Puisi-Puisi Karya Siswa SMAN 1 Kraksaan

Puisi-Puisi Karya Siswa SMAN 1 Kraksaan Siswa-siswi SMAN 1 Kraksaan Probolinggo yang telah melahirkan sejumlah karya puisi.

Aku Tak Selemah yang Mereka Bilang

Oleh: Kholila Agustin

“Awas ada tandon lewat Gendut banget!”

Lolongan manusia yang katanya paling sempurna menggema.

Seakan-akan keberadaanku merusak pemandangan mereka

Dan tak layak tuk hidup bahagia.

Namaku seperti ejekan

Suaraku seperti bahan candaan

Mereka bersikap bak aku hanyalah bayangan semu.

Apa salahku? dan dosaku?

Tangisku hanya menjadi cerita

Tak ada yang membela apalagi menggenggam.

Namun dibalik sakit yang kupendam.

Aku memeluk bersama diriku sendiri.

Aku berharga, meskipun mereka tak melihatnya.

Aku tak lemah hanya karena Aku menangis

Aku kuat karena aku mampu bertahan

Luka ini menjadi saksi cerita hidupku.

Namun sekarang berbeda

Aku sudah tak menangis lagi

Aku kembali bersama diriku yang tersenyurn.

Kemarin aku menangis

Sekarang ku menari

Aku sudah tak peduli

Perkataan orang lain

Memikirkan hal buruk seperti itu memekakkan telinga dan menyakitkan kepala.

Bangkit dari rasa sakit dan belajar dari cemoohan mereka

Mulailah berkarya dan bungkam dengan goresan pena

KINI SEMAKIN BERTUMBUH

Oleh: Nabil Bhagaskara

Aku Pernah dicacimaki

Aku pernah tersingkir dari lingkaran pertemanan

Jiwaku terhempas dalam Jurang nestapa

Bukan aku yang pantas dipersalahkan

Kau menertawakan Setiap untaian Kataku

Seolah bibirku terkunci dari lingkaran bersuara

Kadang aku berharap dianggap bagian dari mereka

Tapi nyatanya aku selalu terasingkan dari keramaian

Kata-Kata mereka meracuni, ‘Sikapmu Seperti Perempuan’

Mengapa langkahku harus terkurung definisi?

Mengapa tawaku harus terbingkai dalam gender?

Aku hanyalah Aku, SEUTUHNYA

Bukan sebuah Fragmen yang harus dipasangkan

Aku coba berdiri, menentang hegemoni

Namun bayangan itu mencengkeram erat

Menarikku ke dalam jurang isolasi

Di relung nurani, terpatri luka

Setiap kata, Sebuah tusukan sembilu

Kini, batin merana terperangkap dalam sangkar

Memendam trauma yang menjelma badai sunyi

Sering kali kutangisi dunia yang menggentarku diam-diam

Oleh lidah-lidah yang lancip, Menusuk tanpa sebab

Namun aku tak ingin karam di lautan Cercaan,

Aku harus menjelma baja walau tertatih di lintasan

Kini aku telah BERDAMAI dengan derita yang sempat membeku

LUKA yang dahulu Mencacah, kini tinggal GEMA yang tak bersisa

Aku bersanding dengan wajah-wajah yang tak MENGHAKIMI yang MENERIMAKU apa adanya TANPA TANYA, TANPA ILUSI


Bising Pedang di Belakang, Bising Air Tenang Menghanyutkan di Hadapan

Oleh: Khusnul Muzanna Balqis Lingga D.

Mereka tidak saling berperang

Tiba-tiba belati tajam mereka lemparkan

Aku bertanya apa salahku?

Kegelisahan merebok memelukku

Sinar Matahari menyeka warnanya

Aku menyelam mencari warnaku

Tubuhku Tak kuat menerka

Tanganku menggapai-gapai udara

Aku terlalu dingin untuk ditolong

Hingga aku sadar, Mungkin inilah kesempatanku

Peluang Cahaya begitu tak nampak besar

Aku bertarung dengan gusar

Menghilangkan suara yang mengitar

Ditopang Sorai Aku Berdiri

Memaksaku untuk tidak pergi

Suara bergema menyeruak bukti

Jembatan Kepedihan mulai roboh

Kurangkai Baru, Bangga melihatnya Kokoh

PURNAMA SETELAH BADAI

Oleh: Fionatasya Syarifatus Putri A

Matahari yang ditatap pagi tadi undap andam karam

Sinar mentari hanyut dihantam badai

Mengapa? Tanyanya pasrah

Dia Lelah

Jiwanya letih

Raganya lejar

Kemilau bintang di Malam hari mulai meredup

Jangkrik seakan berkata

"Yang diam terlalu lelah untuk mengeluh"

"Yang bersuara terlalu lelah untuk Menyimpan"

Tentang Pulih dan sembuh

Hai disini ada luka

Luka yang diperoleh karena perlakuan orang lain

Bagaimana rasanya menjadi pusat ejekan?

"GAJAH LEWATI HAI GAJAH! GAJAH SINI!”

Seketika orang-orang menatapnya

Mereka menertawainya seolah mereka sempurna

Dia menjadi bahan tawaan

Dia malu

Hatinya Koyak

Berusaha untuk bertahan di lingkungan seperti itu

Mentalnya di uji

Merasa sendirian

Merasa "HARUS" menjadi seperti yang orang lain mau

Mungkin dia sudah lelah

Lelah mendengar kata "semangat" dari orang terdekat

Namun itu juga yang menjadi alasan untuk bertahan diri

Hari demi hari yang semakin berat

Keadaan yang semakin memburuk

Tekanan dari lingkungan sekitar

Cacian yang tidak ada habisnya

Dia berusaha sabar

Berusaha mengatasi semua sendirian

Dia tidak terbiasa mendapatkan dukungan dari Siapapun

Dia tidak mengenal apa itu lingkungan yang hangat

Juga tidak mengenal apa itu tenang tanpa rasa insecure


Momen disaat dia tidak dihargai oleh siapapun

Mau berlalu kemanapun terasa kosong.

Bahkan dikeramaian pun terasa sendiri

Banyak tangis yang dibekap di jari jemari

Mamun kini dia tak lagi terpuruk

Suara yang dulu terbungkam sekarang dia bisa curahkan melalui puisi ini

Dan lihatlah daksanya yang sekarang bukan lagi bahan tawaan

Tetapi Pujian yang tak bisa mereka padamkan lagi

Mengapa dia tak balas dendam?

Karena dia memilih menjadi damai

Dan damai lebih kuat dari amarah yang Fana

Tidak mudah baginya untuk berdamai

Pulihlah dengan waktu

Sembuhkah dengan hal yang menyibukkan dan berusaha membuat mereka bungkam

Percayalah bahwa jika kau menjadi pusat ejekan

Suatu saat bisa menjadi pusat Pujian

Seperti orang yang berada dalam puisi ini.

Senyuman Aneh

Oleh: Hikmatul Mufida

Senyumku pernah selebar senyuman anak kecil yang sedang bermain

aku tersenyum lebar seperti biasanya

Pada suatu saat ketika disekolah

Dikala adanya canda tawa

Tiba-tiba ada seseorang nyeletuk

Mengatakan dengan tertawa

la menatapku

Dan tertawa “Senyummu seperti joker yang sedang tertawa, lebar banget!"

Distu aku langsung merenung

“Apakah benar apa yang ia bilang bahwa senyumku seperti joker ?"

Saat dirumah

Aku menatap cermin

Lalu aku tersenyum di depan cermin

Dan berkata pada diriku “YANG KUAT YA”

Padahal saat itu aku merasa insecure

tetapi aku masih bisa menguatkan diri

Tidak berani tersenyum lagi

Aku murung

Aku mulai menyendiri

Saat ada yang bercanda gurau

Aku hanya diam

Tidak berani untuk tersenyum

hanya karena satu perkatan itu

Aku sudah terlanjur larut dalam rasa insecure


Bahkan aku membandingkan diriku dengan orang lain

Dalam hatiku berkata

"Mereka memiliki senyuman manis ya, andai aku seperti mereka"

Suatu hari ada orang yang memujiku

Orang itu berkata

“senyumanmu manis sekali, orang orang pasti akan suka bercanda tawa denganmu”

Disitu aku tidak percaya akan hal itu

“Apakah itu benar?” Ucapku dalam hati

Aku mencoba menguatkan diriku lagi

Aku menatap cermin lagi dan aku tersenyun

"Ya ternyata benar, senyumaku jika aku PERCAYA DIRI”

Mulai saat itu aku berusaha berbaur lagi

menikmati canda dan tawa besama teman

“TERNYATA AKU TIDAK SEBURUK ITU"

Terimakasih untuk orang yang telah menyemangatiku kembali

Guratan Pilu Yang Kekal Abadi

Oleh: Fikriyyah Putri Salsabila

la datang dengan paras lesu dan angkuhnya

Sorot matanya menelisik bagai hendak merendahkan

Mulut ku yang berbicara seakan ingin dibungkamnya

Tatapanku terpasung, menangkap bara yang ditahannya

Mulutnya beradu dalam ketegangan

Kata demi kata dilontarkan, bagai petir menggulung udara

Semua hening……

seolah semesta turut menyaksikan jiwa yang terbelenggu

lidahnya tajammenusuk tanpa sentuhan

Kata-kata yang dilontarkan seperti anak panah yang menembus cakrawala

Menoreh luka tanpa darah

Menggelegakkan hati yang tenang dan ramah

Tak cukup ia menyakitiku lewat ujaran

Tangannya turut bicara dengan paksa

Dipukul bukan karena salahku

Melainkan ia ingin aku membisu

Aku bertanya lirih dalam benakku

Salahku dimana ?

Bukankah setiap orang berhak bersuara

Apakah suaraku harus dibungkam ?

Pantaskah diriku dilukai sedemikian rupa?

Bukankah tutur pun telah cukup menyayat rasa?

Lakumu mengubah pandanganku pada lelaki

Guratan menyengat menjelma bayang di relung kalbuku

Tuturmu yang tajam membuatku tertunduk dalam tanya

Bisikanmu selalu menggema dalam ruang nuraniku

Namun nestapaku, kugunakan pada Langit dan Cahaya

Semoga hembusan doaku menghapus goresan noda dikisahmu

"Dulu Aku Terkucilkan, Sekarang Aku Akan Buktikan"

Oleh: Nofila Maulida

Dulu aku dipandang hanya bayangan

Tak disapa dalam keramaian

Langkahku dilirik penuh dengan ejekan

Lalu, Suaraku menghilang di tengah hinaan

Aku tak dianggap

Seolah hadirku hanya beban

Tertawa ketika aku jatuh

dan berpaling saat aku mulai teguh

Aku. Simpan air mata menjadi tenaga

Berani bangkit dalam penuh hinaan

Kusedih bangkit menjadi semangat yang membara

Dan aku tahu, waktuku akan datang

Aku menangis dalam keheningan.

Aku terluka dalam kesiapan

Aku bangkit dalam dukungan

dan ini aku yang sekarang

Kuhantui kau dengan karya

Akan kubuat dunia merasakan sakitku

INI, bukan balas dendam

Namun aku ingin, kamu selalu melihat sakitku dan lukaku dalam karyaku.

Aku tak ingin tinggal diam

Akan kupenuhi kau dengan suara karyaku

Aku, tak pernah butuh pengakuan dari yang menghina

Aku cukup memmbuktikan, Bahwa aku sangatlah berharga

Dulu aku dikucilkan, Sekarang aku dibutuhkan

Tak perlu jadi sempurna untuk bersinar

Aku, hanya cukup jadi diriku yang tak lagi gentar.

Aku dan Masa Lalu

Oleh: Mei Linda Dwi Rahmaningtias

Hai, perkenalkan ini aku

Raga yang dipaksa untuk tetap tumbuh

Perasaan menggebu seolah tak menemukan jalan untuk mencapai sebuah akhir

diselimuti TRAUMA dan keraguan

Aku berdiri dalam ruang sepi

Semua terasa seperti duri

Seakan ingin tumbang

tapi terpaksa harus bertahan

Meski luka telah lama membekas

aku berusaha bangkit enggan terpuruk dalam kesedihan

Dari gelap aku temukan cahaya

Berlagak kuat, melangkah tanpa ragu

Suara hati kini menjadi pancaran

Tegas berdiri, melawan deraan

Perundungan hanyalah masalalu

Kini kuasa berasa ditangan sendiri

Harus Bagaimana?

Oleh: Lailatuzzahra Tussitah

Ini tentang ia senyumnya manis semanis gula dan trauma

yang tersimpan rapi tanpa celah

Bagaikan tak ada luka yang mengganggu

Ia diam bukan karena lupa

Ia tertawa bukan karena suka

tapi ia menyembunyikan luka

hingga tak tahu harus bagaimana

AKU YANG BUNGKAM

Oleh: Nabila Zakhrotus Sifa

Di pagi hari yang cerah

Matahari menunjukkan sinarnya yang indah

Angin sejuk menyelimuti raga yang sakit ini

Sebuah ruang yang akan menjadi memori indah sirna

Di ruang itu, ragaku menahan sakit

Menjuluki diriku ini seseorang beban berbadan gendut yang harus diabaikan

Kata-kata menusuk yang mereka ucapkan seolah hal sepele yang tidak perlu diingat

Di ruang itu, mereka semua tertawa riang mengejek

Sedangkan diriku, menahan tangis pilu dan kecewa hingga kini

*Penulis adalah Siswa SMAN 1 Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur