Usul Revisi UU KPK: DPR 'Ampuni' Koruptor, Presiden Diminta Tegas

Usul Revisi UU KPK: DPR Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki (dua kiri), Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP (kiri), Wakil Ketua KPK Zulkarnain (dua kanan) dan Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno (kanan) menolak revisi undang-undang yang diajukan oleh DPR. foto: merdeka

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - RUU Pengampunan Nasional diwacanakan bisa mengampuni para koruptor. Rancangan UU ini diusulkan oleh sejumlah fraksi DPR. Dalam dokumen berjudul 'Urgensi Usul Inisiatif atas Rancangan Undang-undang Pengampunan Nasional' yang dikutip detikcom, Rabu (7/10), disampaikan bagaimana pertumbuhan ekonomi negara di 2015 melambat. Salah satu peran pembiayaan pembangunan adalah lewat penerimaan pajak.

"Salah satu terobosan kebijakan untuk mendongkrak tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah dengan memberikan Pengampunan Nasional kepada Pembayar Pajak (tax payers) atau yang lazim disebut dengan istilah pengampunan pajak (tax amnesty)," demikian bunyi dokumen tersebut.

Baca Juga: Eks Wakil Ketua KPK Jadikan Peserta Seminar Responden Survei: 2024 Masih Sangat Banyak Korupsi

"Dengan kebijakan tax amnesty inilah akan menjadikan semua pihak memulai dengan lebaran baru yang bersih," lanjutnya.

RUU ini sebelumnya tidak ada di Prolegnas 2015-2019 dan sedang diupayakan untuk masuk. Pembahasannya di Badan Legislasi pun baru dimulai.

"Yang hasil korupsi, pelarian modal, pengemplang pajak, uangnya dilaporkan kepada otoroitas keuangan dan otoritas fiskal dan dimasukkan ke Indonesia. Maka nanti diampuni," kata anggota Baleg dari PDIP Hendrawan Supratikno, Rabu (7/10).

Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan

sendiri menolak tegas rencana revisi UU yang disampaikan DPR. Plt Ketua Taufiequrachman Ruki menyampaikan 6 poin pernyataan sikap terhadap rencana revisi yang dianggap akan melemahkan tersebut.

"Saya akan bacakan saja tanggapan resmi dari terkait revisi UU30 tahun 2002 tentang yang dilaunching tadi pagi oleh DPR," kata Ruki saat menggelar jumpa pers di , Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (7/15).

Di sisi lain, reaksi keras terus bermunculan seiring rencana revisi UU . Presiden Joko Widodo diminta menyatakan tegas apakah pemerintah mendukung percepatan pembahasan revisi RUU atau tidak.

Baca Juga: Umroh Pakai Hijab, DPR RI Minta Selebgram Transgender ini Ditangkap

"Ini penting untuk klarifikasi awal. Pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi harus membuat pernyataan jelas terkait revisi UU , ini penting dilakukan karena tidak mungkin melakukan revisi hanya dengan sebuah pihak saja, dalam hal ini , pembahasan UU, menurut konstitusi, dilakukan DPR bersama-sama pemerintah," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz di Jakarta, Rabu (7/10).

Sebelumnya, Presiden Jokowi menampik jika pemerintah mengusulkan percepatan pembahasan revisi UU . Namun, sampai saat ini pemerintah belum juga mencabut usulan percepatan pembahasan RUU tersebut. Revisi UU ini pernah diusulkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly pada 16 Juni lalu. Namun, saat itu belum semua fraksi menyetujui usulan tersebut.

"Beberapa waktu lalu kita dengar Presiden Jokowi instruksikan Menkumham untuk menarik revisi UU dalam daftar prolegnas prioritas 2015. Tapi tidak pernah kita tahu surat pemerintah sampai ke DPR, kita juga tak tahu apakah Menkumham kirimkan surat demikian atau tidak," kata Donal.

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dukung Pasangan Fren Pimpin Kota Kediri

Ia pun mencurigai pemerintah belum menarik secara resmi usulan untuk merevisi UU . Pemerintah diduganya belum mengirimkan surat kepada DPR yang menarik usulan merevisi UU tersebut. Jika pemerintah tetap pada komitmennya untuk menolak revisi UU , sedianya proses revisi UU tersebut di DPR tidak berjalan.

"Sepanjang itu tidak pernah ditarik, maka ada pihak bermain di dua kaki. Tidak dengar perintah presiden untuk tarik revisi UU , di sisi lain juga main mata dengan DPR untuk terus melakukan revisi. Menurut saya, sikap pemerintah harus clear," tutur Donal.

Atas dasar itu, ia menyarankan fraksi-fraksi di DPR untuk menolak draf revisi UU yang bergulir di parlemen tersebut. Donal mengapresiasi sejumlah partai yang mulai menyuarakan penolakannya.

Baca Juga: Kawal Anggota DPR RI, Kabag Ops Polres Kediri Kota Ditantang Duel OTK

"Kami apresiasi Demokrat, mantan Presiden SBY sudah instruksikan tidak lanjutkan revisi UU , juga PKS yang tolak revisi UU . Kami ingin dengar sikap partai lain untuk hal yang sama," ucap Donal.

Draf revisi UU yang diajukan sejumlah fraksi di DPR menuai kontroversi. Sejumlah pasal yang menuai kontroversi di antaranya pembatasan usia menjadi hanya 12 tahun setelah draf RUU itu resmi diundangkan.

Dalam draf revisi UU itu juga disebutkan, hanya dapat melakukan penyadapan setelah ada bukti permulaan yang cukup dan dengan izin ketua pengadilan negeri. juga hanya dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara di atas Rp 50 miliar dan tak boleh melakukan penuntutan. (cnn/bbc/det/tic/sta/lan)

Baca Juga: Kasus Hibah Pokmas APBD Jatim, Anak Cabup Jombang Mundjidah Dipanggil KPK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Resmi Dipecat! Novel Baswedan dkk Letakkan Kartu Identitas KPK':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO