Para pelaku UMKM yang berjualan di area CFD sepanjang Jalan Jaksa Agung Suprapto, Gresik setiap Minggu pagi. Foto: Ist.
GRESIK, BANGSAONLINE.com - Ketua Car Free Day (CFD) Gresik, AH, dinonaktifkan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga (Disparekrafbudpora) Gresik.
Keputusan diambil setelah AH terbukti melakukan dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu terhadap pelaku UMKM yang berjualan di area car free day (CFD) sepanjang Jalan Jaksa Agung Suprapto, tepatnya depan Gedung Wahaha Ekspresi Poesponegoro (WEP) dan sekitarnya, yang digelar setiap hari Minggu pagi.
Keputusan penonaktifan AH diambil dalam rapat Disparekrafbudpora, dengan melibatkan pelaku dan pegiat UMKM dan para korban di kantor dinas setempat, Kamis (20/11/2025).
Rapat juga memutuskan Hartini sebagai penanggung jawab sementara CFD, hingga ada ketua CFD baru.
"Keputusan penonaktifan AH setelah ada bukti kesaksian 30 UMKM adanya pemalakan (pungli)," ucap penggerak UMKM Gresik, M. Ismail Fahmi, kepada BANGSAONLINE.com, Sabtu (22/11/2025).
Ia mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut, AH mengakui telah melakukan pungli kepada UMKM hingga Rp500 ribu, agar tidak antre menjadi peserta yang bisa berjualan di CFD.
"Jadi, saya tegaskan ya, AH bukan mengundurkan diri, tapi dinonaktifkan permanen oleh Disparekrafbudpora karena terbukti pungli UMKM berdasarkan keterangan 30 saksi, dan tindakan itu juga diakui AH," ungkap Fahmi.
Namun dalam pertemuan itu, tambah Fahmi, AH tidak mau membeberkan uang hasil pungli itu digunakan untuk apa.
"AH mengakui semua tuduhan penarikan Rp500.000, namun belum terbuka untuk apa dan buat apa uang itu," tandasnya.
Disparekrafbudpora pun meminta sudah ada pemilihan ketua CFD baru pada bulan Desember.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah pelaku UMKM mengeluhkan dugaan praktik pungutan liar untuk percepatan antrean stan yang berjualan di area CFD. Padahal, sudah ada aturan resmi dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) paguyuban terkait penempatan lapak UMKM.
Menurut keterangan Ismail Fahmi, sesuai AD/ART yang berlaku, setiap pelaku usaha wajib membayar biaya pendaftaran sebesar Rp50.000 untuk mendapatkan nomor antrean berjualan di CFD.
Namun, Fahmi menemukan adanya dugaan praktik tidak resmi berupa permintaan uang Rp300.000 hingga Rp500.000 oleh oknum pengelola CFD agar pelapak bisa langsung berjualan tanpa harus menunggu antrean panjang.
"UMKM yang mendaftar resmi sudah antre sejak tahun 2023 dan jumlahnya kini mencapai sekitar 100-an pelaku usaha. Tapi ada oknum yang menawarkan jalan pintas dengan bayar lebih mahal," ujarnya.
Setelah ditelusuri bersama sejumlah pengurus dan pemerhati UMKM Gresik, ditemukan adanya kewajiban transfer dana pendaftaran ke rekening pribadi oknum, bukan ke rekening resmi paguyuban yang sebenarnya sudah tersedia.
"Rekening paguyuban CFD itu ada. Tapi kok yang dipakai rekening pribadi? Itu yang jadi pertanyaan," ungkapnya.
Fahmi mengaku telah menyampaikan keluhan ini langsung kepada pihak penanggung jawab CFD serta Kepala Disparekrafbudpora Saifudin Ghozali, dan meminta agar sistem pendaftaran maupun antrean segera ditertibkan.
"Ini menyangkut UMKM. Harusnya dibina sesuai dengan semangat Nawa Karsa Pemkab Gresik (Bela Beli Produk UMKM). Tapi ternyata masih ada dugaan suap-menyuap atau pungutan di lingkup CFD yang berada langsung di bawah Disparekrafbudpora," tegasnya. (hud/rev)













