
SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Siswa-siswi keracunan akibat mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) semakin masif. Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari mengungkap data insiden siswa keracunan akibat program MBG mencapai 5.320 anak lebih.
“(Data) dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data 16 September. Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025,” ujar Qodari di Istana, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Menurut dia, Provinsi Jawa Barat paling banyak terjadi kasus siswa keracunan akibat MBG.
“Puncak kejadian tertinggi pada bulan Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat,” kata Qodari dikutip Kompas.
Tapi Wakil Ketua Umum Akar Rumpu Hijau Syarief Hassan, SE, MM, mengaku tetap mendukung MBG. Menurut dia, program MBG hadir untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh sehat, terhindar dari stunting, dan siap belajar.
Ia menyampaikan dukungan penuh terhadap program ini sebagai langkah strategis pemerintah dalam menyiapkan generasi emas 2045.
Menurut dia, ini adalah investasi jangka panjang bagi pembangunan sumber daya manusia, bukan sekadar belanja sosial jangka pendek.
“Kami melihat MBG bukan hanya program sosial, melainkan bentuk nyata perhatian negara terhadap masa depan anak-anak Indonesia,” ujar Syarief Hassan dalam keterangan tertulisnya kepada BANGSAONLINE, Selasa (23/9/2025).
Namun, kata dia, keselamatan anak harus menjadi prioritas utama. Setiap kejadian keracunan, sekecil apapun, tidak boleh ditoleransi (zero tolerance). Karena itu, Akar Rumput Hijau mendorong adanya perbaikan teknis agar pelaksanaan program berjalan lebih aman, konsisten, dan tepat sasaran.
Ia menyampkan beberapa usulan perbaikan yang disampaikan antara lain:
1. Pengaturan sistem kerja waktu memasak dan distribusi agar makanan tidak terlalu lama menunggu sebelum dikonsumsi, sehingga kualitas terjaga.
2. Pemilihan menu yang lebih aman, tidak mudah basi tetapi tetap bergizi.
3. Pengetatan higienitas dapur dan rantai pasok dengan pengawasan sinergis bersama Dinas Kesehatan.
4. Penguatan pengawasan di lapangan, termasuk kemungkinan menempatkan tenaga kesehatan atau petugas higienitas khusus di dapur besar.
5. Pelatihan berkelanjutan bagi petugas dapur agar standar keamanan pangan benar-benar diterapkan.
“Kami ingin menegaskan: evaluasi bukan berarti penghentian. Justru evaluasi yang serius adalah jalan menuju perbaikan. MBG harus terus berjalan, dengan pengawasan yang lebih ketat agar manfaat besar ini benar-benar dirasakan oleh jutaan anak Indonesia,” kata Syarief Hassan.