuh)-nya. Kami menjadikan dia dan anaknya sebagai tanda (kebesaran Kami) bagi seluruh alam.
Baca Juga: Usai Retreat, Khofifah-Emil Sowan ke Rumah Jokowi
TAFSIR AKTUAL
Teori tasyri’ yang menunjuk peran wasilah (piranti) sebagai sama dengan syari’ah (aturan) menyatakan, bahwa “perintah terhadap sesuatu berarti perintah pula terhadap pirantinya”. Al-amr bi al-syai amr bi wasa’ilih.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 89-90: Ajaib, Nenek Tua itu Melahirkan
Fiqih klasik biasa mencontohkan, perintah mengerjakan shalat berarti perintah berwudlu sebelumnya. Ya, sebab shalat tidak sah tanpa berwudlu lebih dahulu.
Begitu halnya ketika pada ayat kaji ini, Tuhan mengabarkan sayyidah Maryam sebagai putri yang menjaga farjinya, “al-lati ahshanat farjaha”. Pasti saja Maryam menutup aurat agar diri lebih terlindungi. Bukan sekadar pakai celana dalam rangkap-rangkap atau melengkapi ilmu bela diri.
Artinya, ayat ini juga mengisyaratkan agar wanita berupaya mewujudkan segala sesuatu yang bisa menghadang perbuatan maksiat. Dan, salah satunya adalah dengan cara menutup aurat. Semakin tertutup semakin mencegah nafsu bejat mendekat.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 87-88: "Rahmah Minna" dan "Rahmah Min Indina"
Inilah pesan islam yang sangat indah dan memuliakan anak manusia. Para kiai, ulama, guru agama, dan pemerhati pendidikan islam sangat perhatian dalam hal ini.
Berkali-kali ilmuwan, ulama, kiai negeri ini bertarung soal keagamaan, seperti nikah beda agama, toleransi beragama, dan lain-lain.
Tapi, pada akhir pemerintahan ini, justru Jokowi sendiri telah mengesahkan PP nomor 28 tahun 2024 tentang pembagian alat kontrasepsi bagi siswa sekolah. Semua orang yang berpikiran waras pasti mengerti efeknya. Yang paling sederhana adalah, pemerintah “membolehkan, memfasilitasi” hubungan seksual haram antar siswa-siswi, asal tidak hamil.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 87-88: Kematian Sebelum Ajal
Tegasnya, pemerintah tidak memasalahkan moral para siswa, bejat menurut agama atau tidak. Yang penting mereka lancar belajar, bebas, dan jangan sampai studi mereka terhalang karena kehamilan. Dari sini terbaca moral para pemimpin kita:
Pertama, apa begini ini aslinya sifat dan keagamaan presiden negeri ini yang penduduknya mayoritas orang beriman, beradab, dan bermoral.
Kedua, para ulama, kiai, guru besar, pendidik, penceramah, dalam hal ini memang tidak tahu, atau setuju atau tidak berani atau apa? Kok diam saja tanpa reaksi yang berarti.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 87-88: Nabi Dzu Al-Nun A.S.
Wow, sakti benar Jokowi ini, sementara kepala sekolah, guru agama, orang tua di desa-desa podo resah. Sekian sekolah pesantren menolak ketika didatangi petugas pembagi kondom.
Ketiga, wakil presiden kita seorang kiai besar, Menteri Agama kita seorang Gus, begitu pula para tokoh oraganisasi keagamaan. Ada NU, Muhammadiah, al-Irsyad, al-Jamiyah al-washliyah dan lain-lain. Kok diam?
Saat kasus nasab Ba Alawy saja podo ramai, saling adu argumen dan menghujat. Dari kiai sampai musisi. Ini fenomena apa?
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 85-86: Dzulkifli A.S., Siapa Dia?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News