Tafsir Al-Nahl 70: Hindari Pola Hidup Binatang

Tafsir Al-Nahl 70: Hindari Pola Hidup Binatang ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Waallaahu khalaqakum tsumma yatawaffaakum waminkum man yuraddu ilaa ardzali al’umuri likay laa ya’lama ba’da ‘ilmin syay-an inna allaaha ‘aliimun qadiirun".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Setelah membicarakan lebah dengan produksi madunya yang bermanfaat bagi umat manusia, yaitu sebagai minuman sehat (syarab) dan obat (syifa' li al-nas), kini Tuhan bicara soal penciptaan, kematian dan umur panjang. Tuhanlah yang menciptakan (Allah khalaqakum), Dia juga yang mematikan (yatawafaakum) dan Dia pula yang memanjangkan umur sesuai kehendak-Nya. Sebagian dikembalikan ke umur hina bak anak kecil (wa minkum ma yuradd ila ardzal al-'umur).

Itu artinya, berupaya menuju sehat - yang salah satunya dengan cara mengkonsumsi madu sediaan Tuhan ini - adalah perintah. Persoalannya kini adalah, sertelah sehat, lalu apa selanjutnya?

Pertanyaan ini adalah teguran keras bagi umat manusia yang mengidolakan kesehatan, tanpa mengidolakan manfaat sehat sebagai piranti meraih amal kebajikan. Apa gunanya sehat bila hanya untuk memperbanyak maksiat, memperenak enak makan, enak tidur, tanpa peningkatan ibadah dan ketaqwaan? Jika ini yang ada, yaitu sehat dan hanya sehat, maka apa bedanya kita dengan binatang?

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Sekian tawaran kesehatan di televisi dan di sekitar kita, dari terapi herbalik, akupuntur, akupressure, terapi adem, terapi panas, sengat tawon, batu turmalin, jisamunsen, senam ini, senam itu, jinjit-jinjit, ampet-ampet, pernafasan, yoga dan lain-lain, itu bagus. Semua itu - jangan lupa - harus diniati untuk ibadah. Jangan kalah dengan atlet yang berlatih keras, pelatih handal, dengan jadual dan disiplin ketat, didukung nutrisi, suplemen dan gizi sempurna untuk bisa meraih juara. Sebagai umat beriman, kita berupaya sehat dan beribadah keras untuk menggapai prestasi taqwa.

Memang sudah mendingan bagus, habis makan beducap "al-hamdu lillah", tapi itu baru pernyataan yang masih perlu dibuktikan. Setelah itu apa? Santai seperti binatang atau optimal beribadah layaknya orang beriman?

Ketika Nabi Muhammad SAW disuguhi makanan berupa roti, daging dan susu oleh Abu Ayyub al-Anshari, beliau berkomentar: "Wallahi, hadza huw al-na'im. al-ladzi satus'alunna bih yaum al-qiyamah". Demi Allah, ini adalah kenikmatan kelas atas di mana pasti akan diminta pertanggungjawaban di hari kiamat nanti".

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Maksudnya, bukan dilarang mengkonsumsi hidangan enak, bergizi tinggi, melainkan arahan agar memanfaatkan gizi yang telah diperoleh untuk amal bersyukur kepada-Nya. Kiprah bersyukur itu diwujudkan dengan amal ibadah, bukan sebatas ucapan. Di sinilah, maka Rasul mulia itu mengingatkan kepada Abu Ayyub termasuk kepada diri Rasul sendiri, bahwa makanan sehat, makanan enak, bergizi termasuk yang dimintai pertanggungjawaban kelak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO