JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Belasan aktivis Front Pembela Islam (FPI) berkeliling mendatangi mal-mal besar di Surabaya. Mereka mengendarai sepeda motor dan berorasi sebentar di depan mal, dimulai dari Mal Galaxy di kawasan Surabaya Timur. FPI juga mengajak umat Islam tidak mengucapkan, mengikuti, dan menggunakan atribut-atribut Natal dan tahun baru.
"Kami mengimbau pihak mall tidak memaksa pegawainya menggunakan atribut Natal bagi yang beragama Islam karena dilarang berdasarkan fatwa MUI maupun imam empat mazhab," kata seorang anggota FPI di depan Tunjungan Plaza, Rabu, 23 Desember 2015.
Baca Juga: Merasa Dipersulit Urus Izin, Seniman di Pamekasan Tuding Polisi Takut FPI, Begini Kata Wakapolres
Sekretaris FPI Jawa Timur Muhammad Khairudin mengungkapkan, aksi itu dilakukan agar manajemen perusahaan tenant di mall tidak memaksa karyawannya yang muslim. Menurut dia, toleransi dalam Islam adalah tidak turut merayakan atau mengenakan atribut Natal.
"Berdasarkan mazhab Hanafi juga melarang karena bisa termasuk murtad. Kami ingin menyelamatkan umat Islam dari pemurtadan,” ujarnya.
Pihaknya, kata dia, menegaskan bahwa aksi kali ini bukan sweeping atau razia yang mengarah ke anarkisme. Mereka tak masuk dan menyusuri tiap tenant, melainkan hanya berhenti di depan pintu masuk dan melakukan orasi. “Kami datang dengan santun,” tuturnya.
Baca Juga: Seluruh Kantor Kementerian Agama se-Indonesia Bisa Digunakan untuk Perayaan Natal
FPI, kata Khairudin, mengaku berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait dengan aksi tersebut. Namun, jika pihaknya mendapat laporan adanya pemaksaan oleh mall tertentu, ia siap datang dengan membawa jumlah anggota yang lebih besar lagi.
Setelah berorasi di Mal Galaxy, rombongan sepeda motor relawan FPI melanjutkan aksi ke mal-mal lain. Di antaranya Grand City, Delta Plaza, Tunjungan Plaza, Ciputra World, dan berakhir di Lenmarc.
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Ahmad Sobri Lubis, mengaku tidak mengetahui bahwa belasan aktivis FPI Surabaya pada Rabu siang, 23 Desember 2015, berkeliling mendatangi mal-mal besar di Surabaya untuk menghimbau pihak mal agar tidak memaksa pegawainya menggunakan atribut-atribut Natal dan tahun baru. “Saya nggak tahu beritanya soal itu,” kata Ahmad Sobri Lubis saat dihubungi pada Rabu, 23 Desember 2015.
Baca Juga: Pendeta Tak Punya Gereja, Kebaktian di YouTube, Dapat "Kolekte" Besar
Ahmad Sobri Lubis enggan menanggapi aksi anggotanya di Surabaya itu. Ia mengatakan tidak ada rencana juga bagi FPI untuk menggelar aksi serupa di Jakarta. “Hari ini kami mengurus acara maulid Nabi di Petamburan. Kami nggak ada acara begituan,” katanya.
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan umat Islam boleh saja mengucapkan "Selamat Natal" kepada umat Nasrani, yang akan merayakan Natal pada 25 Desember ini. "Silakan saja jika memang ada keperluannya," katanya saat ditemui di kantor MUI pada Rabu, 23 Desember 2015.
Bagi Din, mengucapkan "Selamat Natal" tak jadi masalah asalkan tidak melibatkan keyakinan. "Itu bersimpati sebagai sesama manusia," ujar mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah itu.
Baca Juga: Menghabisi Etnis Arab, Membela Etnis Tionghoa, Radikalisme tanpa Pengakuan
Namun, kata Din, bukan berarti kaum muslim boleh mengikuti perayaan Natal. Din menganggap, dalam perayaan Natal, terdapat ritual keagamaan yang kental. "Maka, enggak akan kurangi toleransi juga kalau enggak masuk wilayah itu," tuturnya.
Din menambahkan, toleransi adalah pengakuan bahwa bangsa Indonesia itu majemuk dan kesediaan hidup bersama sebagai saudara sebangsa. "Pakai hati."
Ihwal pemakaian atribut yang terkait dengan perayaan hari raya keagamaan tertentu oleh umat beragama lain, Din menganggap hal itu bukanlah bentuk toleransi. "Saya tidak setuju dalam rangka hari raya keagamaan diminta pakai atribut," ujar Din, yang kini menjabat Ketua Muhammadiyah Ranting Pondok Labu.
Baca Juga: Hadiri Peringatan Natal Bersama Bamag, ini Pesan Bupati Gresik
Menurut Din, terkadang ada perusahaan yang memaksa karyawannya memakai atribut yang identik dengan agama tertentu ketika hari raya tiba. Ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang sensitif. "Pengusaha bisa tahan diri, jangan memaksa karyawannya," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News