SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Upaya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X dalam menghasilkan produk turunan tebu non gula kini terus diupayakan. Jika sebelumnya sudah diproduksi bio ethanol dari sisa ampas tebu, kini diupayakan lagi diversifikasi produksi untuk menghasilkan listrik (co-generation) mencapai 50 Megawatt (MW).
“Potensi cogeneration di PTPN X ini ada 50 megawatt (MW) dengan rincian 20 MW di PG Ngadiredjo, 10 MW di PG Tjoekir, dan 20 MW di PG Gempolkrep. Untuk proyek co-generation ini dibutuhkan kelebihan ampas sekitar 280 ribu ton per tahun," kata Direktur Perencanaan dan Pengembangan PTPN X, Moch Sulton, Rabu (6/1).
Baca Juga: DPPTK Ngawi Boyong Perwakilan Pekerja Perusahaan Rokok untuk Ikuti Bimtek di Jember
Ia menjelaskan agar didapatkan kelebihan ampas sebesar 280 ribu ton per tahun, maka PTPN X membutuhkan varietas yang memiliki karakteristik dasar, yakni yang memiliki sukrosa atau rendemen tinggi, tepatnya di atas 12 persen. “Varietas tersebut juga harus memiliki kadar sabut tinggi, yaitu di atas 12 persen," ungkapnya.
Menurutnya, varietas tersebut juga harus tahan terhadap berbagai hama dan penyakit. Selama ini, di Indonesia varietas seperti itu belum ditemukan. Untuk itu, pihaknya mengunjungi beberapa negara yang industri gulanya terintegrasi dengan bioetanol dan cogeneration dengan tujuan melihat varietasnya.
Sebelumnya, Dirut PTPN X, Subiyono sempat menjelakan telah menyiapkan dana investasi untuk diversifikasi usaha non gula tersebut. Investasi pembangunan proyek co-generation berkapasitas 50 MW itu sebesar Rp 296 milar.
Baca Juga: Tolak Perpanjangan Izin Penambangan PT EPAS, Warga Puncu Demo ke Kantor PTPN Ngrangkah Pawon
“Dengan kapasitas itu, tiga unit co-generation bisa menghasilkan 360 GWH dan 300 hari. Jika harga listrik biomassa seperti ditetapkan pemerintah dipenuhi, yaitu Rp 1.150 per KWH, maka potensi pendapatannya bisa mencapai Rp 414 miliar,” ujar Subiyono.
Sayang, menurut Subiyono, selama ini ampas tebu kurang dioptimalkan dan hanya dijual murah buat pakan ternak dan pellet untuk bahan bakar. Padahal, jika dioptimalkan untuk co-generation, nilai tambahnya jauh lebih besar.
“Kami punya potensi kelebihan ampas tebu 280 ribu ton per tahun yang bisa jadi bahan bakar pembangkit. Ini harus dimulai meski banyak yang pesimistis. Di Brasil, pabrik gula sudah mempunyai co-generation berkapasitas lebih dari 3.000 MW, di India lebih dari 2.000 MW,” ujarya.
Baca Juga: PTPN l Regional 4 Perluas Pasar Ekspor Tembakau
Dengan pemanfaatan produk tebu non-gula seperti listrik tersebut, kata dia, bisa meningkatkan pendapatan petani. “Pabrik gula tidak hanya mengandalkan penjualan gula, sehingga berani memberikan nilai bagi hasil lebih besar kepada petani tebu," harap Subiyono.
Selama ini, diakui Subiyono, bagi hasil gula adalah 66 persen buat petani, dan 34 persen bagi pabrik. Jika diversifikasi produk bisa dilakukan, maka bagi hasil bisa menjadi 70 persen untuk petani, dan 30 persen untuk pabrik.
“Kami menghitung, selisih bagi hasil itu bisa mencapai Rp 45 miliar yang bisa dibagikan ke petani. Itu khusus untuk tiga unit PG yang kami sentuh dengan investasi bioetanol dan listrik, yaitu PG Ngadiredjo, Tjoekir dan PG Gempolkrep,” tukasnya.
Baca Juga: Tingkatkan Produktivitas Tebu, Petrokimia Gresik Perkuat Kerja Sama Program Makmur dengan SGN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News