JAKARTA, BANGSAOLINE.com - Mantan politisi Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dihukum 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar. Selain itu harga mantan bendahara umum Partai Demokrat itu sekitar Rp 550 miliar juga turut disita untuk negara. Putusan ini merupakan sejarah yang dilakukan KPK dalam memiskinkan harta para koruptor.
Dalam catatan detikcom, Kamis (16/5/2016), jumlah rampasan itu menjadi rekor sejarah untuk kasus individu yang terseret kasus korupsi. Rekor sebelumnya dipegang oleh mantan Bupati Bangkalan, Fuad Amin, dengan nilai aset Rp 250 miliar yang disita untuk negara. Kasus Fuad Amin kini berpindah ke Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.
Baca Juga: Minggu Depan, Nazaruddin Ungkap Peran Cak Imin, Marwan, Sutan Terima Uang, di Pengadilan
Ada pun beberapa aset Nazar yang disita adalah:
1. Saham di berbagai perusahaan bernilai ratusan
miliar rupiah.
2. Rumah di Jalan Pejaten Barat seluas 127 m2.
3. Tanah dan bangunan kantor di Warung Buncit,
Jakarta Selatan.
4. Rumah di komplek LAN, Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan.
5. Tanah dan bangunan di Bekasi.
6. Perkebunan di Riau senilai Rp 90 miliar.
7. Mobil Vellfire.
8. Ruko di Riau.
9. Puluhan rekening bank yang berisi uang
ratusan miliar rupiah.
Sedangkan aset yang gagal dirampas dan harus dikembalikan ke Nazar berupa lahan kelapa sawit, apartemen Rasuna, asuransi AXA, rekening Bank Mandiri, jam tangan dan rumah di Alam Sutera.
Baca Juga: Nazaruddin Siap Bantu KPK Bongkar Keterlibatan Cak Imin, Marwan dan Gubernur Riau
Saat ini Nazaruddin tengah menjalani pidana penjara untuk 7 tahun ke depan di kasus korupsi proyek Hambalang. Dengan adanya vonis kemarin sore yang diketok oleh ketua majelis hakim Ibnu Basuki Widodo, total hukuman Nazar adalah 13 tahun. Nazaruddin di kasus keduanya dinyatakan melakukan TPPU.
Sementara Lembaga antikorupsi Singapura akan memulai penyelidikan terhadap uang yang dititipkan mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke salah satu pihak di Singapura.Nazaruddin dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Nazaruddin juga dinilai melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Ganti Rezim, KPK Belum Berani Panggil Ibas soal Hambalang, Pihak Nazaruddin Pastikan Terlibat
Lalu Nazaruddin dianggap juga melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anton Wibowo menyatakan pihaknya sudah mendapatkan respons dari Singapura yang akan melakukan penyelidikan terkait dengan kasus tersebut. Singapura memiliki The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) yang berdiri sejak 1952 terkait dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di negara tersebut.
"KPK Singapura sudah merespons kami untuk melanjuti agar dilakukan penyelidikan," ujar Kresno, usai menghadiri persidangan pembacaaan putusan terhadap Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (15/6).
Baca Juga: Anas Urbaningrum Akui Terima Barang Mewah dari Nazaruddin
Kresno menyatakan Nazaruddin diduga menitipkan uangnya sebesar S$6 juta kepada pihak luar tersebut sehingga membutuhkan penyelidikan. Dia memaparkan ketika mantan politisi Partai Demokrat itu diindikasikan melakukan korupsi, maka dapat dijadikan tersangka kembali. Mekanisme yang ditempuh dalam kerja sama itu adalah melalui Mutual Legal Assistance (MLA).
Terkait
dengan perusahaan cangkang, Kresno menjelaskan bahwa perusahaan tersebut belum
tentu milik Nazaruddin karena menggunakan nama orang lain sebagai pemilik
perusahaan. Meski demikian, perusahaan tersebut tidak dapat dimasukkan dalam
kasus pidana korupsi karena majelis hakim menilai entitas tersebut memiliki
aturan berbeda dan dapat dipidana tersendiri. Perusahaan cangkang yang
disinyalir milik Nazaruddin memiliki nama PT Pacific Putra Metropolitan
Limited.
Dalam
keterangan the International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ),
perusahaan itu terdaftar di British Virgin Islands (BVI) melalui intermediasi
firma Mossack Fonseca yang berbasis di Singapura, dengan nama pemegang saham,
Garret Lim Eng Kian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News