
SURABAYA,BANGSAONLINE.com - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang perkara perdata Nomor 429/Pdt.G/2025/PN Sby antara PT Lintas Cindo Teknik Bersama sebagai penggugat dan Bank BNI sebagai tergugat, pada Selasa (7/10/2025).
Sidang kali ini beragenda mendengarkan keterangan saksi fakta yang dihadirkan pihak penggugat melalui kuasa hukumnya, Yafeti Waruwu.
Dua saksi yang dihadirkan adalah Ni Putu Shanti alias Shanti, selaku Kepala Gudang, serta Mashudi, yang bertugas sebagai petugas keamanan perusahaan.
Objek sengketa dalam perkara ini berupa gudang yang juga difungsikan sebagai kantor, berlokasi di Kompleks Pergudangan Suri Mulia, Jalan Raya Margomulyo No. 44 Blok C No. 33, Kelurahan Tambak Sarioso, Kecamatan Asemrowo, Surabaya, Jawa Timur.
Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, Shanti yang telah bekerja di PT Lintas Cindo Teknik Bersama sejak 2010—perusahaan yang bergerak di bidang produksi korek gas merek Fighter—menyebut gudang tersebut merupakan milik kakak beradik Thio John Herryanto Sutekno dan masih aktif digunakan untuk kegiatan produksi.
“Gudang masih ada aktivitas produksi dan tetap digunakan hingga sekarang,” ujar Shanti di persidangan.
Shanti menambahkan, dirinya pernah mendengar ada pihak lain yang menawar gudang tersebut dengan harga mencapai Rp21 miliar.
Bahkan, ia belakangan mendengar kabar bahwa nilai dua kapling gudang itu ditaksir sekitar Rp27 miliar.
Lebih lanjut, Shanti mengaku pernah melihat pihak dari Bank BNI datang ke lokasi.
Namun, menurutnya, kedatangan itu sebatas melihat-lihat, mengambil foto, serta menanyakan fasilitas listrik dan air. Ia menegaskan tidak pernah ada pihak dari KJPP Latief, Hanif, dan Rekan yang menilai objek tersebut.
“Kalau terkait lebih jauh soal kredit dari BNI, saya tidak tahu. Yang saya tahu hanya sebatas ada kunjungan itu,” katanya.
Shanti juga menegaskan bahwa pada 1 Maret 2024, hanya pihak BNI yang datang ke lokasi.
Ia menambahkan bahwa saat itu dirinya sedang cuti sehingga tidak mengetahui ada kegiatan lain yang berlangsung.
Usai sidang, kuasa hukum penggugat Yafeti Waruwu memaparkan adanya dugaan kecurangan dalam proses lelang yang dilakukan oleh Bank BNI.
Menurutnya, aset jaminan yang dilelang dijual jauh di bawah harga pasar.
“Saksi keamanan tadi menyatakan bahwa hanya pihak Bank BNI yang hadir, tidak ada pihak lain. Artinya ada dugaan pemalsuan data kehadiran dalam proses tersebut,” jelas Yafeti kepada awak media.
Dalam bukti appraisal yang ditunjukkan di pengadilan, Bank BNI pada 13 Maret 2024 menetapkan nilai likuidasi aset sebesar Rp15 miliar. Padahal, menurut penilaian pasar, harga aset tersebut mencapai Rp27 miliar.
“Kerugian klien kami jelas sangat besar. Bahkan saksi juga menyatakan ada pihak yang serius ingin membeli aset itu seharga Rp21 miliar. Namun, Bank BNI menolak dan justru melepasnya dengan harga Rp15 miliar,” tegasnya.
Yafeti juga menyinggung hasil penilaian sebelumnya pada 2020 oleh KJPP Iwan Bahrun, yang menetapkan harga pasar aset sebesar Rp25 miliar dengan nilai likuidasi Rp20 miliar.
“Kalau tahun 2020 saja nilainya Rp25 miliar, mengapa pada 2024 justru turun jadi Rp15 miliar? Jelas ada kejanggalan. Harga seharusnya naik, bukan malah turun drastis,” ungkap Yafeti.
Dalam pernyataannya, Yafeti berharap majelis hakim dapat menilai secara objektif fungsi dan dasar hukum proses lelang, bukan sekadar formalitas prosedural.
“Kami meminta hakim mempertimbangkan nilai dasar aset. Jangan sampai ada pihak lain yang juga menjadi korban praktik kecurangan dalam pelelangan aset seperti ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Septyan Eka Putra, kuasa hukum Wahyudi Prasetyo, menyoroti keterangan saksi Shanti yang menyebut objek perkara berada di Pergudangan Suri Mulya Blok C3.
Menurut Septyan, keterangan tersebut berbeda dengan yang tercantum dalam posita dan petitum gugatan penggugat.
Selain itu, Septyan juga menegaskan adanya kekeliruan dalam penyebutan pemenang lelang.
“Saksi menyatakan bahwa pemenang lelang adalah Aldo. Padahal yang benar adalah Wahyudi Prasetyo,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Septyan menambahkan, sejak awal persidangan dimulai—mulai dari pembacaan gugatan hingga agenda pemeriksaan saksi—pihak penggugat belum pernah mengajukan renvoi atau perbaikan gugatan atas perbedaan objek perkara.
“Apabila penggugat berencana mengajukan renvoi, kami selaku kuasa hukum Wahyudi Prasetyo selaku turut tergugat II akan menyatakan keberatan. Berdasarkan aturan hukum, renvoi atau perbaikan gugatan hanya dapat diajukan sebelum pihak tergugat maupun turut tergugat menyampaikan jawaban atas gugatan,” tandas Septyan. (ald/van)