GRESIK, BANGSAONLINE.com - Program Budidaya tanaman jahe merah yang dulu digembar-gemborkan oleh Bapelu (Badan Penyuluh), bisa dibilang seperti petasan bantingan. Setelah meledak (booming) keras, lalu tidak terdengar gaungnya lagi.
Kondisi inilah yang terjadi di Desa Kedanyang Kecamatan Kebomas. Budi daya jahe merah di desa tersebut sekarang tidak terurus. Akibatnya, jahe merah pada mati dan kondisinya memprihatinkan.
Baca Juga: Satpol PP Gresik Gagalkan Pengiriman Miras asal Bali ke Pulau Bawean
Padahal, pada saat tanam awal dulu pemerintah terlihat sangat meyakinkan untuk bisa mengembangkan usaha budi daya jahe merah di Desa Kedanyang. "Mati mas jahe merahnya, karena tak terurus," kata Mat Ali, warga sekitar.
Menurut dia, pasca budi daya tanaman jahe merah dilaunching oleh para pejabat di lingkup Pemkab Gresik dan kecamatan, pihak berwenang tidak pernah menyambangi tanaman tersebut dan memberikan penyuluhan kepada warga.
Karena warga kesulitan merawat, akhirnya jahe merah yang konon memiliki nilai ekonomis tinggi tersebut dibiarkan tak terurus.
Baca Juga: Di Pasar Baru Gresik, Khofifah Panen Dukungan dan Gelar Cek Kesehatan Gratis
Sebelumnya, Bapelu Pemkab Gresik gencar mensosialisasikan kepada masyarakat agar gemar menanam jahe merah. Sebab, jahe merah tersebut memiliki nilai ekonomis tinggi karena laku ekspor.
Di Kecamatan Kebomas sedikitnya ada dua wilayah yang membudidayakan tanaman jahe merah atau yang dikenal dengan zingiber officinale var rubrum. Yakni, di Desa Randuagung dan Kedanyang Kecamatan Kebomas.
Di dua desa tersebut ada 2 bidang lahan yang masing-masing ditanami 2.000 tunas bibit tanaman jahe merah.
Baca Juga: Diduga Korsleting Listrik, Toko Budi Snack di Manyar Gresik Terbakar
"Kami akan terus mengajak masyarakat untuk membudidayakan tanaman jahe merah, setelah Desa Randuangung dan Kedanyang, nanti merembet ke desa lain," kata Kepala Bapelu Pemkab Gresik, Labat Wibowo saat itu.
Labat menjelaskan, penanaman jahe merah di dalam polybag ukuran 50 cm, lebih mudah dan menguntungkan. Selain perawatannya lebih mudah, juga dalam masa pembesaran rimpangnya selama 10 bulan sampai se tahun akan tumbuh tunas-tunas baru.
"Dalam kurun waktu ada sekitar 30 tunas baru tumbuh. Tunas inilah yang bisa dipakai bibit kembali, juga laku dijual seharga Rp 1.500 dan sudah ada yang menampung," jelas Labat.
Baca Juga: Jalankan Putusan PN, Kejari Gresik Keluarkan Nur Hasim dari Rutan Banjarsari
Ditambahkan Labat, dalam kurun waktu 10 bulan sampai setahun, petani bisa memanen rimpang jahe merah antara 5-10 kg tiap polybag, dengan harga di tingkat pasaran Rp 10 ribu per kg. Namun, harga jahe merah di pasaran, yaitu di tingkat pengecer sangat fluktuatif, tergantung demand and suply.
"Saat ini, harga di tingkat pengecer mencapai Rp 20.000 perkg. Namun pernah mencapai Rp 80.000 perkg," pungkasnya. (hud/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News