SUMENEP, BANGSAONLINE.com – Ratusan hektare padi di Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi, dan Desa Patean, Kecamatan Batuan, benar-benar terancam gagal tanam. Hal itu mengundang keprihatinan tersendiri bagi anggota dewan setempat, karena petani harus melakukan pembibitan ulang.
Anggota Komisi II DPRD Sumenep, Nurus Salam, memaparkan bahwa genangan banjir yang selama puluhan tahun merusak tanaman padi itu merupakan bentuk konkret dari ketidaksinkronan program di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Jika program di instansi terkait dipadukan, maka genangan banjir itu tidak akan terus terulang dalam tiap musim hujan.
Baca Juga: Kunjungi Desa Rombiya Timur dan Talaga, Bupati Sumenep Selidiki Faktor Penyebab Banjir
“Mestinya ini dipikirkan oleh pimpinan di masing-masing eksekutif dengan serius, biar tidak terus menerus lahan pertanian digenangi banjir,” ungkapnya, Senin (15/2).
Dia meyakini, genangan banjir itu terjadi karena saluran air tersier dan sekunder tidak berfungsi maksimal. Dengan curah hujan yang tinggi dan dalam waktu yang relatif lama, dua saluran itu tidak bisa menampung debit air, sehingga air yang mestinya diteruskan ke laut, meluber memenuhi persawahan warga.
“Jadi sebenarnya yang harus dilakukan adalah memperlebar dua saluran itu, sehingga air tidak meluber ke perasawahan,” ujar pria yang kerap dipanggil Oyuk itu.
Baca Juga: Antisipasi Banjir dan Genangan Air di Titik Rawan, Pemkab Sumenep Siagakan Satgas
Untuk mengurangi beban petani, Oyuk menyarankan SKPD terkait memberikan bantuan bibit padi baru kepada petani yang sudah mengalami gagal tanam. Dengan bantuan bibit itu, setidaknya beban petani sedikit ringan.
“Apa yang dialami petani merupakan konsekuensi logis dari ketidaksinkronan program itu. Makanya, eksekutif harus betanggung jawab mengurangi beban petani,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News