GRESIK, BANGSAONLINE.com - Banyaknya kasus perselisihan antara konsumen dengan penyedia jasa di Kabupaten Gresik dalam kasus jual beli mendapatkan respon DPRD Gresik.
Wakil rakyat Gresik ini pada Prolegda (program legislasi daerah) Tahun 2016 membuat Ranperda (rancangan peraturan daerah) Inisiatif tentang penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Baca Juga: Belanja THL Kabupaten Gresik Capai Rp 180 Miliar, Anha: Output dan Outcome Harus Jelas
Sebagai tahapan untuk mematangkan pembahasan Ranperda tersebut, Komisi A yang mengusulkannya mengadakan public hearing dengan menggandeng pakar ahli Reka Widiantara dari Unibraw (Universitas Brawijaya) Malang.
Selain itu, public hearing tersebut juga mengundang beberapa stakeholders, baik dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) seperti Diskop, UKM dan Perindag (Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan), BPPM (Badan Perizinan dan Penanaman Modal), dan para pengusaha di Kabupaten Gresik.
"Kami sengaja mengundang mereka untuk mendalami draft Ranperda yang kami usulkan. Sehingga, diharapkan ada masukan dari pihak terkait," kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Gresik, Mujid Riduan.
Baca Juga: Banggar DPRD Gresik Pastikan Target PAD 2024 Senilai Rp1,597 Triliun Tak Tercapai
Mujid menjelaskan, hasil dari public hearing tersebut akan dijadikan literatur untuk pembahasan Ranperda ke tahapan berikutnya. "Sehingga, sangat memungkinan ada penyempurnaan atau tambahan pasal dalam draft Ranperda tersebut," jelas politisi senior PDIP asal Kecamatan Menganti ini.
Setelah itu, draft Ranperda tersebut akan diserahkan ke tim Pansus (panitia khusus) untuk pendalaman hingga Ranperda itu disahkan menjadi Perda (peraturan daerah).
Dalam public hearing Ranperda tentang penyelenggaraan perlindungan konsumen, yang dipimpin Wakil Ketua Komisi A Mujid Riduan ini banyak lontaran pertanyaan dan masukan dari para stakeholders yang diundang.
Baca Juga: Pendukung Kotak Kosong di Gresik Soroti Rendahnya PAD 2024
Sekretaris BPPM (Badan Perizinan dan Penanaman Modal) Pemkab Gresik Lilik misalnya. Dia memertanyakan soal perdagangan via online.
"Sekarang kan lagi trend perdagangan via online. Masyarakat tinggal buka internet dikomputer atau Handphone, lalu pesan barang di alamat yang tertera. Kemudian, setelah transfer uang, barang dikirim ke alamat yang pesan. Lantas bagaimana kalau ada hak-hak konsumen yang tidak bisa dipenuhi," kata Lilik.
Fuad, salah satu stakeholders perwakilan PT Adira Finance menyatakan bisnisnya yang bergerak dalam jasa kredit banyak dihadapkan persoalan rumit. Sebagai contoh, jika ada salah satu kreditur yang merasa dirugikan karena kendaraannya diambil karena tidak membayar kredit setelah jatuh tempo, beritanya luar biasa.
Baca Juga: PDIP Larang Kadernya di Legislatif Ikut Kunker Jelang Pilkada, Noto: Sudah Lapor ke Sekwan Gresik
Namun, mereka tidak mau tahu kalau Adira menderita kerugian besar akibat kredit macet. "Kerugian yang kami derita rata-rata Rp 500-600 juta per bulan. Tapi, kami tidak pernah ribut. Namun, jika ada satu masalah di kreditur, masalahnya dibesar-besarkan. Lalu bagaimana perlindungan kami," ungkapnya.
Sementara pihak Diskop, UKM dan Perindag, meminta agar dalam draft Ranperda tentang penyelenggaraan perlindungan konsumen dimasukkan hak-hak konsumen untuk mendapatkan barang impor yang sudah ditranslate bahasanya ke bahasa Indonesia. Sehingga, tidak salah pemahaman saat memakainya.
"Seperti alat listrik. Jika barang itu impor lalu petunjuk pemakaian tetap pakai bahasa asal barang, bagi warga yang tidak ngerti bahasanya, kan bisa membahayakan kalau memanfaatkan produk tersebut, " katanya.
Baca Juga: Ketua DPRD Gresik Lantik Wahidatul Husnah sebagai Anggota PAW Periode 2024-2029
Sementara terkait jual-beli via online, Reka Widiantara menyatakan konsumen yang dirugikan bisa melakukan gugatan kepada produsen atau penjual. "Kan sudah ada Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) Tahun 11 Tahun 2008. Mereka bisa lakukan gugatan," katanya.
Karena itu, lanjut Reka, dalam transfer barang, penyedia atau penjual tetap harus melindungi hak-hak konsumen. Baik dari segi keamanan, kemanfaatan dan kenyamanan. "Apalagi saat ini dengan masuknya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean)," jelasnya.
Ditambahkan dia, saat ini banyak negara lain yang mulai memasukkan marketnya ke Indonesia. Malaysia dan Singapura misalnya, mereka sudah masukkan marketnya. "Mereka sudah ambil sample di 9 kabupaten/kota di Indonesia untuk mendirikan mini atau supermarket," ungkapnya.
Baca Juga: Ketua DPRD Gresik Minta TAPD Tak Sodorkan Draft KUA PPAS yang Belum Rampung
Terkait translate bahasa dalam produk, kata Reka, hal itu wajib. Dan di draft Ranperda ini sudah diatur dalam pasal 13, di mana pelaku usaha wajib meninformasikan produk yang dijual.
"Makanya, dengan adanya public hearing ini kami minta masukan untuk menyempurnakan draft Ranperda yang kami buat," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News