
KOTA KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kota Kediri secara resmi menyatakan penolakan terhadap rencana aksi demonstrasi bertajuk 'Rakyat Jawa Timur Menggugat' yang digagas oleh Muhammad Sholeh (Cak Sholeh).
Aksi itu dijadwalkan berlangsung di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya pada 3 September 2025, dengan tuntutan menurunkan Gubernur Khofifah.
Ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Kediri, M. Akson Nul Huda, mengimbau seluruh anggota organisasi dan masyarakat Jawa Timur agar tidak terprovokasi oleh gerakan tersebut.
“Kami menyampaikan maklumat resmi penolakan terhadap rencana aksi demonstrasi yang digagas oleh saudara Muhammad Sholeh, dengan dalil bahwa jalan demonstrasi terbuka yang digagas Cak Sholeh dengan tuntutan menurunkan Gubernur Jawa Timur melalui aksi massa yang disebut sebagai ‘Rakyat Jawa Timur Menggugat’, tidak sesuai dengan prinsip hukum dan ketatanegaraan Republik Indonesia,” katanya, Selasa (26/8/2025).
Akson menilai aksi tersebut tidak lahir dari musyawarah publik, tidak mewakili organisasi kemasyarakatan, dan tidak melalui mekanisme demokratis. Penggunaan nama “Rakyat Jawa Timur Menggugat” disebutnya sebagai klaim sepihak yang menyesatkan.
“Bahwa gerakan aksi ini menciderai 58,81 persen suara masyarakat pendukung Khofifah pada Pilkada Jatim 2024,” ucapnya.
Ia menambahkan, demokrasi partisipatif menuntut keterlibatan rakyat melalui forum legal, bukan klaim individu yang mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan politik. Menurutnya, aspirasi masyarakat Jawa Timur sangat beragam dan tidak bisa diseragamkan oleh satu tokoh atau kelompok tanpa proses perwakilan yang sah.
Akson juga menegaskan bahwa penurunan kepala daerah tidak bisa dilakukan melalui aksi massa, melainkan melalui mekanisme hukum dan politik yang sah sesuai UU No. 23 Tahun 2014 dan UUD 1945. Ia menyebut demonstrasi semacam itu sebagai tindakan inkonstitusional yang dapat merusak stabilitas sosial dan kepercayaan publik.
“Tuduhan seperti korupsi dana hibah dan pungutan liar masih bersifat asumsi tanpa adanya putusan pengadilan atau laporan resmi dari lembaga penegak hukum seperti KPK, BPK, atau Kejaksaan,” cetusnya.
Akson juga menyoroti bahwa kebijakan penghapusan pajak kendaraan adalah kewenangan pemerintah daerah, dan dugaan pungli di sekolah negeri seharusnya ditangani oleh Dinas Pendidikan dan aparat hukum, bukan dijadikan alasan politis.
Ia menilai narasi yang digunakan dalam rencana aksi tersebut bersifat populis dan provokatif, serta berisiko menimbulkan konflik sosial.
“Mendorong turunnya kepala daerah melalui aksi tekanan jalanan melemahkan sistem demokrasi dan menghina proses pemilihan yang sah secara konstitusional,” kata pengacara senior di Kediri itu.
Menanggapi tudingan bahwa pihak yang menolak aksi disebut sebagai corong pemerintah, Akson menyebut hal itu tidak relevan.
“Cak Sholeh sebagai penggagas aksi demo untuk menurunkan Ibu Khofifah, kami kira hanya nafsu Cak Sholeh dan kami memberi kartu kuning kepada Cak Sholeh,” ujarnya.
Akson mengakhiri pernyataannya dengan menyatakan bahwa pihaknya akan hadir di Surabaya pada 3 September 2025 untuk menyambut Cak Sholeh secara damai.
“Kita akan sambut Cak Sholeh dengan penuh kehangatan sebagai sesama warga Jawa Timur. Kita akan ajak Cak Sholeh untuk berdiskusi, karena Jawa Timur itu selama ini sangat kondusif,” pungkasnya. (uji/mar)