CIREBON, BANGSAONLINE.com - KHA. Hasyim Muzadi mendapat kehormatan menyampaikan ceramah agama pada puncak Haul Almarhumin di Pesantren Buntet Cirebon Jawa Barat, Sabtu malam (9/4).
Acara rutin tahunan ini dihadiri Menteri Agama RI Drs Lukman Hakim Saifudin, Kapolda Jabar, Irjen Pol. Drs. Jodie Rooseto dan para Masayikh Pesantren Buntet, antara lain: KH. Nahduddin Abbas, KH. Anas Arsyad, KH. Adib Rofiudin Izza, serta para pejabat dan tokoh masyarakat seperti serta ribuan jamaah yang hadir dari berbagai kota sekitar Cirebon.
Baca Juga: Pesantren di Lereng Gunung, 624 Santrinya Lolos PTN dan di 11 Perguruan Tinggi AS, Eropa dan Timteng
Dalam ceramahnya, Kiai Hasyim Muzadi mengatakan bahwa pesantren harus bangkit mempertahankan fikrah Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) Annahdiyah.
”Karena saat ini sedang terjadi "ghazwul fikri" (perang pemikiran). Masing-masing mengaku dan merasa manhaj mereka yang menjamin terselenggaranya Islam Rahmatan Lil Alamin,” kata Kiai Hasyim Muzadi di depan ribuan warga Cirebon dan sekitarnya.
Menurut anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu sekarang ini waktunya para ulama bernahdlhoh (bangkit) untuk meneruskan perjuangan yang telah digali dan diperjuangkan salafussholih, kemudian menyajikan kepada masyarakat dengan cara atau metode yang baru.
Baca Juga: Tren Santri Belajar di Luar Negeri, Sekarang Peluang Makin Besar dan Tak Terbatas
“Tapi barangnya barang lama. Almuhafadzatu ‘alal qodimissholih wal ‘akhdu bil jadidil ashlah. Tanpa harus menggeser miqatnya dan mengubah manhajnya,” katanya.
Pengasuh dua pesan pondok pesantren mahasiswa al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat ini menegaskan bahwa yang diperjuangkan adalah al-Quran dan Hadits. ”Yang kita perjuangkan adalah Ahlussunnah wal jama’ah Annahdliyah,” katanya.
Ia lalu menjlentrehkan sejarah panjang para pejuang Islam, terutama para waliyullah. Menurut dia, periode awal dakwah Islam dilakukan oleh para wali di Indonesia. Kemudian dilanjutkan ulama-ulama pesantren melalui jalur pendidikan yang dipelopori Hadratussyaikh Kiai Muhammad Hasyim Asy'ari dan yang lain.
Baca Juga: Mudah Tanpa Bantuan Jin, Ijazah Amalan Ilmu Pesugihan oleh Kiai 'Sakti' Jawa Timur
”Itu usianya sudah hampir 100 tahun yang lalu. Dan biasanya setiap 100 tahun akan ganti generasi,” katanya.
Menurut dia, setiap perubahan generasi, maka berubah konsumennya, berubah pula tantangan zamannya. Padahal yang diperjuangkan tetap al-Quran, Hadis dan ilmu ulama.
”Sebagaimana disabdakan oleh Rasul; bahwa Allah akan mengutus mujaddid di muka bumi ini pada setiap generasi. Maka di sinilah peran pesantren melakukan tajdid,” katanya.
Baca Juga: Mahfud MD: Pesantren Aset Besar NKRI
Mantan ketua umum PBNU dua periode itu berpendapat bahwa makna tajdid bukanlah membuat atau mengadakan sesuatu yang baru. ”Kiai Ahmad Shiddiq mendefinisikan tajdid sebagai ja’lun qadim kaljadid. Yaitu menjadikan sesuatu yang lama seperti baru, atau dengan menyepuh (merenovasi) hal yg lama menjadi baru. Atau dengan kemasan yg baru (inovasi),” tegas ulama asal Tuban Jawa Timur itu.
Menurut dia, dulu pada jaman KH.Wahab Hasbullah untuk mmpertahankan Aswaja harus brangkat sendiri ke Saudi Arabia. Yang pada akhirnya dikenal dengan istilah “Komite Hijaz”. Tujuannya, agar Aswaja diberikan tempat. ”Kalau sekarang Wahabi dan Syiah sudah ada di sekeliling kita,” katanya.
Ia menegaskan bahwa salah satu ciri Aswaja adalah memiliki ciri tasamuh, tetapi bukan Istislam yang berarti menyerahkan. ”Tasamuh itu mengerti dan memahami perbedaan yang ada dengan firqoh lain. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran: Lana A’maluna wa lakum a’malukum, lakum dinukum waliyadiin,” katanya.
Baca Juga: Sebut Kiai Asep Virus, Cara China Didik Anak, Kiai Imam Jazuli: Kelola Pesantren Tak Butuh Profesor
Ia lalu menjelaskan tentang kelemahan kita dalam memperjuangkan Aswaja dibanding madzhab lain. Kalau madzhab lain adalah ilmu, amal, harokah (pergerakan) dan maaliyah (sumber pendanaan). Jadi, ilmu, amal ilmu, sistem gerakan plus keuangan.”Nah, ini berbeda dengan kita. Kita ini baru berada dalam tataran ilmu amaliyyah dan beramal ilmiyyah,” katanya.
Menurut dia, penguatan Ahlussunnah Wal Jamaah itu hanya bisa dilakukan oleh pesantren. Tapi tidak semua pesantren bisa. ”Yang bisa adalah pesantren yang mempunyai silsilah langsung dengan para auliya, seperti pesantren Tebuireng (Jombang), Pesantren Cipasung (Jabar), Pesantren Sukorejo Asembagus (Situbondo), Pesantren Syaikhona Kholil (Bangkalan), termasuk Buntet Pesantren (Cirebon) ini dan beberapa pesantren lain,” katanya.
Kini – tegas dia- persantren harus bersama-sama melakukan penguatan, lalu pengembangan manhaj. Karena jika tidak, maka NU bisa ganti manhaj NU dengan manhaj baru. dan mungkin bisa seperti ISIS, atau kelompok radikal yg lain.
Baca Juga: Hadiri Halaqah Pesantren Al-Hikam, Ketua Wantimpres Bersyukur Dekat Kiai Hasyim Muzadi
”Banyak orang yang berbeda manhaj, datang ke NU.Mereka menawarkan pemikiran lain yang berbeda dengan manhaj Aswaja NU. Saya perhatikan saat ini terdapat fenomena santri yang sudah bosan dengan pemikiran pesantren. Sehingga akhirnya pikirannya menerawang ke mana-mana. Dalam situasi seperti itu mereka di-"ambil" oleh orang lain, kemudian dikembalikan ke NU,” katanya.
Menurut dia, Nahdlatul Ulama itu bukan sekedar organisasi. Akan tetapi jalan hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. ”Maka harus kita pegan teguh secara erat,” pungkasnya. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News