Pembebasan WNI Belum Berhasil, Keluarga Minta TNI Serang Abu Sayyaf

Pembebasan WNI Belum Berhasil, Keluarga Minta TNI Serang Abu Sayyaf Kelompok milisi di selatan Filipina. foto: (Picture-Alliance/dpa/L Castillo)

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kecemasan dan kegelisahan keluarga korban penyanderaan kelompok asal Filipina, Abu Sayyaf, semakin menjadi. Terlebih, setelah empat Warga Negara Indonesia (WNI) kembali dikabarkan telah disandera.

Sebelumnya, empat WNI yang menjadi awak kapal tunda Henry dan kapal tongkang Cristi juga disandera, saat menempuh perjalan menuju Tarakan, setelah mengirim barang ke Cebu, Filipina.

Baca Juga: Tiga Napi Tindak Pidana Terorisme di Lapas Kediri Nyatakan Ikrar Setia pada NKRI

Informasi tersebut semakin membuat keluarga Wendi Rakhadian tak bisa menahan kecemasan.

Mereka makin pesimis pemerintah bersama perusahaan tempat anaknya bekerja bisa melakukan pembebasan Wendi dan awak tughboat Brahma 12 lainnya.

"Kalau melihat hingga hari ini, belum ada kepastian apapun terkait pembebasan anak saya dan sembilan lainnya, ditambah lagi empat orang kembali disandera Abu Sayyaf," tutur Aidil, ayah Wendi Rakhadian, di ladang jagung Jalan Tunggang, Kuranji, Padang, Minggu (17/4) dikutip dari vivanews.com.

Baca Juga: Napiter Asal Semarang Bebas di Lapas Tuban

Akhir-akhir ini memang, Aidil lebih banyak menghabiskan waktu di ladang ketimbang di rumah. Sebab, jika di rumah, ingatannya selalu tertuju kepada si sulung Wendi Rakhadian.

"Kalau tidak, bayar saja tebusannya, daripada tidak ada kepastian. Jika rasanya pembayaran tebusan menyangkut harga diri bangsa ini, bagaimana dengan keselamatan jiwa yang sepuluh orang ini, termasuk anak saya," kata Aidil.

Saking putus asanya, Aidil bahkan meminta militer Indonesia dalam hal ini, TNI untuk menyerang basis Abu Sayyaf. "Atau serang saja dengan kekuatan miiter, kan militer Indonesia katanya yang terbaik di dunia," tambah Aidil.

Baca Juga: Densus 88 Libatkan PPATK dan Stakeholder untuk Telusuri Transaksi Terduga Teroris DE

Ayah Wendi Rakhadian juga berharap, Filipina memberi ruang untuk militer Indonesia melakukan pembebasan. Aidil meyakini TNI mampu membebasan, jika Filipina memberikan izin kepada milier Indonesia melakukan upaya tersebut.

Kecemasan juga melanda keluarga 4 WNI yang kemarin disandera kelompok Abu Sayyaf. Kades Kanna Utara, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu, Sulsel, Gasali Nursalan yang juga adalah kerabat dekat Syamsir mengaku kaget dan syok begitu mendengar kabar kapal sepupunya dibajak di perairan Malaysia-Filipina.

"Apa lagi saat kami mendengar kabar jika dalam peristiwa tersebut satu orang ABK tertembak, kami sangat sedih membayangkan jika itu adalah adik sepupu kami," ujar Kepala Desa Kanna Utara Gasali, Minggu (17/4) dikutip dari okezone.com.

Baca Juga: Alumnus Tebuireng itu Dekati Mantan Teroris dengan Ushul Fiqh

Menurut Gasali Nursalam, Syamsir adalah anak dari almarhum Antu, suami dari Lamin. Syamsir merupakan anak kelima dari tujuh orang bersaudara.

"Mereka tujuh orang bersaudara, tinggal Syamsir yang belum menikah, jadi dia memang termasuk tulang punggung keluarga yang selama ini tinggal dengan Ibunya Lamin," terangnya.

Saat ini, keluarga Syamsir di Bastem masih dirundung rasa cemas, karena hingga kini belum mendapat kabar pasti apakah kondisi terakhir Syamsir saat ini masih hidup.

Baca Juga: Kantor Polisi Jadi Target Bom Bunuh Diri: Berikut Deretan Jejak Penyerangannya di Indonesia

"Kami berharap pemerintah bisa bergerak cepat, jangan seperti kejadian peyanderaan ABK Brahma 2 yang justeru menelan korban jiwa akibat serangan tentara Filipina ke kelompok Abu Sayyaf," ungkapnya.

Sementara, keluarga Bayu, asal Klaten, Jawa Tengah, berharap negosiasi yang akan kembali dilakukan pihak perusahaan dan pemerintah dengan kelompok tersebut akan sukses dan dapat membebaskan Bayu Oktaviyanto serta ABK lainnya.

Pasalnya, 20 hari sudah Bayu dan sembilan ABK lainnya ditahan kelompok militan Abu Sayyaf. Selama itu pula, Sutomo, warga Desa Mendak, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, mengaku dilanda ketidakpastian dengan nasib putra pertamanya itu.

Baca Juga: Terima Kasih Pendeta Saifuddin Ibrahim! Anda Bersihkan Islam dari Stigma Teroris dan Radikal

Apalagi sejak 26 Maret 2016 saat awal putranya dikabarkan disandera, kesehatan istrinya yang juga ibu kandung Bayu semakin menurun. Apalagi, kabar terbaru yang didengar, kelompok tersebut kembali menahan empat ABK lainnya yang juga bersala dari Indonesia. Hal ini semakin membuat dirinya cemas.

"Istri saya yang juga ibunya Bayu, setiap malam selalu saja menangis teringat Bayu. Kesehatan ibunya Bayu juga semakin menurun memikirkan Bayu. Ditambah, kabar yang saya dengar, katanya kelompok Abu Sayyaf kembali menahan empat ABK dari Indonesia. Terus nasibnya Bayu bagaimana," papar Sutomo saat ditemui di Klaten, Jawa Tengah, Sabtu 16 April 2016.

Terpisah, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta dilakukan penjajakan pengamanan atau patroli bersama di perairan yang menjadi rute dagang, seperti jalur ke Malaysia dan Filipina.

Baca Juga: Cegah Terorisme dan Radikalisme, BNPT Terapkan Konsep Pentahelix

"Presiden baru saja meminta untuk dijajaki dengan Malaysia-Filipina untuk pengamanan bersama," ujarnya saat hadir dalam di acara pelepasan keberangkatan rombongan Jokowi dari Bandara Internasional Halim Perdana Kususma Jakarta ke Eropa, Minggu (17/4).

Luhut juga mengatakan, TNI belum bisa masuk untuk membebaskan WNI yang diculik dan disandera karena kontitusi Filipina mewajibkan harus ada persetujuan parlemen jika tentara asing ingin melakukan operasi militer di negara tersebut. "Konstitusi Filipina tidak memungkinkan untuk itu (operasi gabungan militer), harus ada izin parlemen," jelasnya.

Luhut mengungkapkan bahwa saat ini pihak perusahaan tempat kerja WNI yang diculik kelompok bersenjata di Filipina pada Jumat lalu, juga sudah berangkat ke lokasi untuk melakukan negosiasi.

Baca Juga: Jadikan Foto Santri Tebuireng Sebagai Background Postingan Pesantren Jaringan Teroris, Tempo Dikecam

Luhut menilai penculikan empat WNI dan penyanderaan 10 awak kapal asal Indonesia di Filipina, kasusnya mirip dengan penyanderaan WNI di Somalia yang tidak ada aspek politiknya.

"Kita sedang identifikasi kelompok-kelompoknya, tapi (perkiraan) sementara kok aspek ekonominya yang menonjol di situ," katanya. (viva/okz/dtc/mer/sta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO