GRESIK, BANGSAONLINE.com - Kemelut pro-kontra antara Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI soal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia untuk melanjutkan investasinya di Indonesia (Papua) selama 20 tahun atau sampai tahun 2041, terhitung sejak habis kontrak pada tahun 2021 rupanya tidak akan berpengaruh terhadap pembangunan Smelter Freeport di Kabupaten Gresik. Penegasan itu disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI, H. Nasirul Falah Amru di sela-sela ikuti seminar informasi geospasial dalam membangun Indonesia dari desa, di Desa Kedungpring Kecamatan Balongpanggang, Kamis (22/10).
Ditegaskan Falah, pembangunan Smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, tetap jalan terus, meski hingga sekarang belum ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport untuk perpanjangan kontak. Sebab, nilai kompensasi yang diberikan Freepot untuk Indonesia masih terbilang rendah.
Baca Juga: Komitmen Wujudkan Hilirisasi Dalam Negeri, Antam Borong 30 Ton Emas Batangan Freeport
"Kami meminta kompensasi sebesar 50 persen dari keuntungan yang didapatkan, karena Freeport mengelola kekayaan alam Indonesia," jelas anggota DPR RI asal PDIP dari dapil Jatim X (Gresik dan Lamongan) ini.
Menurut Falah, Komisi VII sangat menyesalkan langkah Menteri ESDM (Energi Sumber Daya dan Mineral), Sudirman Said yang telah memutuskan perpanjangan kontrak PT Freeport. Perpanjangan kontrak tersebut tanpa sebelumnya mendapatkan persetujuan Presiden RI, Joko Widodo.
Apalagi, kompensasi yang diberikan PT Freeport terhadap negara dari perpanjangan kontrak yang telah dilakukan Menteri ESDM itu sangat merugikan negara. Sebab, nilianya sangat kecil. "Nilai kompensasinya kecil. Masih kalah dengan negara lain," ungkapnya.
Untuk itu, Falah meminta kepada Menteri ESDM, dalam perpanjangan kontrak dengan Freeport selama 20 tahun ke depan, tetap mengacu terhadap ketentuan UU (Undang-Undang) Nomor 4 tahun 2009, tentang minerba (meneral dan bahan tambang).
Baca Juga: Pascakebakaran, Presdir PTFI Inspeksi Lokasi Common Gas Cleaning Plant di Smelter Gresik
Sebab, Menteri ESDM dalam memutuskan perpanjangan kontrak dengan PT Freeport tersebut hanya berpedoman dengan PP (peraturan pemerintah). "Menteri ESDM dalam perpanjangan kontrak Freeport harus ikuti aturan UU. Karena itu, saya minta Menteri ESDM revisi perjanjian kontrak dengan Freeport yang telah dibuat," sambungnya.
Falah lebih jauh mengatakan, bahwa pemerintah Indonesia selama ini telah bersikap baik dengan Freeport yang telah banyak menguras kekayaan tambang di Indonesia, tepatnya di bumi Papua. Keuntungan yang telah didapatkan sangat besar. Sementara kontribusi yang diberikan untuk Indonesia dibandingkan dengan kerusakan alam di Papua, dan kebaikan untuk Indonesia tidak sebanding.
Kemurahan Indonesia itu di antaranya, mengizinkan Freeport eksport konsentrat setiap enam bulan sekali. "Berapa keuntungan dari eksport konsentrat itu. Sangat besar," terangnya.
Karena itu, Falah mengajak pemerintah, khususnya Menteri ESDM agar jangan mau terus terusan dibodohi oleh pihak Freeport. "Sudah saatnya kita menentukan sikap. Tambang di Papua yang dikelola Freeport itu milik kita. Makanya, masyarakat Indonesia harus bisa mendapatkan keuntungan besar dari hasil tambang tersebut," katanya.
Baca Juga: PG Kerahkan Mobil Bronto Skylift Padamkan Kebakaran Smelter, Presdir Freeport Ucapkan Terima Kasih
Falah berharap, lawatan Presiden RI, Joko Widodo yang akan dilakukan ke AS (Amerika Serikat), atau negara asal Freeport, bisa memecahkan kebuntuhan dalam perpanjangan kontrak dengan Freeport hingga 2041, mendatang. "Saya optimimis Pak Presiden bisa menghasilkan oleh-oleh menggembirakan soal perpanjangan kontrak Freepot untuk kepentingan masyarakat Indonesia," pungkasnya.
Sekedar diketahui, sesuai rencana Freeport ingin menambang di Grasberg (Papua) hingga 2041 atau 20 tahun lagi setelah kontrak berakhir pada 2021.
Untuk itu, Freeport siap menggelontorkan dana investasi sebesar US$ 15 miliar atau sekitar Rp 210 triliun (dengan kurs Rp 14.000), untuk pengembangan tambang bawah tanah (underground) di Grasberg. Langkah ini dilakukan karena cadangan emas, tembaga hingga perak untuk tambang terbuka (open pit) akan habis pada 2016.
Baca Juga: Tuntut Tenaga Kerja, Warga Mengare Komplek Gresik Demo Smelter PT Freeport Indonesia
Besarnya dana investasi dianggap penting bagi pemerintah, karena dapat menggerakkan perekonomian nasional khususnya di Papua. Apalagi Freeport telah menyanggupi 11 permintaan yang diajukan pemerintah daerah Papua, 4 permintaan pemerintah pusat. Selain itu, selama keberadaan tambang Freeport di Papua yang luasnya kurang dari 0,02% dari luas total di Papua, Freeport sudah menggelontorkan investasi sekitar US$ 11 miliar.
Sealin itu, Freeport juga telah menyiapkan dana US$ 2,5 miliar untuk menambah ekspansi pabrik smelternya di Gresik, Jawa Timur. Dana sebanyak itu tidak akan terealisasi bila pemerintah tidak memberikan kepastian kelanjutan operasi Freeport di Papua pasca berakhirnya kontrak pada 2021.(hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News