JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pengamat politik Dr Muhammad AS Hikam menegaskan bahwa sudah banyak pihak yang memberikan alasan mengapa Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan DPR itu mesti ditolak. ”Karena baik paradigma maupun fungsinya sama sekali bukan dalam rangka penguatan KPK, tetapi memperlemah dan bahkan dapat membunuh lembaga antirasuah tersebut,” kata AS Hikam dalam statusnya di facebook.
Ia kemudian menjlentrehkan rencana para parpol dan politisi di Senayan untuk fungsi Dewas, antara lain: 1) Mengawasi tugas Pimpinan KPK; 2) Mengevaluasi kinerja pimpinan KPK setiap tahunnya; dan 3) Penyadapan dan penyitaan yang dilakukan KPK harus seizin lembaga Dewas. ”Kewenangan yang sedemikian besar dan ekstensif jelas akan membelenggu pimpinan KPK dalam pembuatan keputrusan strategis, dan implikasinya akan membuat kinerja terkait penindakan mengalami gangguan birokratisasi, dan terbuka peluang yg lebih besar bagi politisasi,” tegas pengamat kelahiran Tuban itu
Baca Juga: Pemkot Kediri Ikuti Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi
Kekhawatiran dan kritik dari masyarakat tersebut dicoba ditepis oleh politisi Golkar Bambang Soesatyo (BS) dengan mengatakan bahwa Dewas akan diisi "nama-nama yang dikenal publik, memiliki integritas yang baik serta tidak lagi memiliki ambisi menjabat jabatan publik."
”Hemat saya, ini adalah alasan yang terlalu sumir, seperti janji kampanye pileg yang tidak dijamin akan ditepati oleh DPR. Lebih jauh lagi, alasan seperti itu malah menunjukkan ekonomisme dalam penalaran politisi tersebut. Sebab bagaimana mungkin sebuah persoalan sistemik hanya akan diselesaikan dengan jawaban yang bersifat subyektif seperti itu?,” kata mantan orang dekat Presiden RI keempat KH Abadurrahman Wahid itu.
Menurut dia, penolakan terhadap Dewas muncul karena fungsi dari lembaga tersebut yang akan menjadi penghalang bagi KPK. ”Siapapun yang ada di Dewas tidak akan bisa membuat KPK akan kian kuat jika diberi kewenangan yang luar biasa tersebut. Pendek kata, alasan yang dilontarkan oleh BS adalah sontoloyo,” katanya.
Baca Juga: Dialog NU Belanda: Politik Balik Modal Dorong Pelumpuhan KPK, Polisi Mirip Dwi Fungsi TNI
Hikam menegaskan bahwa argumen BS justru kian membuktikan bahwa usulan DPR tentang revisi UU KPK tidak terdapat koherensi pemikiran di dalamnya. ”Itu menjelaskan mengapa sejauh ini belum ada naskah akademik dari Senayan yang bisa menopang rancangan revisi secara kokoh dan masuk akal. Terang saja para politisi dan parpol yang mendukung revisi tersebut tak mampu membuktikan bahwa apa yang mereka sebut penguatan itu adalah benar-benar upaya yang membuat KPK lebih berdaya dalam bekerja memberantas korupsi. Wacana "penguatan KPK" versi politisi dan parpol, tak memiliki substansi yang bisa diandalkan dan justru malah membuka peluang bagi tawar-menawar politik,” katanya.
Menurut dia, bisa jadi, siapapun yang akan menjadi anggota Dewas KPK akan diajak tawar menawar politik oleh parpol dan politisi mereka utk "menjaga" agar lembaga antirasuah bisa dikontrol dari dalam. ”Kalau BS mengatakan akan mengangkat tokoh-tokoh sebesar Prof Buya Syafii Maarif (BSM) dan Prof. Mahfud MD (MMD), saya kira beliau-beliau akan menolak. Sebab mereka tidak akan mau diajak pat gulipat oleh para politisi tersebut.
Berdasarkan argumen BS itu, revisi UU KPK, hemat saya, tidak memiliki raison d'etre, baik secara legal, politik, maupun etik,” katanya.
Baca Juga: Politikus Rayap, Siapa Mereka?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News