Tafsir Al-Nahl 72: Rejeki Berdatangan Setelah Pernikahan

Tafsir Al-Nahl 72: Rejeki Berdatangan Setelah Pernikahan

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Waallaahu ja’ala lakum min anfusikum azwaajan waja’ala lakum min azwaajikum baniina wahafadatan warazaqakum mina alththhayyibaati afabialbaathili yu/minuuna wabini’mati allaahi hum yakfuruuna".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

Perhatikan struktur bahasan pada ayat studi ini (72). Mula-mula Tuhan membicarakan soal perjodohan, pernikahan, di mana manusia mesti hidup berpasangan dengan jodohnya, bukan sama jenis kelaminnya.

"Wa Allah ja'al lakum min anfusikam azwaja". Kata "lakum" pada potongan ayat ini menunjuk efek manfaat yang ditimbulkan dari hidup berpasangan. Sangat nikmat sekali melampiaskan nafsu seksual dengan pasangan yang sah. Sangat bahagia sekali hidup berpasangan dalam rumah tangga. Hewan pun demikian. Burung merpati aktif bercumbu dan lengket dengan pasangannya, laki dan perempuan.

Lalu, menuturkan soal anak keturunan yang lahir dari pasangan tersebut, "waja'al lakum min azwajikum banin wa hafadah". Kata "lakum" diulang lagi sebagai isyarat bahwa punya anak itu kebahagiaan tersendiri yang melengkapi kebahagiaan pertama. Tidak ada pasangan yang tidak menginginkan anak, kecuali ada sesuatu yang tidak beres terjadi di antara mereka. Penderitaan karena terlalu banyak anak tidak ada apa-apanya dibanding penderitaan karena tidak punya anak.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Andai ada beban karena terlalu banyak anak, paling banter soal pangan dan itu pasti teratasi dan ada batas waktunya. Paling saat masih kecil. Begitu sudah dewasa dan mandiri, sering kali orang tua tinggal memetik hasilnya.

Tidak sama dengan penderitaan tidak punya anak. Di rumah, suasana kecut, sepi dan saling berpandangan kosong. Tak kuasa siapa yang harus dipersalahkan dan begitu terus selamanya. Belum lagi saat ketemu teman dan bicara anak, saat ditanya di mana kabar keluarga, saat berkunjung ke keluarga, semisal Idul Fitri, ada resepsi pernikahan dll. Hati yang nyaman karena ada yang kurang. Meski bibir tersenyum, tapi senyuman itu sama sekali tidak bisa menghapus air mata hatinya.

"wa hafadah". Ditambah kenikmatan punya cucu. Tidak semua orang bisa menikmati menjadi kakek atau menjadi nenek. Memang beda antara kenikmatan punya anak dan punya cucu. Yang jelas, kepada cucu itu, si kakek lebih sabar dan lebih sayang. Kepada anak bisa marah, bahkan memukul bila kebangetan nakal, tapi tidak begitu kepada cucu.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Makanya, anak yang sejak kecil diasuh kakeknya bisa berpotensi manja dan kurang baik. Rasulullah SAW dalam beberapa pujian disanjung sebagai kakek. Kakeknya Hasan dan Husen. Ya jadd al-Hasan wa al-Husain.

Setelah itu, Tuhan bertutur soal rejeki. Allah memberi rejeki yang bagus-bagus untuk keluarga itu, "wa razaqakum min al-thayyibat". Dari struktur ayat ini terbacalah, bahwa rejeki itu mengalir sesuai kebutuhan keluarga. Maka janganlah heran bila ada seseorang yang makin bertambah rejekinya, makin kaya setelah punya cucu. Kenikmatan hidupnya, kecukupan rejekinya, keberkahan kekayaannya diperoleh pada usia tua. Barakallah fina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO