JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sejumlah pengurus partai politik (parpol) “kebakaran jenggot” karena pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Jum'at (11/3). Di mana, Ahok menyebut adanya mahar politik dan ongkos jika maju sebagai kandidat di Pilgub DKI Jakarta 2017 melalui parpol dengan besaran Rp 100 miliar hingga Rp 200 miliar.
Lantaran hal itulah, Ahok mengaku memilih maju dalam pilkada 2017 lewat jalur independen karena enggan membayar mahar kepada partai politik. “Harta saya dikumpulin jual semua ya kayaknya pas-pasan kalau segitu. Enggak deh. Mending enggak usah lewat partai,” katanya.
Baca Juga: Politikus PKS Suswono Dianggap Hina Nabi, Yenny Wahid: Rasulullah Bukan Pengangguran
Ahok menilai ongkos politik untuk maju lewat partai terlalu mahal. Kata Ahok, paling tidak ia harus membayar mahar hingga Rp 300 miliar untuk bisa didukung satu partai.
Menurut Ahok, tarif Rp 100-200 miliar sudah hal yang lumrah. Ongkos politik seorang pasangan calon yang ingin maju lewat partai memang tidak murah. Pasalnya, parpol biasanya mencari dukungan di sektor kelurahan hingga provinsi. Misalnya, untuk satu kelurahan, kira-kira perlu suntikan dana sekira Rp 10 juta per bulan.
Biaya tersebut dipakai untuk penyewaan mobil, konsumsi, dan biaya operasional lainnya. Jika ada 267 kelurahan dan dihitung dalam 10 bulan, maka dana yang dibutuhkan sudah miliaran. Belum lagi jika partai tersebut berkoalisi.
Baca Juga: Cawe-Cawe Jokowi Jilid II, Disebut Jegal Anies dalam Pilgub DKI 2024
Atas pernyataan tersebut, hampir semua parpol dibikin malu dan berusaha langsung membantah. Ketua Fraksi Partai Gerindra DKI Jakarta, Mochammad Taufik misalnya. Dia langsung menepis pernyataan Ahok tersebut terkait mahar politik jika ingin diusung oleh partai politik. “Enggak ada. Waktu 2012, Ahok sama sekali enggak bawa duit. Enggak ada itu mahar,” ujarnya di Gedung DPRD DKI, Jumat (11/3).
Dia menuturkan Partai Gerindra tidak pernah meminta uang “mahar” hingga ratusan miliar kepada bakal calon gubernur/wakil gubernur yang diusung. Menurutnya, semua kebutuhan kampanye ditanggung sepenuhnya oleh partai politik.
“Tanya aja ke PDI Perjuangan, ada enggak mahar? Pasangan Jokowi-Ahok itu dulu enggak bawa duit sama sekali. Tahun ini juga sama, kami akan ada penjaringan bakal calon, masa masih minta mahar?” katanya.
Baca Juga: Kehilangan 9 Kursi DPRD DKI Gegara Musuhi Anies, PDIP Bakal Dukung Anies dalam Pilgub DKI?
Ketua Bidang Advokasi DPP Gerindra, Habiburokhman bahkan menyebut Ahok lebih banyak bicara tanpa berpikir lebih dulu.
Ia menyesalkan tak jarang kata-kata kasar terlontar dari mulut mantan politisi Gerindra itu.
"Mulut Ahok itu lebih cepat ketimbang otaknya. Berapa kali dia marah keluarin kata-kata kasar," ujar Habiburokhman dalam diskusi "Jakarta Tanpa Ahok" di kawasan Tebet, Jakarta, Jumat (11/3).
Baca Juga: Politikus PDI Perjuangan Ungkap Alasan Ahok Layak Maju di Pilgub Sumut 2024
Bantahan juga dilontarkan Partai Nasdem. Namun, Nasdem memahami pernyataan Ahok soal "mahar politik" yang sangat tinggi. Ketua DPP Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago, menganggap wajar kritik Ahok.
"Inilah anehnya partai politik. Mereka jual mahal mau dukung Ahok. Kemudian pakai mahar yang mahal. Kalau kemudian beralih pada jalur independen kenapa harus ribut? Jangan ribut dong," kata Irma, Jumat (11/3).
Ia juga tak paham maksud Sekretaris DPD DKI PDI Perjuangan, Prasetyo Edi Marsudi, yang menyatakan Ahok sedang melakukan deparpolisasi.
Baca Juga: Viral Ahok Bilang Jokowi dan Gibran Tak Bisa Kerja, PAN pun Bereaksi
"Enggak ada itu cerita anti parpol, buktinya Nasdem juga dukung dia. Hanya saja, Nasdem itu mendukung Ahok tanpa syarat dan tanpa mahar," ucap Irma.
"Kalau yang lain enggak mau mendukung Ahok tanpa syarat dan mahar ya enggak usah ribut juga. Kenapa harus negative thinking," sindir Irma.
Menurutnya, langkah Ahok bersama barisan relawannya memilih jalur independen adalah bentuk nyata menipisnya kepercayaan rakyat kepada parpol. Karena itu parpol harus introspeksi.
Baca Juga: Ahok Pengibar Politik Identitas Tingkat Tinggi, Pernah Diberi Gelar Sunan Kalijodo
"Jelas parpol harus interopeksi. Jadi kita enggak boleh juga hanya bicara politik praktis. Sekali-kali bicara politik etis untuk rakyat," tegas Wakil Ketua fraksi Nasdem di DPR ini.
Sementara Sekretaris DPW Nasdem DKI Jakarta Wibi Andriano tidak membantah adanya mahar kepada sejumlah partai dari calon gubernur (cagub) yang menginginkan dukungan parpol. Dia membenarkan adanya partai politik yang meminta sejumlah mahar untuk memberikan bantuan dukungan.
"Ini yang sebenarnya orang tau tapi pura-pura nggak tau," kata Wibi Andriano di Jakarta, Jumat (11/3).
Baca Juga: Ahok Mencari Pemimpin Bersih
Namun, Wibi membantah adanya mahar senilai Rp 100 miliar bagi calon gubernur (cagub) yang menginginkan dukungan parpol khususnya Nasdem. Wibi mengatakan Nasdem siap mendukung cagub tanpa mahar dan tanpa sarat tertentu.
Di sisi lain, PDIP menilai pernyataan Ahok tidak tahu berterima kasih kepada PDI Perjuangan yang sudah menjalin hubungan baik selama ini.
"Ini tidak fair, Ahok tiba-tiba bilang saya tidak mau ikut partai karena mahar, nah ini menurut saya yang tidak fair," ungkap politisi PDIP Muhammad Yamin juga dalam diskusi bertema 'Jakarta Tanpa Ahok' di Kawasan Tebet, Jakarta.
Baca Juga: Kampung Akuarium Digusur Ahok, Kini Tanahnya Dibawa Anies ke IKN, Apa Maksudnya?
Menurutnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak akan mengorbankan partai hanya untuk menyatakan setuju dengan orang nomor satu di ibukota tersebut. "PDIP harus melewati mekanisme," kata Yamin.
Sedangkan Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira menyatakan, penasaran dari mana Ahok bisa mengetahui tentang adanya mahar politik tersebut. Dirinya pun menyindir balik Ahok dengan menyebutnya memberikan Rp100 miliar untuk mendapat dukungan Partai Nasdem.
"Coba tanya Partai Nasdem yang sekarang sudah mengusung dia. Jangan-jangan sudah terima Rp 100 miliar dari Ahok," ujar Andreas saat dihubungi, Jumat (11/3/2016). (mer/det/kcm/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News