Kiai Yusuf Hasyim Ledakkan Tank dan Mobil Konvoi di Pertempuran 10 November Surabaya

Kiai Yusuf Hasyim Ledakkan Tank dan Mobil Konvoi di Pertempuran 10 November Surabaya KH Muhammad Yusuf Hasyim (tak pakai peci) sedang menjelaskan peta musuh dan strategi perang kepada kepada KH Moenasir Ali (komandan) dan prajurit lainnya. Foto: Dokumentasi keluarga dan Pesantren Tebuireng.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Hasil riset Prof Usep Abdul Matin, MA, Ph.D dan timnya menemukan data bahwa KH Muhammad Yusuf Hasyim dikenal sebagai pejuang pemberani sejak usia remaja. Bahkan sejak usia 12 tahun. Berkali-kali Pak Ud – panggilan akrab KH Muhammad Yusuf Hasyim – terlibat penyerangan terhadap basis lawan – baik tentara Belanda, Jepang maupun Inggris - tanpa memperhitungkan risiko. Di bawah ini tulisan serial ke-3 wartawan HARIAN BANGSA, M. Mas’ud Adnan, yang meliput seminar di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya tersebut.

Menurut Prof Usep, dalam pertempuran 10 November di Kota Surabaya Pak Ud juga menunjukkan reputasinya sebagai pejuang muda pemberani.

“Dalam perang 10 November tersebut Kiai Yusuf Hasyim berjuang bersama gerilyawan Indonesia di bawah Komando Penyerbuan Abdul Haq (pemimpin gerilyawan) Surabaya. Tank dan mobil konvoi berhasil diledakkan oleh KH M Yusuf Hasyim beserta para gerilyawan tersebut,” ujar Prof Usep sembari mengutip beberapa sumber primer.

Prof Usep tak habis pikir. Guru Besar lulusan Monash University Australia itu terkagum-kagum terhadap keberanian Pak Ud. Apalagi jika dibandingkan dengan peran kita sekarang.

“Kita saat usia 16 tahun ada dimana,” kata Prof Usep yang S2-nya lulusan Duke University Amerika Serikat dan Leiden University Belanda.

Prof Usep Abdul Matin, MA, Ph.D. Foto: MMA/bangsaonline

Tak aneh, jika para tentara Belanda, Jepang dan Inggris akhirnya gentar. Karena anak-anak remaja Indonesia seusia Pak Ud saat itu tak mengenal rasa takut.

“Keterlibatan anak remaja Indonesia yang masih berusia remaja (12 hingga 15 [16] tahun) telah diakui oleh salah satu serdadu NICA – inlander dalam surat kabar Kedaulatan Ra’jat edisi 12 November 1945,” kata Prof Usep yang juga Ketua Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Jakarta.

“Menutur surat kabar ini NICA heran…anak-anak berumur antara 12-15 (16) tahun maju saja ke muka, dengan tidak sedikitpun takut berhadapan dengan tommmygun,” tambah Prof Usep sembari menunjukkan gambar tommy gun alias senjata mesin itu.

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa tommy gun adalah nama informal untuk pistol mitraliur Thompson. Yaitu senapan mesin ringan yang diciptakan oleh John T. Thompson pada tahun 1918. Senjata ini terkenal karena penggunaannya dalam Perang Dunia II dan era larangan di Amerika Serikat, sering kali terlihat dalam film-film gangster.

Para remaja itu, termasuk Kiai Muhammad Yusuf Hasyim, berjuang melawan tentara NICA dan bertahan serta mempertahankan Tanjung Perak dari serangan musuh, mengingat pada tahun 1945, Tanjung Perak sudah menjadi pusat perdagangan utama di Jawa Timur.

“Lebih dari itu, Tanjung Perak turut andil dalam perkembangan ekonomi dan lalu lintas perdagangan di seluruh Indonesia bagian timur,” kata guru besar sejarah dan peradaban Islam yang sehari-harinya mengajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. (M.Mas’ud Adnan/bersambung)