Dongkrak PAD, DPRD Gresik Amandemen Perda Tentang Pajak Daerah

Dongkrak PAD, DPRD Gresik Amandemen Perda Tentang Pajak Daerah Komisi B saat public hearing dengan para stake holder untuk pembahasan Ranperda tentang pajak daerah. (ft:syuhud/BANGSAONLINE)

GRESIK, BANGSAONLINE.com-Masih banyaknya potensi daerah yang belum bisa dipungut secara maksimal, karena belum adanya payung hukum berupa Perda (peraturan daerah) untuk legalitasnya, disikapi para wakil rakyat di DPRD Gresik.

Komisi B, yang membidangi keuangan, perekonomian dan pendapatan misalnya, tahun ini telah mengajukan Ranperda(rancangan peraturan daerah) Inisiatif, tentang perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 2 Tahun 2011, tentang pajak daerah.

Baca Juga: Belanja THL Kabupaten Gresik Capai Rp 180 Miliar, Anha: Output dan Outcome Harus Jelas

Untuk mendalami dan penyempurnaan beberapa pasal dan mengakomodir konten (kearifan) lokal dalam Ranperda tersebut, Komisi B mengadakan public hearing, dengan menghadirkan pakar ahli, Tunggul Anshari dari Unibraw (Universitas Brawijaya), Malang.

Public hearing tersebut, juga menghadirkan para SKPD(Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan stake holders terkait. Di antaranya, DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keungan dan Aset Daerah) yang dihadiri langsung Kepala DPPKAD, Dr. Hj. Yetty Sri Suparyati MM, BPPM (Badan Perizinan dan Penanaman Modal), camat dan kepala desa se Kabupaten Gresik.

Public hearing dipimpin Sekretaris Komisi B, Asroin Widyana, para stakeholders banyak yang memertanyakan dan memberikan masukan untuk penyempurnaan Ranperda tersebut."Kami hadirkan bapak dan ibu disini untuk dimintai masukan soal Ranperda yang kami buat ini. Dengan harapan, kelak kalau Ranperda sudah disahkan menjadi Perda bisa dijalankan secara maksimal," kata Asroin.

Baca Juga: Banggar DPRD Gresik Pastikan Target PAD 2024 Senilai Rp1,597 Triliun Tak Tercapai

Begitu juga, dengan menghadirkan tim ahli. Diharapkan para tim ahli itu bisa memberikan masukan agar pembuatan Ranperda itu bisa baik dan tidak bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. "Ini yang juga penting. Keberadaan Ranperda jangan sampai bertentangan dengan peraturan lebih tinggi," terang politisi Golkar asal Kecamatan Dukun ini.

Sementara para stake holder yang didatangkan banyak yang memertanyakan soal penentuan zonasi tanah untuk penentuan harga. Sebab, harga tanah tersebut sangat terkait dengan salah satu pendapatan asli daerah seperti pendapatan sektor BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan).

"Tanah dekat makam, dekat masjid, jelas harganya tidak bisa disamakan dengan tanah di luar itu. Sebab, kondisi di lapangan menjual tanah di dekat makam atau masjid sulit lakunya," kata Kepala Bidang Pendataan pada DPPKAD Pemkab Gresik, Bambang Sayogyo.

Baca Juga: Pendukung Kotak Kosong di Gresik Soroti Rendahnya PAD 2024

Kades Boteng Kecamatan Menganti, Mujiono, meminta agar dalam penentuan zona areal tanah dalam hal dijual belikan agar jangan sampai terjadi miskomunikasi. " Sehingga, dalam satu wilayah harga tanahnya bisa dimainkan seenaknya," katanya.

Karena itu, dia memberikan masukan dalam Ranperda tersebut harus ada pengawasan yang melibtkan kepala desa. "Sehingga, tidak akan ada kongkalikong antara penjual dan pembeli, yang ujung-ujungnya bisa merugikan pendapatan BPHTB," jelasnya.

Dia juga mengusulkan, biar kepala desa yang ditugasi mengawasi jual beli tanah di wilayahnya semangat, kades dikasih prosentasi sekian persen dari hasil BPHTB. "Agar kades samangat saya usulkan ada prosentase semacam fee," terangnya.

Baca Juga: PDIP Larang Kadernya di Legislatif Ikut Kunker Jelang Pilkada, Noto: Sudah Lapor ke Sekwan Gresik

Sementara Kades Pangkah Wetan, Sandi memertanyakan pasal 84 ayat 1 di Ranperda tentang Pajak Daerah tentang dasar BPHTB BPOP(Bea Peralihan Objek Pajak)." Di desa kami banyak yang mau ngurus, tapi bingung dipakai tarif lama atau tarif baru yang berlaku saat ini," katanya.

Anggota Komisi B, Faqih Usman menyikapi pertanyaan Kades Boteng soal fee pengawasan hasil jual beli tanah menyatakan, pemberian fee seperti itu tidak diperbolehkan.

Sebab, kades tersebut mengacu dalam UU (Undang-Undang) Nomor 28 Tahun 2009, tentang pajak dan retribusi daerah, kepala desa sudah mendapatkan DBH (dana bagi hasil)." Jadi, tidak bisa kades minta diberikan fee dalam hal tersebut," kata ketua FPAN DPRD Gresik ini.

Baca Juga: Ketua DPRD Gresik Lantik Wahidatul Husnah sebagai Anggota PAW Periode 2024-2029

Tim ahli Tunggul Anshari dari Unibraw(Universitas Brawijaya), Malang menyikapi soal BPHTB BPOP tersebut, menyatakan, untuk penentuan harga jualnya disesuaikan dengan harga pasar saat transaksi.

Sekretaris Komisi B, Asroin Widiyana meminta kepada semua kades agar segera membentuk zona harga tanah di wilayahnya masing-masing. "Hal ini harus disosialisasikan biar masyarakat tahu," pungkasnya. (hud/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO