Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Inna allaaha ya'muru bial’adli waal-ihsaani wa-iitaa-i dzii alqurbaa wayanhaa ‘ani alfahsyaa-i waalmunkari waalbaghyi ya’izhukum la’allakum tadzakkaruuna".
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Soal beramal terbaik, "al-ihsan", Allah SWT sudah lebih dahulu mencontohkan dan direfleksikan kepada semua ciptaan-Nya. Tidak ada ciptaan-Nya yang buruk, semua baik, indah dan sempurna, sehingga tidak ada satupun manusia yang mampu menyaingi-Nya. Lebih dari itu, berkali-kali Tuhan menasehati kita agar melakukan ibadah yang terbaik dan jangan terus menerus melakukan yang buruk.
Lalu mengintai dan mengawasi manusia "siapa di antara mereka yang berbuat terbaik, siapa di antara kita yang ibadahnya berkualitas". "liyabluwakum ayyukum ahsan amala". Tidak mengawasi lalu dibiarkan, melainkan dinilai dan diberi pembalasan.
Itulah, maka penulis terus-menerus heran, kenapa ada orang yang terus-menerus dan sengaja mengabadikan amal buruk. Seperti shalat tarawih super cepat, janganlah mencari dalil minimal, qaul rendahan, pendapat murahan yang menyebabkan kita terus terpuruk dalam ibadah buruk.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Hanya orang yang beriman saja yang mampu melakukan ibadah terbaik, shalat berkualitas, sedangkan orang munafik juga mengerjakan shalat, ya shalat, tapi malas dan ingin cepat selesai, tidak kerasan di depan Tuhan. Jika anda pelaku shalat super cepat, tidak usah tanya Tuhan, tidak usah tanya Nabi, tidak usah tanya para shahabat, tidak usaha tanya para imam-imam mutjahid, tidak usah tanya orang-orang shalih, tapi tanyalah diri anda sendiri dan biarkan hati nurani anda yang menajawab sejujur mungkin. Apakah shalat super cepat macam itu baik atau buruk?. Jawaban anda menentukan kualitas keimanan anda.
Untuk itu keheranan penulis tidak habis setelah mengetahui pelaku shalat cepat membela diri dengan pendapat fiqih yang kualitasnya rendahan dan tidak unggul. Sehingga seolah membenarkan dan sengaja melestarikan tanpa usaha memperbaiki, apalagi meningkatkan.
Ya, ternyata benar, orang yang berfikih murni tanpa tasawwuf itu berpotensi menjadi fasiq, buruk amal dan tidak suka ibadah. Karena tafsir ini membawa misi beragama berkualitas, maka arah pesannya juga diusahalan sekualitas mungkin. Sarannya seperti ini :
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Pertama, pakailah Nash sharih, Hadis Shahih yang sudah final, karena itu lebih kuat ketimbang pendapat siapapun. Janganlah memakai pendapat minimalis yang tidak berkualitas. Jika anda menjumpai dua pendapat, yang satu bagus dan yang satu buruk, maka buanglah yang buruk dan pakailah yang baik. Toh anda bisa.
Kedua, jangan membantu Syetan dengan membela-bela, mencari-cari qaul murahan demi membenarkan ibadah buruk, membenar-benarkan shalat super cepat. Syetan pasti senang dengan pendapat anda. Makin buruk ibadah seseorang, syetan makin ngakak-ngakak. Makin ada orang pinter yang membela shalat buruk, syetan makin berpesta.
Ketiga, jangan memberi contoh masyarakat dengan ibadah yang buruk. Jangan menyesatkan umat dengan menjadi imam tarawih yang buruk. Peragaan kiai di hadapan publik dan terbuka adalah panutan. Apa jadinya jika tarawih model itu menjadi trend dan menjalar ke umat islam.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Keempat, mengehentikan tarawih buruk adalah bagian dari agama. Karena jika dibiarkan maka akan lebih banyak lagi yang ketularan ibadah buruk dan itu bencana besar. Hentikan ibadah buruk dan jangan menjadi kaki-tangan Syetan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News