
BANGSAONLINE.com - Penumpukan kendaraan ketika penutupan palang pintu perlintasan kereta api mendorong Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Hera Widyastuti, untuk mengembangkan Model of Queuing in the Railway Level Crossings.
Menurutnya, penutupan pintu perlintasan kereta api yang terlalu lama membuat pengguna jalan menjadi resah. Utamanya pada lintasan jalur ganda yang memiliki frekuensi kereta melintas lebih sering dibandingkan jalur tunggal, sehingga waktu penutupan pun lebih sering.
“Hal tersebut dapat menyebabkan penumpukan pada antrean kendaraan yang akan lewat,” jelas Hera, Rabu (12/3/2025).
Ia mengembangan model antrean berbasis data guna menganalisis dampak frekuensi kereta api terhadap lalu lintas jalan raya. Hera menjelaskan, untuk memperhitungkan durasi penutupan palang yang optimal, perlu mempertimbangkan dua faktor baru.
“Kedua faktor tersebut ialah kecepatan dan panjang rangkaian kereta api,” tuturnya.
Menurut Hera, kecepatan dan panjang rangkaian kereta api turut mempengaruhi durasi penutupan pintu perlintasan. Kereta yang melaju lebih cepat akan mempersingkat waktu penutupan, sementara rangkaian kereta yang lebih panjang akan memperlama waktu penutupan. Apabila palang tertutup saat antrean masih panjang, maka penumpukan kendaraan tidak dapat terhindarkan.
Selain itu, Hera juga melibatkan aspek sosial dengan meneliti harapan pengguna jalan terhadap durasi penutupan perlintasan. Dari hasil penelitian untuk orasi ilmiah pengukuhannya sebagai profesor, Hera menyimpulkan bahwa durasi 30 detik sebelum dan sesudah kereta api lewat palang pintu perlintasan merupakan durasi paling ideal untuk dilakukan penutupan.
“Dengan begitu, waktu tunggu sebelumnya bisa lebih tepat,” terangnya.