SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) dikhawatirkan akan menyuburkan kembali praktik korupsi dan menghambat program nasional.
"Kewenangan penolakan sepenuhnya ada di tangan Presiden Joko Widodo untuk menghalau revisi RUU KPK itu," ujar Ketua Masyarakat Antikorupsi, Wesli Marpaung.
Baca Juga: Pemkot Kediri Ikuti Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi
Marpaung mengatakan, tidak ada urgensi dari revisi RUU KPK yang notabene untuk memperkuat posisi lembaga antikorupsi tersebut. Revisi ini justru mengkebiri kewenangan KPK memberantas korupsi.
"Seharusnya, DPR dan pemerintah memperkuat posisi KPK mendukung pemberantasan korupsi, dan bukan malah melemahkan. Jika KPK lemah justru rakyat akan dirugikan akibat revisi itu," katanya.
Menurutnya, penindakan oleh lembaga antikorupsi tanpa membatasi kewenangannya, secara otomatis mempercepat program pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Baca Juga: Dialog NU Belanda: Politik Balik Modal Dorong Pelumpuhan KPK, Polisi Mirip Dwi Fungsi TNI
KPK sendiri menolak tegas revisi terhadap UU No 30/2002 tentang badan antikorupsi itu. Pasalnya lebih dari 90% materi revisi dianggap tidak mencerminkan semangat menguatkan kecuali melemahkan keberadaan KPK. "Lebih dari 90% ini pelemahan dan bukan penguatan," kata Wakil Ketua KPK Laode Syarief.
Sejauh ini ada empat poin revisi yang dianggap sebagian besar masyarakat lebih kental semangat pelemahan ketimbang penguatan terhadap KPK.
Empat poin tersebut adalah pembentukan Dewan Pengawas, pemberian wewenang terhadap KPK menghentikan perkara (SP3), penyadapan dilakukan berdasar izin dari Dewan Pengawas dan KPK tidak diberi wewenang mengangkat tenaga penyelidik dan penyidiknya sendiri.
Baca Juga: Politikus Rayap, Siapa Mereka?
Menurut Laode, pembatasan wewenang penyadapan KPK dengan mengharuskan adanya izin Dewan Pengawas tidak tepat dengan prosedur dan ketentuan yang digunakan KPK selama ini.
Tidak hanya Laode, adanya upaya pengebirian terhadap kewenangan KPK ini juga mendapat protes keras sejumlah pihak. Tak hanya sejumlah kalangan di internal DPR, tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan pun mulai menyuarakan penolakan.
"Kami melihat berkali-kali KPK ini dilemahkan. Oleh karena itu, kami para pemimpin agama di Indonesia menyerukan kembali politisasi dihentikan dan berharap KPK dapat bekerja seoptimal mungkin," tutur Ketua PBNU KH Imam Aziz dalam acara pemberian dukungan kepada penguatan pemberantasan korupsi.
Baca Juga: Cincin Lord of the Ring dan KPK
Ia mengatakan, KPK memiliki tugas yang berat karena korupsi masih menjadi masalah besar bangsa Indonesia.
Wakil Sekjen PGI Pendeta Krise Gosal juga mengatakan pihaknya mendukung penguatan KPK, bukannya pelemahan. Pihaknya menentang upaya-upaya yang secara terang-terangan melemahkan lembaga itu. Persekutuan gereja mendukung KPK sebagai lembaga dan menaruh harapan besar.
Agama, kata dia, perlu menegakkan semangat antikorupsi dan membangun wawasan untuk membebaskan pengikut ajarannya dari penyakit korupsi.
Baca Juga: Aksi Turun Jalan Jilid 2, Ratusan Mahasiswa Tuntut Hentikan Tindakan Pelanggaran HAM
Pemuka Katolik Romo Johannes Hariyanto meminta agar Presiden Joko Widodo bertindak tegas melawan upaya pelemahan KPK yang terendus dalam rencana revisi undang-undang di DPR.
Johannes mengatakan ada dua hal yang membuat Presiden memiliki kapasitas untuk melawan upaya pelemahan KPK di DPR.
Langkah pertama, Presiden sebagai kepala negara memiliki otoritas yang bisa digunakan semaksimal mungkin, misalnya dengan tidak menyetujui revisi UU KPK.
Baca Juga: Presiden Rakyat atau Presiden Partai?
Kedua, ada pernyataan langsung dari presiden untuk melakukan moratorium terhadap segala usaha pelemahan UU KPK, sehingga hal tersebut memberikan sinyal jelas tentang sikap pemerintah.
"Kita tahu bahwa 'korban' KPK ialah orang-orang yang bisa merumuskan undang-undang. Ini akan mengerikan karena seluruh upaya pelemahan KPK hanya untuk menyelamatkan dirinya sendiri," lanjut Johannes.
Dia menambahkan tindakan DPR ini lebih dari sekadar kejahatan korupsi, karena bisa dikategorikan sebagai kejahatan untuk melawan bangsa.
Baca Juga: Ratusan Mahasiswa IAIN Madura Lakukan Aksi Damai Tuntut Dewan Tolak RUU KUHP dan UU KPK
Sementara Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW) mengajak masyarakat mendukung petisi penolakan Revisi UU KPK yang termuat di laman Change.org. Petisi yang berjudul “Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK” itu sudah didukung lebih dari 53 ribu tandatangan warga.
“Kembali lagi upaya pemberantasan korupsi hendak dilemahkan. Kali ini, DPR berencana revisi UU KPK tahun ini. Apa yang mereka ingin revisi? Adanya Dewan Pengawas, yang harus menyetujui penyadapan yang dilakukan KPK. Adanya mekanisme penghentian kasus di tengah jalan dengan SP3. Juga, KPK tak boleh mengangkat penyidik dan penyelidiknya sendiri,” kata BW dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/2/2016).
Meskipun demikian, BW masih tetap yakin bahwa DPR akan membatalkan upaya merevisi UU KPK lantaran rakyat sadar mereka tak bisa dibohongi dalam rencana para legislator itu. Menurut dia, jika rakyat sudah bersuara dan bergerak, KPK akan tetap selamat dari upaya pelemahan itu.
Baca Juga: Mahasiswa Blitar Bersatu Demo Tuntut Penerbitan Perppu KPK
“Yang membuat saya lega, rakyat tak bisa dibohongi dan sadar bahwa merekalah penerima dampak terbesar korupsi. Puluhan ribu menolak revisi, melalui petisi itu. Selama ini, kalau rakyat bersuara, bergerak, KPK selamat, Indonesia selamat! Revisi ini bukan sekedar melemahkan KPK tapi mendelegitimasi seluruh upaya pemberantasan korupsi. Revisi ini mengintervensi independensi KPK,” tegasnya.
Untuk itu, BW yang dinonaktifkan menjadi pimpinan KPK menjelang akhir masa jabatannya ini sekali lagi mendukung petisi ini dengan menandatangi dan menyebarkan ke masyarakat luas. “Karena itu, saya mengajak sobat semua untuk bergabung melawan revisi UU KPK. Dimulai dari menandatangani dan menyebarkan petisi ini. Kita tunjukkan, rakyat melawan,” pungkasnya.
Petisi pada laman Change.org tersebut mempunyai dua tuntutan, yakni 1. Kepada Ketua DPR untuk menghentikan pembahasan Revisi UU KPK dan mencabut revisi UU KPK dari rencana legislasi DPR dan 2. Meminta Presiden Joko Widodo untuk menolak usulan revisi UU KPK. Petisi selengkapnya dapat dibaca di www.change.org/JanganBunuhKPK
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisaksi (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar mengatakan revisi UU KPK sudah ditolak oleh lembaga antirasuah itu sendiri, jadi DPR seharusnya membatalkan rencana tersebut, karena masyarakat menganggap tidak ada kebutuhan untuk merevisi UU tersebut.
"Jika DPR meneruskan, sama saja DPR melawan akal sehat dan bertentangan dengan keinginan rakyat," kata Abdul Fickar Hadjar, Jumat (5/2).
Dia mengakui, tidak akan kewajiban bagi DPR untuk mengakomodir penolakan KPK, sebab KPK sebagai pengguna UU ini telah secara tegas menyatakan bahwa UU KPK yang ada saat ini telah cukup bagi operasional KPK. "Jadi tidak ada urgensi sama sekali untuk merevisi UU KPK," ujarnya. (hri/kcm/tic/mer/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News